Rabu, 08 Juli 2015

Menteri

Menteri

   Putu Setia  ;  Pengarang; Wartawan Senior Tempo
KORAN TEMPO, 05 Juli 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ada dua kelompok profesional yang nasibnya tak menentu di hari-hari mendatang ini. Pemain sepak bola dan para menteri Kabinet Kerja. Pemain bola sudah jelas juntrungannya, induk organisasinya dibekukan pemerintah, klub tempat bernaung sudah bubar atau siap bubar. Akan halnya para menteri justru berada dalam ketidakjelasan apakah mereka dicopot Presiden Jokowi atau tidak. Bagaimana menurut Romo Imam?

Romo terpingkal-pingkal sebelum menjawab. "Panjenengan layak jadi jurnalis televisi, nadanya bertanya tapi jawaban sudah disiapkan, tinggal bilang: betul."
"Saya serius Romo. Soal pemain bola tak usah dijawab. Ini dalam bayang-bayang mafia. Para menteri itu Romo, memang Jokowi serius merombak kabinet," kata saya. Romo terpancing, tampaknya serius pula. "Perombakan kabinet juga ada mafianya, malah ini lebih hebat, maklum mafia politik," jawab Romo. "Jokowi awalnya bernafsu merombak kabinet karena prestasi para menterinya yang tak memenuhi harapan. Tapi kini justru ia mengulur waktu sampai tak terbatas. Ia tak menduga respons partai pendukungnya membuyarkan rencananya semula."

Saya pasang muka serius. "Maksud Romo partai politik minta jatah lebih?" Romo langsung membalas: "Betul, padahal saya kira niat awal Jokowi justru mencari menteri yang bisa diajak bekerja dengan benar, menguasai bidang tugasnya, tak peduli dari mana asalnya, politikus atau profesional. Kini PDIP malah minta jatah kursi ditambah karena jumlahnya sama persis dengan NasDem. Cuma empat. Alasannya, anggota DPR dari NasDem 39, dari PDIP 109, kan tak adil kursi menterinya sama."

Saya tepok jidat. Lalu, apa komentar Romo tentang kinerja menteri dari partai? "Kerjanya tak memuaskan Jokowi. Coba bedah menteri dari PDIP. Menteri Kehakiman salah melulu ambil keputusan, malah memberi angin DPR untuk revisi UU KPK. Menko Puan Maharani, ya, begitulah, lebih loyal ke ibunya yang ketua umum partai. Menteri Dalam Negeri tadinya bekerja baik, tapi belakangan menjelekkan sesama menteri ke publik, kan seperti anak kecil saja. Satu lagi siapa, ya?"

Lama Romo diam, jadi saya mengingatkan: "Menteri Koperasi yang orang Bali itu." Romo seperti baru sadar, "Oya, benar-benar lupa, soalnya kegiatannya tak pernah diliput media. Atau tak melakukan apa-apa? Itu enaknya jadi menteri yang jauh dari sorotan media, rapornya merah atau kuning, tak ada yang tahu. Jadi, saya juga tak tahu." Romo tertawa.

"Tapi begini, bukan soal dari partai atau bukan, orangnya berkualitas dan cocok di bidangnya atau tidak," Romo melanjutkan. "Menteri dari PDIP itu kurang pas dengan bidangnya. Mungkin nama yang disodorkan partai terbatas dan Jokowi saat itu memilih kucing dalam karung. Begitu pula menteri dari NasDem, sama saja bikin Jokowi kelabakan, malah melahirkan istilah rakyat tak jelas. Tapi kan ada menteri dari partai yang tahu betul tugasnya dan buktinya bikin tenteram umat. Menteri Agama. Ini Ramadan paling tenang, tak ada sweeping dari ormas garis keras karena dari awal Menteri sudah bilang: hormati juga orang yang tak berpuasa."

"Romo," saya menyela. "Pak Lukman Saifuddin itu memang orang PPP, tapi kayaknya Jokowi memilihnya sebagai profesional. Beliau tak pernah menampilkan diri sebagai orang partai setelah jadi Menteri Agama. Ini menteri untuk seluruh umat."

"Ya, ya," Romo tertawa. "Akhirnya kita membedah para menteri. Untung kita bukan pengamat, jadi kalau ngawur orang pun tak sewot. Yang jelas, Jokowi butuh waktu lama untuk rombak kabinet. Tekanan masih kuat. Yang nafsu itu kan para politikus."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar