Don’t Be Angry
Agoes
Ali Masyhuri;
Pengasuh Pondok Pesantren Progresif
Bumi Shalawat Sidoarjo
|
JAWA
POS, 08 Juli 2015
JANGAN sekali-kali kita merasa kesepian di atas jalan
kebenaran, hanya karena sedikit orang yang melewatinya. Jadilah orang yang
berkarakter, penuh kepastian, dan pantang mundur karena dunia ini milik para
pemberani. Jangan marah! Agar awet muda, panjang umur, dan murah rezeki.
Jika kita menghendaki perubahan dalam hidup dan
mendambakan hidup bahagia, yang kali pertama harus kita lakukan adalah
mengubah pikiran. Pikiran melahirkan kenyataan. Kenyataan itu akan meluas dan
menyebar. Apa pun yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan dalam diri Anda
pada waktu yang sama. Maka, belajarlah hidup bahagia dengan jalan suka menolong,
membantu, dan memaafkan sesama.
Allah SWT berfirman, ’’Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.’’ (QS
Al-Hujurat: 12)
Dari ayat di atas, ada tiga perbuatan yang harus dihindari
orang-orang yang beriman. Tiga hal tersebut adalah (a) berprasangka buruk,
(b) mencari-cari kesalahan orang lain, dan (c) menggunjing orang lain. Tiga
hal itu merupakan satu kesatuan yang bermula dari prasangka buruk, lalu
berkembang menjadi tuduhan dusta, dilanjutkan dengan upaya mencari-cari
kesalahan orang lain, kemudian diteruskan dengan tindakan seperti hujatan,
cercaan, makian, dan kemarahan.
Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, ’’Berilah
wasiat kepadaku.’’ Nabi bersabda, ’’Jangan marah.’’ Maka beliau
mengulang-ulang, ’’Jangan marah.’’ (HR Bukhari).
Setiap manusia pernah marah. Nabi Muhammad SAW dan Allah
pun pernah marah. Tegasnya, sebenarnya marah bukanlah perbuatan maksiat,
bukan pula dikategorikan penyakit hati. Ada marah yang batil. Inilah yang
tidak dibenarkan.
Demi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran, dibutuhkan
seorang pemimpin yang punya kecerdasan emosional, tidak sekadar cerdas
intelektual. Sebab, sarana kepemimpinan adalah dada yang lapang. Maka,
kepemimpinan tidak dapat dipegang orang yang emosional, tetapi oleh orang
yang bijaksana.
Kemarahan yang tidak pada tempatnya tidak dapat diterima
dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu juga dalam pergaulan dan persahabatan.
Sebab, satu kemarahan saja akan merenggangkan hubungan suami istri, tetangga
dan tetangga, teman dan teman, begitu seterusnya.
Jika sifat marah sudah menjadi tabiat setiap individu,
pasti akan lebih banyak timbul kehancuran daripada kemakmuran. Oleh karena
itu, harus ada usaha yang keras untuk menghadapi sifat ini demi tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam tulisan ini, mari kita berguru kepada Rasulullah
SAW. Rasulullah SAW adalah suri teladan yang baik dalam masalah marah dan
pemaaf. Beliau tidak pernah marah untuk diri beliau sendiri. Walaupun ada
orang yang menyakiti beliau, beliau tetap bersikap lemah lembut. Sifat
seperti ini sangat jarang dimiliki manusia. Bagaimanapun juga, kesalahan
harus diberi sanksi dan hukum Allah harus ditegakkan. Hanya, hukuman atau
sanksi yang dijatuhkan kepada mereka tidak ditujukan untuk menyalurkan balas
dendam, tetapi demi menegakkan ketentuan Allah SWT.
Mengobati Marah
Ketahuilah bahwa obat setiap penyakit harus dapat
menghilangkan virus-virus dan faktor penyebab timbulnya penyakit itu.
Sebab-sebab marah, antara lain, sombong, ujub, banyak melakukan senda gurau,
perbuatan sia-sia, melecehkan orang lain, menghina, berdebat, bertengkar,
berkhianat, serta cinta harta dan kedudukan. Semua itu merupakan perangai buruk
dan tercela dalam pandangan Islam. Seseorang tidak dapat menghindar dari
amarah apabila masih ada sifat-sifat itu.
Jadi, di sini diperlukan upaya untuk menghilangkan
sebab-sebab tersebut dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengannya.
Kesombongan harus dihilangkan dengan tawadu. Ujub dihilangkan dengan mengenal
hakikat dirinya yang hina. Suka membanggakan diri hendaknya dihilangkan
dengan mengingat asal pertama diciptakan (sperma), menyadari bahwa semua
manusia berasal dari satu bapak, yang membuat berbeda adalah ketakwaan saja.
Kebanggaan, kesombongan, dan ujub merupakan sifat yang paling tercela dan
pangkal dari segala keburukan.
Sementara itu, senda gurau dihilangkan dengan menyibukkan
diri dengan banyak beribadah atau melakukan perbuatan yang bermanfaat.
Perbuatan sia-sia dihilangkan dengan bersungguhsungguh dalam mencari
keutamaan untuk dirinya, berakhlak mulia, dan menggali ilmu agama.
Adapun suka melecehkan orang lain dihilangkan dengan tidak
menyakiti orang lain dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang membuat
dirinya dilecehkan orang lain. Suka menghina orang lain dihilangkan dengan
menghindari perkataan yang buruk dan jawaban yang tidak menyenangkan. Rakus
harta dihapuskan dengan kanaah atas nikmat yang mencukupi kebutuhannya. Tegasnya,
dalam menghilangkan sifat-sifat tercela tersebut, diperlukan pelatihan diri
dan kesabaran dalam menghadapi segala rintangan. Semoga bermanfaat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar