Mari Becermin dari Yunani (1)
Dahlan
Iskan ; Mantan
CEO Jawa Pos
|
JAWA
POS, 08 Juli 2015
SAYA pernah dapat untung besar
dari Yunani. Tapi, teman saya pernah jeblok akibat Yunani.
Suatu hari, saya menerima telepon
dari teman saya di Athena, ibu kota Yunani. Dia ingin menjual mesin besar
yang masih baru dengan harga bekas.
’’Kenapa?’’ tanya saya.
’’Tiba-tiba pabrik saya kena
gusur. Ganti ruginya bagus.’’
’’Kenapa?’’
’’Untuk perumahan atlet,’’
jawabnya.
Athena memang baru saja ditunjuk
menjadi tuan rumah Olimpiade 2004 sebagai peringatan 100 tahun. Olimpiade
pertama dilakukan di Athena dan 100 tahun kemudian harus di Athena lagi.
Saya langsung terbang ke Athena
melalui Istanbul, Turki. Betul. Masih baru. Uniman 70. Bikinan Jerman. Rencana
beli mesin baru dari Jerman saya batalkan.
Tahun 2000–2004 Yunani memang lagi
jadi bintang. Pertumbuhan ekonominya tertinggi di Eropa. Apa saja dibangun di
sana. Galangan kapal raksasa, berbagai stadion, infrastruktur turisme,
gedung-gedung, dan perumahan mewah. Maju sekali.
Kemajuan, seperti
juga kemiskinan, sulit dihentikan. Ibarat mobil yang berjalan kencang, kalau
direm mendadak, bisa banyak kecelakaan.
Maka ketika dana di dalam negeri
tidak cukup untuk membiayai kemajuan itu, berutanglah. Kalau perlu dengan
bunga agak tinggi. Pemerintah Yunani terus cari utangan. Swastanya tidak mau
kalah.
Sampai akhirnya diketahui rasio utang
terhadap kemampuan ekonominya njomplang: 120 persen. Bahkan pernah mencapai
200 persen. Padahal, untuk menjadi anggota Uni Eropa, ada pembatasan yang
ketat rasio utang terhadap GDP (Perjanjian Maastricht 1992): hanya boleh 60
persen.
Anggaran negaranya pun mulai
defisit. Kian besar pula. Mencapai 6–8 persen. Bahkan pernah mencapai 12
persen. Padahal, level defisit yang dibolehkan di Uni Eropa hanya 3 persen.
Buntutnya jelas: bunga terus
membubung. Lalu inflasi. Kenaikan harga-harga. Begitu tingginya inflasi di
Yunani hingga pernah mencapai 50 persen. Rakyatnya demo. Tidak kuat menerima
kenaikan harga-harga. Para pemimpinnya takut tidak disukai rakyat. Gaji dan
pensiun pun dinaikkan secara drastis. Akibatnya, defisit anggarannya tambah
besar lagi.
Saat para pelaku
keuangan dunia melihat angka-angka merah menyala dalam rapor ekonomi yang
gawat itu, mulailah mereka menarik dana dari Yunani. Mereka berhitung pada
saatnya nanti Yunani pasti dilanda krisis. Lomba
cepet-cepetan lari dari Yunani itulah yang membuat krisis kian parah.
Pemerintah dan swasta kian haus
dana. Utang, obligasi, derivatif, dan apa pun bentuknya ditabrak. Dengan
bunga mahal sekalipun. Teman saya pernah tergiur bunga tinggi. Uang
organisasi dimasukkan ke situ. Dapat bunga dua kali lipat lebih tinggi dari
bunga deposito di Indonesia. Dia masukkan Rp 2,5 miliar. Lenyap. Usut punya
usut, ternyata dibelikan surat utang yang terkait dengan Yunani.
Tahun 2010, setelah dua tahun
krisis, keadaan tambah parah. Politik ikut guncang. Uang kian sulit. Harus
ada utangan darurat. Dengan syarat apa pun. Eropa turun tangan. Diberilah
kucuran USD 110 miliar. Uang itu sebentar saja lenyap. Krisisnya tidak
teratasi. Syaratnya tidak dipenuhi.
Sebenarnya, Yunani pernah mencoba
memenuhi syarat itu. Ikat pinggang dikencangkan. Kredit bank diperketat. Gaji
dan pensiun dipotong. Hasilnya parah: 100 ribu perusahaan bangkrut. PHK
besar-besaran. Pengangguran menjadi 30 persen. Demo tidak henti-hentinya.
Eropa kembali memberikan utang USD
130 miliar. Dengan syarat yang lebih keras. Dalam sekejap juga lenyap.
Eropa sangat marah. Eropa sampai
pada kesimpulan bahwa utang tersebut ternyata banyak yang hanya dipakai untuk
membayar utang ke bank-bank swasta di luar Yunani. Tentu tidak kentara.
Menggunakan berbagai skema keuangan yang canggih. Program-program penyehatan
ekonominya pun tidak sepenuhnya jalan.
Eropa tidak mau lagi memberikan
utang. Kecuali Yunani mau tunduk dengan syarat-syarat yang amat ketat. Mulai
perincian penggunaan uangnya, program-program penyehatan ekonominya, sampai
berbagai macam restrukturisasi di dalam negerinya. Demi kebaikan Yunani. Agar
tidak lenyap lagi dan lenyap lagi.
Kali ini, Yunani yang secara
politik sudah beralih ke partai kiri juga marah. Merasa terlalu didikte.
Merasa dijajah secara ekonomi. Merasa tidak berdaulat.
Yunani menggunakan senjata
demokrasi. Rakyat diminta memilih ’’YA’’ atau ’’TIDAK’’. YA berarti menerima
syarat-syarat Eropa itu. TIDAK berarti menolak. Hari Minggu lalu rakyat sudah
melakukan referendum dan hasilnya kita semua sudah tahu. Rakyat memilih
’’TIDAK’’. Menang 62 persen. Artinya, rakyat menolak syarat-syarat yang
dikenakan Eropa.
Eropa seperti dipojokkan. Kalau
Eropa tidak mencairkan utang, sama artinya membiarkan Yunani bangkrut. Ibarat
kaki yang harus diamputasi. Kalau Eropa bersedia melunakkan syarat-syaratnya,
apalah jadinya. Apa jaminannya utang itu tidak lenyap lagi. Negara lain yang
juga sulit seperti Portugal dan Spanyol akan menuntut perlakuan yang sama.
Hari ini para pimpinan Eropa baru
rapat untuk memutuskannya.
Sebelum ada keputusan, bank-bank
di Yunani yang semula hanya tutup untuk satu minggu belum bisa dibuka lagi.
Entah sampai kapan.
Menteri keuangan Yunani
mengundurkan diri. Diganti dengan Euclid Tsakalotos. Menteri baru ini
sealiran dengan Perdana Menteri Alexis Tsipras. Bahkan, para pengamat menilai
dialah sebenarnya otaknya. Menkeu yang baru ini memang ahli ekonomi yang
beraliran kiri. Istrinya, wanita Inggris, juga seorang ahli ekonomi.
Ketika jadi mahasiswa di Oxford
Inggris dulu, Euclid Tsakalotos bergabung dengan Liga Mahasiswa Komunis.
Buku-buku ekonomi yang dia tulis pun mencerminkan aliran pemikirannya yang
bertolak belakang dengan aliran ekonomi tokoh berpengalaman seperti Margareth
Thatcher dan Ronald Reagan.
Dari judul buku-buku yang dia
tulis, seperti Strategi Ekonomi Alternatif dan Kebijakan Economi Progressif
atau empat buku lainnya, sudah tecermin aliran ekonomi yang posisinya
berseberangan dengan yang dilakukan di negara-negara barat.
Seandainya tetap dihukum Eropa
(kita tunggu putusan Uni Eropa hari ini), bahkan seandainya Yunani keluar
dari Uni Eropa, Yunani mungkin berharap bisa bersandar ke Tiongkok. Tapi,
Tiongkok mungkin tidak akan mau melemahkan Eropa. Tiongkok berkepentingan
Eropa kuat. Untuk menjadi penyeimbang Amerika Serikat.
Mungkin Yunani akan bersandar ke
Rusia. Tapi, Rusia pernah habis-habisan menolong Yunani belum lama ini.
Gagal.
Kini kita lagi melihat eksperimen
dari sebuah negara Barat yang ingin menerapkan sebuah teori ekonomi yang
sangat berbeda.
Dengan nasib rakyat menjadi
taruhannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar