Memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Ferry Kurnia Rizkiyansyah ;
Komisioner KPU RI
|
KORAN
SINDO, 28 Juli 2015
Memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah merupakan agenda politik yang sangat penting dan strategis
dalam upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi di aras lokal.
Kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang terpilih dari pelaksanaan demokrasi langsung diharapkan dapat
menghadirkan pemerintahan yang terbuka, aksesibel, dan partisipatif.
Tantangan itu tentunya dapat
dijawab oleh figur kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kompeten,
berintegritas, dan memiliki akseptabilitas di tengah-tengah masyarakat.
Terdapat setidaknya tiga elemen
yang sangat menentukan kualitas kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
terpilih dari proses demokrasi langsung, yakni partai politik, pemilih dan
penyelenggara pemilu.
Ketiga elemen demokrasi itu dengan
peran yang berbeda tetapi memiliki saling keterkaitan satu dengan yang lain
turut mewarnai wajah kepemimpinan daerah lima tahun ke depan.
Partai politik merupakan ”rahim
utama” lahirnya para pemimpin baik di level nasional maupun di level daerah.
Parpol mestinya memiliki stok calon pemimpin yang siap didistribusikan untuk
menduduki berbagai jabatan politik di setiap jenis dan jenjang kekuasaan.
Untuk itu, mekanisme kaderisasi
dan kandidasi yang sistematis, terbuka dan partisipatif di internal partai
politik mutlak diperlukan. Pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dibuka pada 26-28 Juli akan menghamparkan fakta seberapa banyak
kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari kader dan
nonkader.
Jumlah itu menjadi ukuran sederhana
kemampuan parpol melakukan fungsi rekrutmen politik. Di luar urgensi
kaderisasi sebagai sebuah proses berkelanjutan yang wajib dijalankan oleh
partai politik, dalam jangka pendek merekrut kepala daerah dan wakil kepala
daerah dari unsur nonkader dapat dimaklumi dengan catatan figur yang direkrut
benar-benar kompeten dan berintegritas.
Orientasi partai harus berubah
dari sekadar pragmatisme politik untuk merebut kekuasaan di daerah menjadi
idealisme politik partai untuk menyejahterakan rakyat. Setelah melalui proses
di internal partai politik, para bakal calon itu kemudian didaftarkan ke
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai tingkatannya.
Pendaftaran bakal calon gubernur
dan wakil gubernur dilakukan di KPU provinsi, sementara pendaftaran bupat idan
wakil bupati serta wali kota dan wakil walikota dilakukan di KPU kabupaten/kota.
Kewenangan KPU melakukan
pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan administrasi berkas pencalonan.
Sepanjang memenuhi persyaratan administrasi, KPU akan menetapkan bakal calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung parpol maupun jalur
perseorangan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Halhal yang berkaitan dengan aspek
moralitas, integritas, dan kompetensi tidak menjadi kewenangan KPU untuk
mengujinya. Pemenuhan aspek moralitas yang diidentikkan dengan keharusan
terbebas dari perbuatan tercela, misalnya, pembuktiannya cukup dengan surat
keterangan catatan kepolisian (SKCK).
Pembuktian kompetensi, integritas,
dan moralitas merupakan wilayah parpol dan publik untuk mengujinya. Untuk
itu, rekrutmen kandidat di internal partai politik menjadi wilayah paling
strategis untuk memastikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih
nantinya dapat mengemban amanah rakyat.
Ruang kerja KPU dalam proses
seleksi kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat terbatas dan sempit.
Namun, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota tetap dituntut ekstrahati-hati
karena banyaknya perubahan regulasi dalam proses pencalonan.
Saat ini pencalonan kepala daerah
dan wakil kepala daerah tidak lagi sepenuhnya menjadi otoritas pimpinan
partai politik tingkat daerah, tetapi berbagi peran antara pimpinan parpol
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat pusat.
Persetujuan pimpinan pusat partai
terhadap pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/ wakil bupati dan
wali kota/ wakil wali kota menjadi salah satu syarat utama dalam proses
persyaratan pencalonan.
Fungsikoordinasiinidiperlukan
untuk memastikan pasangan calon yang dimintai persetujuan oleh pengurus
parpol di tingkat kabupaten/kota melalui provinsi ke pimpinan pusat merupakan
orang yang sama.
Jika nama pasangan calon yang
disetujui oleh pimpinan pusat dengan nama pasangan calon yang diajukan oleh
parpol di tingkat daerah berbeda otomatis akan mengalami cacat administrasi
dan statusnya menjadi tidak memenuhi syarat.
Dualisme partai juga merupakan hal
sensitif pada proses pencalonan. Meski kepengurusan sejumlah partai politik
masih dalam proses sengketa di pengadilan negeri dan SK kepengurusan parpol
yang diterbitkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia masih bersengketa di
peradilan tata usaha negara atau Mahkamah Agung, KPU telah mendorong
tercapainya terobosan hukum dan kesepahaman politik oleh masing-masing partai
untuk mencari solusi terhadap parpol yang tengah bersengketa.
Parpol tersebut tetap dapat
mengajukan pasangan calon sepanjang pasangan calon yang diajukan adalah orang
yang sama dan berada dalam gabungan partai politik yang sama. Hasil
penelitian syarat calon dan syarat pencalonan keluarannya adalah bakal calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diajukan parpol atau jalur
perseorangan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Karena itu, peran KPU bersifat
sangat teknis administratif, tidak menyentuh hal-hal substantif yang
berkaitan dengan aspek kepemimpinan daerah seperti kompetensi, integritas dan
akseptabilitas. Setelah seleksi administrasi di KPU selesai, wilayah
berikutnya menjadi kuasa pemilih.
Tahap kampanye, pemungutan dan
penghitungan suara adalah pertemuan kepentingan antara kandidat dan pemilih.
Kampanye merupakan sarana untuk mendialogkan visi, misi, dan program kerja
kandidat dengan para pemilih yang akan menerima manfaat dari hasil kinerja
kepaladaerahdanwakilkepaladaerah terpilih.
Di sinilah pentingnya rasionalitas
dan kemandirian pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada pemungutan suara 9
Desember 2015. Rasionalitas dan kemandirian pemilih tentunya tidak dapat
diwujudkan dalam waktu singkat. Pragmatisme politik yang makin menguat di
level pemilih dalam setiap pilkada hanya dapat dilawan dengan pendidikan
politik.
Partai politik yang mendapat
amanat sebagai organ utama untuk melaksanakan pendidikan politik mesti
menjadi garda terdepan dalam aktivitas pendidikan politik di tengah- tengah
masyarakat.
Seleksi kepala daerah dan wakil
kepala daerah melewati tiga tahapan, seleksi di internal partai, seleksi
administrasi di KPU, dan pemilihan oleh masyarakat. Kualitas kepemimpinan
daerah ditentukan oleh kualitas seleksi di tiga tahapan tersebut.
Yang paling menentukan tentu
seleksi dari hulunya. Sepanjang proses di hulu tidak bersih maka di hilirnya
akan ikut terkontaminasi. Untuk itu, penting bagi ketiga elemen tersebut
menjaga kualitas seleksi yang menjadi kuasa masing-masing. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar