Selamat
Hari Ulang Tahun
Samuel
Mulia ; Penulis Mode dan Gaya
Hidup, Penulis Kolom “Parodi” di Kompas
|
KOMPAS,
18 Mei 2014
|
Dalam
perjalanan ke Bandung, tiba-tiba saya teringat akan hari kelahiran saya.
Gara-garanya pada bulan ini, beberapa teman, saudara, klien, dan adik kandung
berulang tahun. Lumayan bertubi-tubi. Meski ayah sudah berstatus almarhum,
tanggal terakhir di bulan ini senantiasa mengingatkan saya pada hari jadinya.
”Lebay”
Di hari
semacam itu, saya mengirimkan ucapan selamat. Ucapannya kadang sederhana,
tetapi acap kali dipenuhi perkataan yang super-lebay dan kadang terasa cliche dan tidak datang dari hati.
Biasanya hal itu terjadi kalau kebetulan yang berulang tahun adalah klien,
khususnya klien yang masuk ke dalam kategori pemberi pemasukan cukup besar
dan besar sekali.
Saking lebay-nya, bahkan untuk ayah yang
sudah almarhum saja, saya masih berdoa di hari jadinya itu, yang sejujurnya
buat saya dan almarhum tak ada gunanya. Padahal di hari-hari biasa, saya tak
sekali pun mendoakannya.
Dulu, di
masa masih dianggap anak kecil dan remaja serta setengah dewasa, menanti
datangnya hari jadi itu seperti seorang ibu yang menanti kelahiran anak
tercintanya. Rasa senang yang benar-benar penuh. Apalagi, setiap tahun
perayaannya bermacam-macam bentuknya.
Waktu
masih anak kecil, saya tak berdaya apa-apa. Mungkin berbeda dengan anak kecil
zaman sekarang. Saya pasrah, kalau ibu sudah mulai sibuk mengatur perayaan
itu. Dari pakaian yang akan dikenakan, menu makanan, sampai siapa saja yang
diundang.
Undangan
yang hadir kebanyakan teman-teman saya, yang ibu mereka berteman dekat dengan
ibu saya. Jadi sejujurnya, perayaan itu adalah perayaan sukarianya ibu saya.
Macam arisanlah.
Tapi ya,
mau diapakan lagi. Namanya juga masih kecil, ya..., pasrah saja. Saya pernah
dikuliahi, sebaiknya saya harus seperti anak kecil dalam menjalani hidup.
Mungkin itu diartikan kepasrahan seorang anak, bukan berperilaku seperti anak
kecil. Terutama kalau berurusan dengan Yang Maha Kuasa.
Menanjak
dan masuk ke dalam dunia remaja, saya baru mulai bisa memprotes ketika
orangtua mulai memberi ide tertentu yang tak sesuai dengan ide yang ada di
dalam kepala remaja ini. Hal yang seperti ini akan berakhir dengan munculnya
kekesalan ke dua belah pihak. Maka, memang benar kalau katanya pasrah itu
memberi banyak keuntungan, terutama belajar mengelola rasa kesal yang sangat.
Menjadi anak kecil
Pada
saat menjalani kehidupan yang setengah dewasa, artinya secara hukum harus
bertanggung jawab sendiri, tetapi masih mendapat bantuan dana dari orangtua,
plus gaji yang ya... gitu deh itu,
saya lumayan bisa berkuasa atas hari jadi itu, meski nasihat dari orangtua
masih saja menggaung di kedua gendang telinga.
Pernah sekali
waktu, saya merayakan hari jadi bersama beberapa teman di sebuah diskotek
sampai subuh menjelang. Keesokan hari, ayah menanyakan bagaimana acaranya dan
jam berapa saya kembali ke rumah. Setelah mendengar penjelasan saya, maka ada
suara yang sedikit meninggi terdengar keluar dari mulut ayah.
”Lain
kali, jangan ke disko-disko segala. Kamu pernah mikir gak, kalau minuman kamu
bisa dimasukkan sesuatu yang berbahaya sama orang yang lagi iseng?” Tak
berhenti sampai di situ, ia bertanya, siapa saja teman-teman yang pergi
bersama saya.
Sekali
waktu, salah satu dari teman itu datang ke rumah dan bertemu dengan ayah
saya. Nasihat yang saya tulis di atas, juga disuarakan ke gendang telinga
teman saya itu. Teman saya hanya bisa membalas, ”Ya Om..., ya Om..., ya Om.”
Menerima
ucapan selamat hari ulang tahun adalah sesuatu yang menyenangkan, bersyukur
masih bisa menikmati kehidupan sampai hari ini meski itu mengingatkan akan
umur yang bertambah, kematian yang makin mendekat, tenaga yang makin pudar,
dan ingatan yang mudah lupa serta penyakit yang mulai menunjukkan aksinya dan
perasaan tidak aman dan kekhawatiran yang sering kali menyerang.
Kalau
sudah begitu, ada rasa sedih yang tiba-tiba datang. Masa muda, terasa begitu
cepatnya berlalu. Masa di mana seseorang memiliki kepenuhan dalam kekuatan
raga, kepenuhan akan sikap yang positif, bahkan kadang seperti tak perlu
membutuhkan orang lain. Hidup seperti begitu ringan dan mudahnya.
Maka
sekarang ini, merayakan hari jadi buat saya adalah kembali seperti anak kecil
lagi, memasrahkan hidup tanpa rasa takut, seperti ketika saya kecil dahulu.
Tak perlu khawatir, pasti yakin saya akan terpelihara. Pasti yakin kalau
orangtua akan membela saya, memberi saya makan dan sejuta bentuk pemeliharaan
yang tak pernah berhenti dilakukan.
Sisa
perjalanan ke tanah Priangan tinggal beberapa menit lagi dan di mobil yang
membawa saya ke tempat itu, pak sopir menyalahkan musik, dan kok ya, yang
terdengar lagu lawas, ”All by Myself”,
dengan syairnya yang berbunyi seperti ini.
”When I was young I never needed anyone. And
making love was just for fun. Those days are gone. Livin’ alone I think of
all the friends I’ve known. When I dial the telephone, nobody’s home... Hard
to be sure. Sometimes I feel so insecure....” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar