Pekerjaan
Besar Presiden Baru
Vishnu
Juwono ; Dosen Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
|
KORAN
JAKARTA, 06 Mei 2014
|
Indonesia
dengan pendapatan per kapita mencapai 4.000 dollar AS sudah masuk dalam
kategori negara menengah atas. Sebagai salah satu negara penting ASEAN,
Indonesia menjadi semakin diperhitungkan. Namun, masih banyak pekerjaan besar
yang perlu diselesaikan pasangan presiden-wakil presiden mendatang.
Pertama-tama,
terkait korupsi dan penegakan hukum yang masih menjadi masalah besar dalam
penyelenggaraan negara. Banyak kasus korupsi yang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan perkiraan kerugian negara semakin
meningkat. Misalnya, setelah kasus Hambalang dengan dugaan kerugian negara
463,6 miliar rupiah, maka pada kasus korupsi terbaru, pembuatan E-KTP, nilai
kerugiaan negara diduga mencapai nilai angka fantastis, 1 triliun rupiah.
Selain
itu, berdasarkan survei terhadap masyarakat Indonesia tahun 2013 dari Global Corruption Barometer Index yang
diterbitkan Transperancy International
(TI), 74 persen masyarakat beranggapan korupsi masih menjadi masalah besar di
sektor publik. Dalam survei yang sama ditemukan tiga institusi paling besar
paling korup adalah kepolisian (91 persen), parlemen (89 persen), dan
pengadilan (86 persen).
Presiden
terpilih mendatang diharapkan dapat berkerja sama dengan KPK dalam
pemberantasan korupsi melalui dukungan nyata berupa anggaran dan fasilitas
lebih baik. Presiden harus mereformasi Kejaksaan Agung dan kepolisian negara
karena masih marak aparat mereka yang tersangkut korupsi. Pada jangka panjang
dibutuhkan lembaga kejaksaan dan kepolisian yang bersih dan kredibel untuk
bahu-membahu memberantas korupsi berkelanjutan.
Sangat
mustahil menghancurkan korupsi hanya mengandalkan KPK yang cuma memiliki 827
pegawai. Bahkan hanya 75 penyidik yang fokus pada aspek investigasi dan
penuntutan kasus koupsi, sedangkan kepolisian memiliki 388 ribu personel dan
kejaksaan 19 ribu pegawai. Keduanya jelas jauh lebih besar dan hebat,
seharusnya.
Agenda
besar bangsa berikutnya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan
keahlian dan keterampilan siap kerja. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan
hingga tahun 2025 Indonesia akan memperoleh bonus demografi yaitu 65 persen
dari sekitar 300 juta penduduk Indonesia berusia produktif. Namun bonus
demografi ini akan menjadi beban negara apabila tenaga kerja tidak terampil
atau ahli. Bonus justru bisa menjadi problem sosial karena makin banyak orang
menganggur.
Dengan
demikian, presiden baru diharapkan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi
lebih-kurang 7 juta penganggur berdasarkan data BPS Agustus 2013. Komposisi
penganggur tersebut lebih dari 1,9 juta lulusan SMA, 1,6 juta lulusan SMP,
bahkan masih ada penganggur yang lulusan universitas dengan jumlah lebih dari
441 ribu.
Persaingan
Persiapan
SDM berkualitas tinggi semakin penting karena persaingan global kelak tak
terelakkan. Bahkan, sebentar lagi, Indonesia memasuki ASEAN Economy Community, tahun depan. Dengan ekonomi terintegrasi
sesama ASEAN, tenaga-tenaga kerja Indonesia tidak hanya berkompetisi dengan
sesama warga internal, tetapi juga dari Singapura, Malaysia, Thailand,
Filipina, dan seterusnya.
Dengan
posisi Indonesia saat ini sebagai anggota 20 ekonomi terbesar dunia (G20)
tentu tantangan jangka panjang adalah terhindar dari jebakan negara kelas
menengah (middle income trap).
Menurut studi Bank Dunia tahun 2012, dari 108 negara dengan pendapatan
tingkat menengah pada tahun 1960-an, hanya 18 negara tahun 2008 yang mencapai
status tingkat pendapatan tinggi.
Indonesia,
yang pada krisis ekonomi tahun 1997-1998 sempat keluar dari daftar kelompok
negara berkembang, setelah pertumbuhan ekonomi yang stabil semenjak 2003
hingga kini, kembali masuk dalam kelompok pendapatan menengah atas. Tentunya
tantangan utama Indonesia dalam jangka 20-30 tahun dapat masuk dalam kelompok
negara berpendapatan tinggi. Caranya, mereformasi sektor publik.
World Economc Forum (WEF) Global Competitiveness
Index tahun 2013-2014 melaporkan masih banyak pekerjaan rumah untuk
memperbaiki sektor publik. Dalam komponen indeks sektor pada dimensi
transparansi penerapan kebijakan, Indonesia berada di urutan ke-65, jauh
tertinggal dari tetangga Malaysia (21), Tiongkok (46), bahkan Liberia (58),
sedangkan untuk dimensi pungutan liar dan suap di birokrasi, Indonesia
menempati urutan ke-106, sangat tertinggal dari Thailand (77), bahkan Libia
(102).
Pengesahan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada
Januari 2014 merupakan langkah penting upaya reformasi birokrasi. UU tersebut
mengharuskan lembaga pemerintahan menyusun analisis jabatan serta beban
kerja. Harus ada aturan lebih tegas mengenai indpendensi birokrasi dari
politik. Rekrutmen harus lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.
UU itu
juga memungkinkan birokrasi menempatkan putra-putri terbaik dari pegawai
negeri sipil, swasta, yayasan, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) di
posisi jabatan struktural birokrasi yang penting.
Presiden
mendatang juga harus mampu mengimplementasikan UU ASN maupuan peraturan
pemerintah lainnya terkait reformasi sektor publik secara konsisten dan
komprehensif. Dengan begitu, kelak, Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif
dalam menyongsong persaingan global. Pelayanan publik makin responsif dan
tepat sasaran, terutama bagi kelompok miskin.
Sejak
reformasi harus diakui ada kemajuan terutama dalam bidang politik, kebebasan
mengemukakan pendapat, pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, dan kondisi
makro-ekonomi cenderung stabil. Namun, presiden baru diharapkan tidak hanya
memunyai visi kuat. Dia juga harus memunyai kepemimpinan kuat, bersih dari
korupsi, kredibel, dan didukung masyarakat. Pelaksanaannya harus demokratis.
Hal ini
untuk menyelesaikan berbagai agenda reformasi yang belum selesai seperti
korupsi, penegakan hukum, reformasi sektor publik, penyediaan lapangan kerja
yang lebih merata, dan mempersiapkan tenaga kerja ahli menghadapi kompetisi
global. Maka, diharapkan calon-calon pasangan presiden dan wakil presiden
dapat berkompetisi secara sehat, sportif, mengartikulasikan visi, serta
program yang akan dilaksanakanya saat menjabat nanti.
Dengan
demikian, semoga presiden terpilih benar-benar sosok terbaik yang mampu
membawa Indonesia lebih maju. Mereka juga mampu menyejahterakan masyarakat
sesuai dengan cita-cita para founding
fathers. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar