Selasa, 06 Mei 2014

Pekerjaan Besar Presiden Baru

Pekerjaan Besar Presiden Baru

Vishnu Juwono  ;   Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
KORAN JAKARTA,  06 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Indonesia dengan pendapatan per kapita mencapai 4.000 dollar AS sudah masuk dalam kategori negara menengah atas. Sebagai salah satu negara penting ASEAN, Indonesia menjadi semakin diperhitungkan. Namun, masih banyak pekerjaan besar yang perlu diselesaikan pasangan presiden-wakil presiden mendatang.

Pertama-tama, terkait korupsi dan penegakan hukum yang masih menjadi masalah besar dalam penyelenggaraan negara. Banyak kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan perkiraan kerugian negara semakin meningkat. Misalnya, setelah kasus Hambalang dengan dugaan kerugian negara 463,6 miliar rupiah, maka pada kasus korupsi terbaru, pembuatan E-KTP, nilai kerugiaan negara diduga mencapai nilai angka fantastis, 1 triliun rupiah.

Selain itu, berdasarkan survei terhadap masyarakat Indonesia tahun 2013 dari Global Corruption Barometer Index yang diterbitkan Transperancy International (TI), 74 persen masyarakat beranggapan korupsi masih menjadi masalah besar di sektor publik. Dalam survei yang sama ditemukan tiga institusi paling besar paling korup adalah kepolisian (91 persen), parlemen (89 persen), dan pengadilan (86 persen).

Presiden terpilih mendatang diharapkan dapat berkerja sama dengan KPK dalam pemberantasan korupsi melalui dukungan nyata berupa anggaran dan fasilitas lebih baik. Presiden harus mereformasi Kejaksaan Agung dan kepolisian negara karena masih marak aparat mereka yang tersangkut korupsi. Pada jangka panjang dibutuhkan lembaga kejaksaan dan kepolisian yang bersih dan kredibel untuk bahu-membahu memberantas korupsi berkelanjutan.

Sangat mustahil menghancurkan korupsi hanya mengandalkan KPK yang cuma memiliki 827 pegawai. Bahkan hanya 75 penyidik yang fokus pada aspek investigasi dan penuntutan kasus koupsi, sedangkan kepolisian memiliki 388 ribu personel dan kejaksaan 19 ribu pegawai. Keduanya jelas jauh lebih besar dan hebat, seharusnya.

Agenda besar bangsa berikutnya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan keahlian dan keterampilan siap kerja. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan hingga tahun 2025 Indonesia akan memperoleh bonus demografi yaitu 65 persen dari sekitar 300 juta penduduk Indonesia berusia produktif. Namun bonus demografi ini akan menjadi beban negara apabila tenaga kerja tidak terampil atau ahli. Bonus justru bisa menjadi problem sosial karena makin banyak orang menganggur.

Dengan demikian, presiden baru diharapkan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih-kurang 7 juta penganggur berdasarkan data BPS Agustus 2013. Komposisi penganggur tersebut lebih dari 1,9 juta lulusan SMA, 1,6 juta lulusan SMP, bahkan masih ada penganggur yang lulusan universitas dengan jumlah lebih dari 441 ribu.

Persaingan

Persiapan SDM berkualitas tinggi semakin penting karena persaingan global kelak tak terelakkan. Bahkan, sebentar lagi, Indonesia memasuki ASEAN Economy Community, tahun depan. Dengan ekonomi terintegrasi sesama ASEAN, tenaga-tenaga kerja Indonesia tidak hanya berkompetisi dengan sesama warga internal, tetapi juga dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan seterusnya.

Dengan posisi Indonesia saat ini sebagai anggota 20 ekonomi terbesar dunia (G20) tentu tantangan jangka panjang adalah terhindar dari jebakan negara kelas menengah (middle income trap). Menurut studi Bank Dunia tahun 2012, dari 108 negara dengan pendapatan tingkat menengah pada tahun 1960-an, hanya 18 negara tahun 2008 yang mencapai status tingkat pendapatan tinggi.

Indonesia, yang pada krisis ekonomi tahun 1997-1998 sempat keluar dari daftar kelompok negara berkembang, setelah pertumbuhan ekonomi yang stabil semenjak 2003 hingga kini, kembali masuk dalam kelompok pendapatan menengah atas. Tentunya tantangan utama Indonesia dalam jangka 20-30 tahun dapat masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi. Caranya, mereformasi sektor publik.

World Economc Forum (WEF) Global Competitiveness Index tahun 2013-2014 melaporkan masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki sektor publik. Dalam komponen indeks sektor pada dimensi transparansi penerapan kebijakan, Indonesia berada di urutan ke-65, jauh tertinggal dari tetangga Malaysia (21), Tiongkok (46), bahkan Liberia (58), sedangkan untuk dimensi pungutan liar dan suap di birokrasi, Indonesia menempati urutan ke-106, sangat tertinggal dari Thailand (77), bahkan Libia (102).

Pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Januari 2014 merupakan langkah penting upaya reformasi birokrasi. UU tersebut mengharuskan lembaga pemerintahan menyusun analisis jabatan serta beban kerja. Harus ada aturan lebih tegas mengenai indpendensi birokrasi dari politik. Rekrutmen harus lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.

UU itu juga memungkinkan birokrasi menempatkan putra-putri terbaik dari pegawai negeri sipil, swasta, yayasan, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) di posisi jabatan struktural birokrasi yang penting.

Presiden mendatang juga harus mampu mengimplementasikan UU ASN maupuan peraturan pemerintah lainnya terkait reformasi sektor publik secara konsisten dan komprehensif. Dengan begitu, kelak, Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif dalam menyongsong persaingan global. Pelayanan publik makin responsif dan tepat sasaran, terutama bagi kelompok miskin.

Sejak reformasi harus diakui ada kemajuan terutama dalam bidang politik, kebebasan mengemukakan pendapat, pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, dan kondisi makro-ekonomi cenderung stabil. Namun, presiden baru diharapkan tidak hanya memunyai visi kuat. Dia juga harus memunyai kepemimpinan kuat, bersih dari korupsi, kredibel, dan didukung masyarakat. Pelaksanaannya harus demokratis.

Hal ini untuk menyelesaikan berbagai agenda reformasi yang belum selesai seperti korupsi, penegakan hukum, reformasi sektor publik, penyediaan lapangan kerja yang lebih merata, dan mempersiapkan tenaga kerja ahli menghadapi kompetisi global. Maka, diharapkan calon-calon pasangan presiden dan wakil presiden dapat berkompetisi secara sehat, sportif, mengartikulasikan visi, serta program yang akan dilaksanakanya saat menjabat nanti.

Dengan demikian, semoga presiden terpilih benar-benar sosok terbaik yang mampu membawa Indonesia lebih maju. Mereka juga mampu menyejahterakan masyarakat sesuai dengan cita-cita para founding fathers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar