|
PERSETERUAN
antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan
ketua umum partai itu, Anas Urbaningrum, makin meruncing. Pimpinan tertinggi
partai itu makin gerah dengan manuver Anas yang dianggap bisa mengganggu
kelancaran tugasnya mengembalikan popularitas partai. Di hadapan ribuan kader,
SBY mengeluhkan serangan banyak pihak terhadap partai yang dipimpinnya.
Serangan
makin gencar justru ketika partai tengah bersiap-siap menghadapi Pemilu 2014.
Ironisnya, sebagaimana dikatakan, serangan itu dilancarkan oleh mereka yang
sebelumnya bergabung dalam partai tersebut. Tanpa menyebutkan nama, publik tahu
siapa yang dimaksud.
Proses
pengunduran diri Anas memang dramatis, bahkan kental rekayasa politik. Seperti
diungkap Anas, kehadirannya sebagai ketua umum tak dikehendaki oleh
sejumlah elite. Keberhasilan Anas menjadi ketua umum melalui kongres di
Bandung dianggap sebagai ’’kecelakaan’’. Pilihan sejumlah elite partai waktu
itu lebih condong kepada Andi Alifian Mallarangeng yang dikenal dekat dengan
SBY.
Namun
berkat kepiawaiannya berpolitik, Anas mampu meyakinkan mayoritas peserta kongres
untuk memilihnya. Dalam perjalanannya, berbagai survei menunjukkan popularitas
partai di bawah kepemimpinannya terus menurun. SBY sebagai ketua dewan pembina
sangat gusar terhadap kondisi partai yang didirikan, yang dilanda prahara
karena banyak kader tersandung kasus korupsi. Dia kemudian turun gunung
membersihkan partai.
Bahkan
SBY meminta semua kader menandatangani pakta integritas, seandainya ditetapkan
sebagai tersangka korupsi harus mundur dari partai. Drama itu akhirnya terjadi,
tak lama setelah Anas meneken pakta integritas, KPK menetapkannya sebagai
tersangka kasus Hambalang.
Anas
seperti masuk perangkap, dia tidak berkutik, dan tidak ada pilihan lain kecuali
mundur. Secara gentle dia
menyampaikan pengunduran dirinya. Setelah mundur, persoalan pada bekas
partainya mengecambah karena Anas menganggap itu baru awal dari banyak episode
yang tengah disiapkan untuk menyerang balik.
Dia
menganalogikan lakon yang dialami sebagai buku, dan yang terjadi saat itu baru
lembar pertama dari ratusan atau ribuan lembar yang akan dia buka. Meskipun tak
secara terang-terangan, Anas mengatakan akan mengoreksi borok partai. Tapi
belum juga membuka semua lembar, ia mendirikan Perkumpulan Pergerakan Indonesia
(PPI) bersama sejumlah teman, di antaranya beberapa kader Demokrat. Kehadiran
organisasi itu membuat gerah para elite Demokrat, termasuk SBY yang terlihat
sensitif, dengan menyebutnya sebagai pihak yang akan menyerang diri dan
partainya.
Kotak Pandora
Mengapa
SBY dengan ketokohannya dan Demokrat sebagai partai besar, risau terhadap PPI,
organisasi ’’kemarin sore’’. Itu organisasi baru, tapi ada banyak mantan
pengurus Demokrat, yang tersingkir bersama Anas, atau kerap disebut loyalisnya.
Akankah Anas merealisasikan ancaman menyerang balik bekas partainya? Episode
inilah yang menarik untuk ditunggu, perseteruan terbuka. Seandainya Anas berani
melawan, itu pertanda memiliki amunisi andalan untuk melawan mantan bosnya.
Sejatinya
Anas tak hanya akan membuka lembar berikut bukunya, tapi ia juga memegang
kotak pandora yang siap dibuka setiap saat. Dalam mitos Yunani, ketika kotak
pandora dibuka, keluarlah bau busuk dan bermacam penyakit. Sebagai pemegang
kotak, Anas bisa membuka kapan saja dia mau, sebagai senjata untuk mempertahankan
diri sekaligus menyerang balik. Tatkala mendirikan PPI yang pendeklarasiannya
berbarengan dengan konvensi capres Demokrat, Anas membuka sedikit pintu kotak
pandora.
Meskipun
Anas bersikeras PPI bukan parpol dan bukan tandingan Demokrat, realitasnya para
elite partai panas dingin, apalagi dalam ormas itu Anas memboyong koleganya di
partai dulu. Tak lama setelah PPI berdiri, beberapa elite yang bergabung
bersama Anas, dicopot dari jabatan, termasuk Saan Mustopa dan I Made Pasek
Suardika yang dikenal loyalis Anas. Keduanya kehilangan jabatan penting di
partai dan Fraksi Demo-krat.
Terasa
mengherankan, petinggi Demokrat bereaksi keras terhadap PPI. Meskipun tidak
mengungkapkan secara langsung, kegusaran SBY saat memberikan pembekalan kepada
kader di Sentul mengarah ke Anas dan PPI. Sebelum acara itu digelar pun,
terjadi ketegangan ketika PPI menggelar diskusi di rumah Anas yang mengundang
mantan ketua partai itu, Subur Budi Santoso. Tokoh itu tiba-tiba membatalkan
kehadirannya dan panitia mengabarkan pembatalan itu karena dia dipanggil Badan
Intelijen Nasional (BIN). Kabar itu menimbulkan kehebohan publik, pencekalan
model Orde Baru yang dilakukan aparat intelijen menjadi isu seksi.
Inilah
kepandaian Anas dan kelompoknya memainkan isu ribbon yang secara tak langsung menghantam pemerintah. Manuver itu
berdampak hebat, sampai SBY menyampaikan keluhan kepada para kader. Bukan hanya
mengeluh, ia juga meminta kader melawan serangan tersebut. Kali ini ia tak
hanya curhat, tapi bersiap membuat perhitungan. Benarkah Anas akan membuka
halaman berikut bukunya, atau membuka lebih lebar lagi tutup kotak pandora? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar