Minggu, 03 November 2013

Kotak Pandora Anas

Kotak Pandora Anas
Husnun N Djuraid  ;  Dosen Univer­sitas Muhammadiyah Malang
SUARA MERDEKA, 02 November 2013


PERSETERUAN antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan ketua umum partai itu, Anas Urbaningrum, makin meruncing. Pimpinan tertinggi partai itu makin gerah dengan manuver Anas yang dianggap bisa mengganggu kelancaran tugasnya mengembalikan popularitas partai. Di hadapan ribuan kader, SBY mengeluhkan serangan banyak pihak terhadap partai yang dipimpinnya.

Serangan makin gencar justru ketika partai tengah bersiap-siap menghadapi Pemilu 2014. Ironisnya, sebagaimana dikatakan, serangan itu dilancarkan oleh mereka yang sebelumnya bergabung dalam partai tersebut. Tanpa menyebutkan nama, publik tahu siapa yang dimaksud.

Proses pengunduran diri Anas memang dramatis, bahkan kental rekayasa politik. Seperti diungkap Anas, kehadirannya sebagai ketua umum tak dikehendaki oleh sejumlah  elite. Keberhasilan Anas menjadi ketua umum melalui kongres di Bandung dianggap sebagai ’’kecelakaan’’. Pilihan sejumlah elite partai waktu itu lebih condong kepada Andi Alifian Mallarangeng yang dikenal dekat dengan SBY.

Namun berkat kepiawaiannya berpolitik, Anas mampu meyakinkan mayoritas peserta ko­ngres untuk memilihnya. Dalam perja­lan­an­nya, berbagai survei menunjukkan po­pu­laritas partai di bawah kepemimpinannya te­rus menurun. SBY sebagai ketua dewan pem­­bina sangat gusar terhadap kondisi partai yang didirikan, yang dilanda prahara karena ba­nyak kader tersandung kasus korupsi. Dia ke­mudian turun gunung membersihkan partai.

Bahkan SBY meminta semua kader menandatangani pakta integritas, seandainya ditetapkan sebagai tersangka korupsi harus mundur dari partai. Drama itu akhirnya terjadi, tak lama setelah Anas meneken pakta integritas, KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus Hambalang.

Anas seperti masuk perangkap, dia tidak berkutik, dan tidak ada pilihan lain kecuali mundur. Secara gentle dia menyampaikan pengunduran dirinya. Setelah mundur, persoalan pada bekas partainya mengecambah karena Anas menganggap itu baru awal dari banyak episode yang tengah disiapkan untuk menyerang balik.

Dia menganalogikan lakon yang dialami sebagai buku, dan yang terjadi saat itu baru lembar pertama dari ratusan atau ribuan lembar yang akan dia buka. Meskipun tak secara terang-terangan, Anas mengatakan akan mengoreksi borok partai. Tapi belum juga membuka semua lembar, ia mendirikan Perkumpulan Pergerakan Indonesia (PPI) bersama sejumlah teman, di antaranya beberapa kader Demokrat. Kehadiran organisasi itu membuat gerah para elite Demokrat, termasuk SBY yang terlihat sensitif, dengan menyebutnya sebagai pihak yang akan menyerang diri dan partainya.

Kotak Pandora

Mengapa SBY dengan ketokohannya dan Demokrat sebagai partai besar, risau terhadap PPI, organisasi ’’kemarin sore’’. Itu organisasi baru, tapi ada banyak mantan pengurus Demokrat, yang tersingkir bersama Anas, atau kerap disebut loyalisnya. Akankah Anas merealisasikan ancaman menyerang balik bekas partainya? Episode inilah yang menarik untuk ditunggu, perseteruan terbuka. Seandainya Anas berani melawan, itu pertanda memiliki amunisi andalan untuk melawan mantan bosnya.

Sejatinya Anas tak hanya akan membuka lembar berikut bukunya, tapi ia juga me­megang kotak pandora yang siap dibuka setiap saat. Dalam mitos Yunani, ketika kotak pandora dibuka, keluarlah bau busuk dan bermacam penyakit. Sebagai pemegang kotak, Anas bisa membuka kapan saja dia mau, sebagai senjata untuk mempertahankan diri sekaligus menyerang balik. Tatkala mendirikan PPI yang pendeklarasiannya ber­barengan dengan konvensi capres Demokrat, Anas membuka sedikit pintu kotak pandora.

Meskipun Anas bersikeras PPI bukan parpol dan bukan tandingan Demokrat, realitasnya para elite partai panas dingin, apalagi dalam ormas itu Anas memboyong koleganya di partai dulu. Tak lama setelah PPI berdiri, beberapa elite yang bergabung bersama Anas, dicopot dari jabatan, termasuk Saan Mustopa dan I Made Pasek Suardika yang dikenal loyalis Anas. Keduanya kehilangan jabatan penting di partai dan Fraksi Demo-krat.

Terasa mengherankan, petinggi Demo­krat bereaksi keras terhadap PPI. Meskipun tidak mengungkapkan secara langsung, kegusaran SBY saat memberikan pembekalan kepada kader di Sentul mengarah ke Anas dan PPI. Sebelum acara itu digelar pun, terjadi ketegangan ketika PPI menggelar diskusi di rumah Anas yang mengundang mantan ketua partai itu, Subur Budi Santoso. Tokoh itu tiba-tiba membatalkan kehadirannya dan panitia mengabarkan pembatalan itu karena dia dipanggil Badan Intelijen Nasional (BIN). Kabar itu menimbulkan kehebohan publik, pencekalan model Orde Baru yang dilakukan aparat intelijen menjadi isu seksi.


Inilah kepandaian Anas dan kelompoknya memainkan isu ribbon yang secara tak langsung menghantam pemerintah. Manuver itu berdampak hebat, sampai SBY menyampaikan keluhan kepada para kader. Bukan hanya mengeluh, ia juga meminta kader melawan serangan tersebut. Kali ini ia tak hanya curhat, tapi bersiap membuat perhitungan. Benarkah Anas akan membuka halaman berikut bukunya, atau membuka lebih lebar lagi tutup kotak pandora? ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar