Senin, 13 Agustus 2012

Pemilu Serentak

Pemilu Serentak
Janedjri M Gaffar ; Kandidat Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Diponegoro 
SINDO,  13 Agustus 2012


Sebagai mekanisme utama berdemokrasi, sangat wajar jika sistem dan pelaksanaan pemilu menjadi aspek utama yang dievaluasi secara terus-menerus.Tahun ini merupakan tahun yang paling dinamis dengan berbagai gagasan perbaikan pemilu karena berbagai produk hukum pemilu dibahas oleh pembentuk undang-undang (UU).

UU Pemilu telah berhasil disahkan walaupun masih menyisakan beberapa masalah hukum yang saat ini sedang diadili di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui perkara pengujian UU. Pembentuk UU juga tengah membahas Rancangan UU (RUU) Pemilihan Kepala Daerah di mana diusulkan gubernur dipilih oleh DPRD provinsi. Gagasan lain yang mengemuka adalah pelaksanaan Pemilu secara serentak. 

Dari sisi pelaksanaan, masyarakat saat ini memiliki empat momentum pemilu, yaitu pemilu legislatif (DPR, DPD, dan DPRD), pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu gubernur, serta pemilu bupati/wali kota. Di beberapa daerah pelaksanaan pemilu gubernur dan pemilu bupati/ wali kota telah ada yang dilakukan secara serentak karena akhir masa jabatan hampir bersamaan. Pelaksanaan beberapa pemilu pada waktu yang berbedabeda mendapatkan kritik setidaknya dari tiga aspek.

Pertama, hal itu tidak sesuai dengan tujuan konsolidasi demokrasi karena menghasilkan kekuatan politik yang terfragmentasi dan berpengaruh pada stabilitas penyelenggaraan negara.Kedua,pelaksanaan beberapa kali pemilu membutuhkan biaya yang besar dan dipandang sebagai pemborosan. Ketiga, empat kali pemilu dalam lima tahun di satu sisi sangat menyita energi pemerintah dan di sisi lain mendatangkan kejenuhan masyarakat sehingga partisipasi dalam setiap pelaksanaan pemilu pun semakin turun.

Lahirlah gagasan untuk melaksanakan pemilu serentak yang tampaknya didukung pemerintah walaupun masih mendatangkan pro-kontra. Selain itu, persoalan yang masih menggantung adalah pemilu mana saja yang akan dilaksanakan serentak? Ada beberapa alternatif pemilu serentak,yaitu serentak untuk semua pemilu, serentak berdasarkan klasifikasi pemilu nasional dan lokal, serentak berdasarkan klasifikasi pemilu legislatif dan eksekutif, atau yang diubah adalah pelaksanaan pemilu kepala daerah menjadi serentak.

Pemilu dalam Konstitusi

Rumusan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan asas pelaksanaan pemilu adalah langsung,umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Ketentuan itu tidak menentukan prinsip pelaksanaan pemilu apakah serentak atau tidak, tetapi menentukan harus dilakukan secara berkala, yaitu lima tahun sekali.Adapun ayat (2) menentukan tujuan pemilu, yaitu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wakil presiden. Perumusan tujuan dalam satu ayat tersebut tentu juga tidak dapat dimaknai bahwa hal dimaksud harus dilaksanakan secara bersamaan.

Kesimpulan berbeda akan diperoleh jika kita melihat perdebatan yang terjadi saat pembahasan ketentuan mengenai pemilu dalam proses perubahan UUD 1945. Untuk pelaksanaan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak terdapat perdebatan berarti, yaitu dilaksanakan secara serentak. Perdebatan terjadi terkait dengan pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu kepala daerah.

Untuk pemilu presiden dan wakil presiden, pendapat yang menguat adalah dilaksanakan secara serentak dengan pemilu anggota DPR,DPD,dan DPRD. Pendapat ini dikemukakan, baik dalam pembahasan bab mengenai pemilu (Pasal 22E) maupun mengenai pemilu presiden (Pasal 6 dan 6A). Setidaknya ada tiga argumentasi yang mendukung pendapat ini.

Pertama, dari sisi anggaran, akan menghemat biaya pelaksanaan pemilu sehingga tidak membebani rakyat. Kedua, dengan pemilu serentak diharapkan presiden yang terpilih adalah dari partai pemenang pemilu dan rakyat dalam memilih anggota DPR dan DPRD juga mempertimbangkan calon presiden dan wakil presiden yang diusung. Ketiga, pemilu presiden dan wakil presiden secara serentak dengan pemilu legislatif akan memperkecil risiko dampak sosial dan politik.

Kuatnya pendapat pelaksanaan pemilu serentak juga tecermin dari adanya usulan ayat khusus dalam Pasal 22E yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara serentak lima tahun sekali. Dalam rancangan Pasal 22E kata “serentak” juga sempat masuk sebagai salah satu asas pemilu dalam ayat (1) bersama-sama asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun, akhirnya, kata “serentak” dihapuskan dengan pertimbangan akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang serta terkait dengan pelaksanaan pemilu kepala daerah yang harus disesuaikan dengan akhir masa jabatan kepala daerah yang berbeda-beda.

Pertimbangan dan Kesiapan Pemilu Serentak

Apabila rumusan Pasal 22E dimaknai sebagai ketentuan konstitusi yang bersifat terbuka terkait dengan pelaksanaan pemilu secara serentak, tentu tidak ada kendala konstitusional jika terdapat perubahan waktu pelaksanaan pemilu. Apalagi jika melihat latar belakang pembahasan perubahan UUD 1945. Lebih lanjut yang harus ditentukan adalah pemilu mana yang tepat dilaksanakan serentak dan mana yang tepat dilaksanakan tersendiri.

Salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah pelaksanaan pemilu anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden secara serentak di satu waktu dan di waktu lain pemilu serentak untuk kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota. Setidaknya terdapat empat aspek dalam pertimbangan alternatif tersebut. Pertama, dari aspek konstitusi yang memang mengarah pada pembagian tersebut. Kedua, konsolidasi demokrasi politik nasional dapat tercapai karena melahirkan konfigurasi politik yang stabil antara eksekutif dan legislatif.

Ketiga, rakyat diberi kesempatan untuk mempertimbangkan para calon dengan memisahkan pelaksanaan pemilu kepala daerah. Keempat, aspirasi dan kepentingan lokal tidak akan dikaburkan dengan aspirasi dan kepentingan nasional atau sebaliknya. Perubahan pelaksanaan pemilu tentu membutuhkan kesiapan, baik dari sisi aturan maupun organisasi semua pihak terkait.

Aturan yang perlu disiapkan terkait dengan pemilu presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan secara serentak dengan pemilu legislatif antara lain adalah dasar enentuan partai politik dan gabungan partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Untuk pelaksanaan pemilu kepala daerah secara serentak, aturan yang harus disiapkan dengan baik adalah masa peralihan terkait dengan masa akhir jabatan kepala daerah yang tidak bersamaan.

Dari sisi teknis, pemilu serentak tentu lebih kompleks terutama untuk pemilu kepala daerah. Oleh karena itu penyelenggara pemilu dituntut untuk mengembangkan kapasitas organisasi karena harus melaksanakan dan mengendalikan lebih dari 500 pemilu kepala daerah yang semula dilaksanakan secara bertahap dalam waktu lima tahun.

Kesiapan juga harus dimiliki oleh aparat penegak hukum dan pengadilan yang berwenang menangani perkara pidana pemilu. Demikian pula MK harus siap memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan pemilu kepala daerah dalam waktu yang bersamaan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar