Minggu, 12 Agustus 2012

Menjemput Lailatul Qadar


Menjemput Lailatul Qadar
Hasibullah Satrawi ; Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir
SINDO,  12 Agustus 2012


TANPA terasa, bulan puasa sudah memasuki 10 hari terakhir. Ini adalah waktu dan momentum yang sangat spesial bagi umat Islam.

Karena pada 10 hari terakhir ini lailatul qadar akan turun ke dunia membawa pelbagai macam keutamaan bagi alam semesta. Lailatul qadar penuh dengan keutamaan. Pada malam ini Alquran diturunkan pertama kali, pada malam ini para malaikat memadati dunia, dan malam ini lebih baik daripada seribu bulan (sebagaimana ditegaskan dalam Alquran Surat Al-Qadar: 1–5). Menurut sebuah Hadis yang diriwayatkan dari Siti Aisyahra, lailatul qadar akan turun pada 10 hari terakhir dari bulan puasa, terutama di malam-malam ganjil seperti malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29.

Meski demikian, sejauh ini tidak ada satu riwayat pun yang memastikan kapan dan bagaimana lailatul qadar itu terjadi.Yang banyak dibahas dan dipastikan adalah pertanda dari malam penuh keutamaan ini seperti keadaan langit yang cerah,duniayangtenang.

Kebaikan Sesaat

Untuk menyambut malam yang sangat istimewa ini, segenap kaum muslimin senantiasa melakukan kebaikan, utamanya di malam hari. Baik kebaikan yang bersifat ibadah ritual seperti salat sunah, berdoa, membaca Alquran, iktikaf di dalam masjid ataupun kebaikan yang bersifat ibadah sosial seperti bersedekah pada malam-malam ganjil, menyantuni mereka yang miskin. Semua kebaikan di atas patut mendapatkan apresiasi dan penting untuk terus ditingkatkan.

Salah satu hikmah di balik ajaran puasa adalah meningkatkan kebaikan ibadah ritual dan kebaikan ibadah sosial sehingga umat Islam berjaya di dalam kehidupan ini dan selamat di alam akhirat nanti. Oleh karenanya, sangat disayangkan bila semua kebaikan di bulan puasa (terutama di 10 hari terakhir) hanya menjadi kebaikan sesaat. Telah dimaklumi bersama, tempat ibadah seperti masjid dan musala yang biasa ramai dengan doa dan wirid di malam bulan puasa (terutama di 10 malam terakhir) tiba-tiba sunyi senyap seiring dengan berlalunya bulan puasa.

Solidaritas sosial yang terbangun selama bulan puasa tiba-tiba retak kembali seiring dengan berlalunya bulan puasa. Padahal, bila kembali pada ajaran Islam, tidak ada satu norma pun yang mengajarkan kebaikan sesaat. Semua ibadah dalam Islam menekankan dua macam kebaikan secara konsisten dan terus-menerus,yakni kebaikan dalam bentuk ibadah ritual dan kebaikan dalam bentuk ibadah sosial. Baik itu puasa, salat, haji maupun zakat dan sebagainya.

Keberagamaan Aktif

Dalam hemat saya, kita membutuhkan pola keberagamaan yang lebih aktif dengan pengamalan kebaikan dan nilainilai luhur tidak digantungkan pada momen-momen tertentu seperti bulan puasa, lailatul qadar. Dengan begitu fenomena kebaikan sesaat tidak terus berkelanjutan. Lailatul qadar adalah momen yang sangat pas untuk mewujudkan keberagamaan aktif seperti di atas.

Sebagaimana telah disampaikan, tidak ada satu riwayat pun yang bisa memastikan kapan lailatul qadar akan turun dan siapa yang akan mendapatkan kehormatan untuk menerimanya. Hal yang sudah dipastikan Alquran dan Hadis adalah bahwa lailatul qadar penuh dengan kebaikan dan keutamaan. Bahkan kebaikan di malam ini melebihi kebaikan yang dilakukan selama seribu bulan (khairun min alfi syahrin).

Dengan demikian, umat Islam tak hanya menunggu kedatangan dan kebagian lailatul qadar, melainkan menjemput momen paling istimewa ini. Sebagaimana umat Islam tak hanya melakukan kebaikan di saat bulan puasa dan momen lailatul qadar, tetapi melakukan kebaikan sepanjang masa. Insya Allah, hal inilah yang dikehendaki Islam dengan semua ajaran yang dibawanya. Wallahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar