Minggu, 12 Agustus 2012

Integritas


Integritas
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi UI,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia
SINDO,  12 Agustus 2012


Belakangan ini ada dua tomus (tokoh musik) yang sedang jadi pembicaraan di media massa dan pergunjingan di kalangan ibu-ibu arisan.

Yang satu berinisial HaRI, tomus dangdut, sekaligus merangkap sebagai tomas (tokoh masyarakat) dan togam (tokoh agama). Saking topnya Bang HaRI ini, band saya (The Professor Band) sering juga memainkan lagu-lagunya atas permintaan penonton (kalau saya sebut judul lagu-lagunya, pasti ketahuan deh identitasnya). Tokoh kedua namanya Ariel (nama yang sesungguhnya, tidak perlu pakai inisial). Genre musiknya pop dan sangat top. Wajahnya tampan menawan.

Bodinya bagus dengan perut six pack. Banyak ibu-ibu muda yang mimpi tidur sama dia (mimpi doang kan enggak dosa). Tetapi dia kena nasib sial. Suatu masa dia sedang selingkuh dengan rekan-rekan sesama artis. Ini dosa betulan, tetapi biasa di masyarakat kita. Bukan hanya artis, tetapi juga togam, tomas, topol (tokoh politik dan tokoh polisi), bahkan todik (tokoh pendidikan, termasuk profesor) melakukannya. Namanya juga manusia, mestilah ada yang meleset imannya. Tetapi sialnya, ketika ia selingkuh itu, dia ambil video tentang dirinya sendiri.

Enggak tahu kenapa dan bagaimana, video klip itu bocor dan beredar di masyarakat. Hebohlah masyarakat. Semua menghujat dia, utamanya para togam, termasuk HaRI. Singkat cerita Ariel masuk bui. Kalau tidak salah sekitar atau hampir dua tahun. Pasalnya dia didakwa dan terbukti bersalah telah merusak moral bangsa, walaupun ketika melakukannya dia hanya berdua dengan WIL (wanita idaman lain)-nya, di kamar yang tertutup, tidak ada yang tahu, selain malaikat dan Tuhan.

Kata guru agama saya, kalau tidak bertobat nasuha, Ariel pasti jadi penghuni neraka yang paling jahanam. Tetapi sebetulnya di luar dirinya sendiri dan WIL-nya, tidak ada orang lain yang dirugikan. Walaupun begitu dia jalani proses hukumnya dengan sabar. Dia maju sendirian ke pengadilan tanpa didukung oleh massa penggemarnya dari Peterpan fans club. Masa hukumannya juga dijalani dengan ikhlas, sambil menghibur teman-temannya sesama napi di penjara. Sekarang Ariel sudah bebas, sudah menebus dosa duniawinya, dan mencoba bangkit kembali dengan bandnya yang sudah di-rename (pinjam istilah komputer) menjadi Noah. Beda ceritanya dengan HaRI.

Baru-baru ini dia dipanggil Panwaslu DKI gara-gara khotbahnya (sebagai togam) yang berbau SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) dan melanggar rambu-rambu Pilkada DKI. Panggilan pertama dia mangkir, panggilan kedua dia hadir diiringi oleh massa, puluhan atau mungkin juga lebih dari seratus orang, yang mendukungnya. Saking terharunya, HaRI sampai meneteskan air mata. Di samping terharu, mungkin juga dia membayangkan bahwa kalau kasusnya ini sampai ke polisi dan pengadilan, dia terancam 8 tahun penjara. Tetapi dia menyatakan diri tidak bersalah.

Dia mengaku berkhotbah sebagai ulama, di masjid, yang rumah Tuhan, dengan audiens yang homogen (seagama) dan dia hanya menyampaikan kebenaran sesuai dengan ajaran agamanya sendiri (jangan memilih pemimpin yang tidak seiman). Masalahnya, kata HaRI, siapa ini yang membocorkan? Mengapa bisa masuk media massa? Ada maksud apa di belakangnya? Pokoknya HaRI mencari kambing putih, bukan kambing hitam, karena dia sendiri berpakaian serba putih.

Beberapa hari yang lalu saya diundang rapat oleh Wamenbud Ibu Wiendu Nuryati dan Wamendik Bapak Musliar Kasim dari Kemendikbud. Hadir bersama saya Prof Tilaar (tokoh senior pendidikan) dan beberapa pejabat kementerian itu. Topik yang dibahas adalah integritas kepribadian bangsa Indonesia. Menurut beliau-beliau (dan saya setuju) banyak masalah akhir-akhir ini di negara ini (korupsi, tawuran, konflik, joki, dll) yang akarnya adalah kurangnya integritas kepribadian manusia-manusianya.

Pertanyaannya, bagaimana kita menanamkan nilai-nilai yang baik kepada generasi muda melalui jalur pendidikan dan budaya? Maka diskusi pun berlangsung dengan serius. Tidak ada teriak-teriak, saling hujat apalagi pengerahan massa. Semuanya berpikir keras dan saling berbagi tentang nilai-nilai apa yang seharusnya kita tanamkan kepada generasi muda untuk membangun kepribadian yang berintegritas.

Mulai dari nilai-nilai Pancasila, sampai agama, budi pekerti, etika dan susila, semuanya habis dibahas. Ternyata sangat sulit merumuskan kepribadian berintegritas itu secara akademik, teoretik, di atas meja, di forum ilmiah. Tetapi di lapangan kebetulan ada contoh yang jelas. Mungkin karena bulan puasa, apalagi sudah masuk 10 hari terakhir, hari-hari Lailatulkadar yang penuh berkah, Allah menunjukkan dua tomus itu sebagai contoh kepribadian yang berintegritas dan yang tidak. Sangat boleh jadi HaRI tidak akan kehilangan ketokohannya di masa depan, karena penggemarnya tidak akan meninggalkannya.

Umumnya memang para fans Indonesia tidak begitu peduli dengan masalah-masalah pribadi tokoh idola mereka. Cucu saya, ABG 12 tahun, terus saja mengkhayal jadi pacarnya Justin Bieber, walaupun dia tahu pasti bahwa JB sudah punya pacar yang bernama Selena Gomez. Begitu juga masih banyak ibu-ibu muda, bahkan perawan ting-ting (yang ayu, maupun yang tidak ayu) yang bermimpi tidur sama Ariel, walaupun mereka sudah menyaksikan videoclip Ariel yang heboh itu.

Kecuali istri saya. Walaupun dia juga ngefans sama Ariel, malah hafal lirik lagu-lagunya, buat dia yang penting dia sendiri bisa tidur dan saya tidur bersama dia. Dia tidak akan mimpi apa-apa lagi. Kalau saya tidak tidur sama dia, nah, baru dia mimpi macam-macam. Tomus HaRI juga sama. Popularitasnya tidak akan menurun. Bahkan popularitasnya terbukti tambah naik sesudah beberapa tahun yang lalu dia kedapatan bersama seorang wanita bernama Bidadari di sebuah apartemen, dan ketika itu ia juga menangis.

Di sisi lain, kalau bicara tentang integritas, maka ukurannya lain lagi. Pribadi yang berintegritas adalah pribadi yang berani bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya, tidak mengajak-ngajak massa pendukungnya, ikhlas menjalani hukumannya, tidak mencari kambing hitam, putih, kuning, biru atau hijau, apalagi bersuuzan untuk melibatkan kawannya ikut masuk penjara. Masalahnya, di Indonesia ini sekarang banyak sekali tonas (tokoh nasional) sampai tokal (tokoh lokal) yang tak berintegritas.

Hampir semua calon dalam pilkada yang kalah mengajak massa, mengamuk, merusak, dan mencari kambing hitam (biasanya KPUD) kalau dia tidak terpilih. Hampir semua yang diseret KPK ke pengadilan, membongkar rahasia semua orang sehingga seluruh sistem roboh berantakan. Ibaratnya menarik seutas rambut dari setumpuk beras, begitu rambutnya tertarik, tumpukan berasnya berantakan. Kalau sudah demikian banyaknya orang, bukan hanya beberapa tokoh, yang tidak berintegritas, maka sulitlah membangun bangsa ini.

Dulu, di zaman Tahir Djide masih melatih badminton, bertahun-tahun lamanya Indonesia merajai dunia dalam dunia olahraga bulutangkis. Waktu itu, seingat saya, hampir semua oknum bulutangkis, dari mulai pengurus, pemain dan officials, bersih, berintegritas. Tidak pernah saya dengar waktu itu (sejauh yang saya ingat) ada oknum bulutangkis yang selingkuh, atau korupsi. Jauh sekali dari PSSI yang sejak dulu ribut melulu, karena dari pengurus sampai pemain dan officials semuanya main sesukanya sendiri. Pantaslah kalau PSSI hampir tidak pernah juara.

Begitu juga dengan bangsa dan negara. Kalau sebagian besar tokoh, pejabat, politisi, Polri, TNI, pegawai, pendidik, pedagang, ibu rumah tangga dan anak-anak, bahkan mungkin KPK sendiri (KPK juga manusia) tidak berintegritas, tentu akan terus-menerus berlangsung joki UMPTN, korupsi pengadaan Alquran, studi banding bodong, konflik horizontal masalah agraria, jembatan, jalanan dan sekolah ambruk tidak diperbaiki dan seterusnya. Terus, apa kata dunia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar