Senin, 13 Agustus 2012

Bairuha’ Resort


Bairuha’ Resort
Husnun N Djuraid ; Jurnalis dan Pengurus Masjid Cut Nyak Dien Malang 
JAWA POS,  13 Agustus 2012


MADINAH Al Munawwarah dikenal sebagai kota yang indah dengan suhu udara yang tidak terlalu terik jika dibandingkan dengan kota lain di Arab Saudi. Keindahan Madinah sudah digambarkan sejak zaman Rasulullah dengan tanahnya yang subur dan mata air di berbagai tempat. Di sekitar Masjid Nabawi ada tempat yang sangat indah, sebuah tanah perkebunan dengan sumber air yang jernih. Rasulullah suka datang ke tempat yang diberi nama Bairuha' itu dan meminum air langsung dari sumbernya. Bairuha' sangat strategis, berhadapan langsung dengan masjid. 

Tidak jelas di mana lokasinya sekarang, mungkin sudah masuk wilayah perluasan masjid. Atau sudah berubah menjadi "perkebunan beton" dengan tanaman bernama Intercontinental, Movenpick, Hilton, Radisson, Western, Ramada, dan beberapa bangunan jangkung lain yang sudah mengepung masjid yang dibangun Rasulullah itu. Bagian bawah bangunan menjulang langit tersebut diisi toko yang menjual aneka kebutuhan, yang selalu padat pengunjung setelah salat wajib. Satu di antaranya adalah pusat perbelanjaan Bin Dawood yang sangat terkenal itu.

Jejak Bairuha' sama sekali tidak kelihatan, digantikan oleh bangunan baru. Pemerintah di sana tampaknya tidak perlu memelihara tetenger sejarah masa Rasulullah dengan alasan bisa menimbulkan syirik.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Bairuha' adalah sebuah "resort" indah milik konglomerat kaya kaum Ansor di Madinah yang bernama Abu Thalhah. Tempat itu adalah kekayaan yang sangat dibanggakan dan dicintai. Ketika turun ayat 92 surat Ali Imran: lan tanalul birra.... Kamu belum sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahui. Abu Thalhah langsung menemui Rasulullah. Dia bertanya, apa benar telah turun ayat lan tanalul birra... tersebut. Rasulullah membenarkan.

Mendengar jawaban Rasulullah itu, Abu Thalhah berkata, "Sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha' dan aku bermaksud menyedekahkannya agar mendapat kebaikan dan simpanan di sisi Allah. Maka, manfaatkan kebun itu ya Rasulullah seperti yang ditunjukkan Allah kepadamu." Rasulullah menjawab, "Bairuha' adalah harta yang sangat menguntungkan." Meskipun demikian, pemberian itu tidak langsung diterima. Rasulullah minta kepada Abu Thalhah untuk menyerahkan kebun itu kepada saudara-saudaranya. Orang terkaya di Madinah itu pun memenuhi perintah Rasulullah.

Kisah itu menunjukkan besarnya ketaatan seorang mukmin kepada perintah Allah dan rasulnya. Para ahli ibadah tersebut memenuhi perintah Allah bukan karena takut atau sekadar menggugurkan kewajiban, tapi ada kenikmatan di dalamnya. Kehilangan harta yang paling dicintai bukan suatu malapetaka -seperti kebanyakan terjadi pada kita saat ini-, tapi justru menjelma sebagai suatu kenikmatan. Sebab, harta itu diserahkan dengan ikhlas.

Sulit menggambarkan ikhlas karena sangat abstrak. Kata Ibnul Qoyyim, bahkan para malaikat pun tidak tahu tentang ikhlas sebelum perbuatannya dikerjakan. Para ahli ibadah menyebut ikhlas seperti angka nol (0). Kalau diletakkan di belakang angka biasa, ia akan memberi nilai lebih. Semakin banyak nol di belakang, semakin tinggi nilainya. Sebaliknya, kalau nol ada di depan, akan semakin berkurang nilai angka di belakangnya. Abu Thalhah telah membuktikan tindakannya yang spontan memenuhi anjuran Allah untuk menginfakkan harta yang paling dicintainya.

Menjelang berakhirnya ibadah puasa kita tahun ini, ada baiknya kita belajar dari Abu Thalhah. Pada saat-saat seperti ini biasanya kita disibukkan dengan mempersiapkan diri menghadapi Idul Fitri yang harus dirayakan dengan segala kemeriahannya. Biaya besar disiapkan agar saat Lebaran bisa tampil beda, terutama saat pulang kampung untuk menemui sanak saudara. Ada yang merasa malu kalau pulang kampung masih pakai HP yang sama dengan tahun lalu. Maka, jadilah pulang kampung sebagai ajang unjuk kemampuan materi. Ada satu hal yang sering luput dari perhatian, yakni membayar zakat. "Oh, kalau zakat, sudah dong, 2,5 kg beras, kan?"

Ya, kalau zakat fitrah, tidak perlu dibahas karena semuanya sudah paham dan mampu menjalankannya. Tapi, ada zakat harta benda (mal) yang belum dipahami sehingga tak jarang menimbulkan perdebatan. Ada yang punya deposito, perhiasan, tanah pertanian, peternakan tambang, dan sebagainya yang sudah sampai batas waktu satu tahun dan jumlahnya mesti dizakati. 

Orang kaya punya prinsip, gaji boleh satu, tapi penghasilan jangan satu. Begitu juga dengan penghasilan, ada yang bergaji Rp 10 juta per bulan masih bingung membayar zakat mal atau tidak. Apakah diambilkan dari gaji yang diterima tiap bulan atau dipotong kebutuhan yang lain. Perhitungannya dibikin jelimet sehingga membuat banyak orang bingung. Saking bingungnya, sampai akhirnya kewajiban itu tidak terbayarkan. Zakat mal yang sudah menjadi kewajiban kalah oleh "zakatmall" yang justru dinomorsatukan.

Sebenarnya tidak perlu bingung. Dengan kesadaran sendiri saja, kalau punya penghasilan sudah sesuai dengan nisab, keluarkan 2,5 persennya. Kesadaran itu penting karena akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada harta dan kehidupan yang lebih luas. Sudah banyak cerita para ahli sedekah yang rezekinya berlipat-lipat, seperti yang disampaikan Rasulullah bahwa tidak akan berkurang harta yang disedekahkan. Orang yang suka memberi, bertakwa, dan membenarkan ajaran Allah, maka akan dimudahkan baginya jalan yang mudah. Tidak pernah ada cerita para ahli sedekah kemudian jatuh miskin. Yang ada justru kehidupannya semakin baik.

Sebaliknya, kalau kewajiban itu tidak dilaksanakan, siap-siaplah menyambut datangnya malapetaka dalam berbagai bentuk. Harta yang tidak barokah akan menimbulkan masalah dan ketidaktenangan dalam hidup. Harta yang diimpikan bisa membuat bahagia justru menjadi beban yang menggelisahkan. Bersihkan harta sebelum dibersihkan oleh Sang Pemilik Segala Harta. 

Kebingungan muncul lagi, zakat itu diberikan kepada siapa? Gampang, sekarang sudah banyak lembaga amil zakat yang siap menyalurkan zakat mal kita. Tapi, kita tetap harus selektif memilih lembaga amil zakat. Sebab, ada beberapa lembaga yang berafiliasi kepada partai politik. Lembaga amil zakat akan menyalurkan zakat umat untuk kepentingan umat. 

Tidak perlu menggelar open house yang mengundang ratusan bahkan ribuan kaum miskin datang ke rumah hanya untuk menerima uang lima puluh atau seratus ribu. Kalau mau lebih tepat sasaran, datanglah ke kampung-kampung untuk mencari fakir miskin yang membutuhkan bantuan. Jumlah mereka banyak sekali dan mereka berada di sekitar kita. Mereka adalah penyelamat kita dari bala yang timbul karena enggan membayar zakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar