Kapten
Rivai, Tragedi Sewol, dan Sekolah Pelayaran Kita
Anonim ; ……………???.
|
KORAN
SINDO, 01 Mei 2014
Beberapa
pekan belakangan hati kita terharu oleh berbagai tragedi transportasi. Di
Malaysia, pejabat saling lepas tangan dan menyembunyikan informasi atas
tragedi menghilangnya pesawat MH370.
Tapi di
Korea Selatan, ada nuansa lain di balik tragedi tenggelamnya kapal feri
Sewol. Kapal yang hendak berlayar dari Pelabuhan Incheon ke Pulau Jeju itu
mengangkut 476 penumpang. Sebagian besar siswa sekolah yang hendak berwisata
dan didampingi sejumlah guru. Belum sampai tujuan, terdengar dentuman keras
sampai akhirnya tenggelam. Belum jelas apa penyebab dentuman. Sampai Senin
(21/4), korban tewas 64 orang, 238 hilang, dan yang selamat 174 orang.
Masyarakat
Korea Selatan menilai kasus ini sebagai insiden transportasi laut terburuk
yang pernah terjadi di negaranya. Mengapa korban bisa begitu banyak? Dugaan
sementara karena nakhoda terlambat memberikan perintah evakuasi. Kapten
kapal, Lee Joon-seok, 69, baru memerintahkan evakuasi 30 menit setelah Pusat
Pemantau Lalu Lintas Kapal Korea Selatan menginstruksikan agar penumpang dan
awak kapal dievakuasi.
Menurut
korban yang selamat, para penumpang diminta tetap di tempat dan baru sekitar
30 menit kemudian kru kapal memulai proses evakuasi. Bukan membantu
penumpang, Lee tertangkap kamera lari meninggalkan kapal terlebih dahulu. Ia
dan beberapa krunya selamat, tapi kini ditahan dan diperiksa dengan tuduhan
kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa.
Beruntung
di kapal feri tersebut masih ada Park Jee-young. Park, perempuan 22 tahun,
membantu para penumpang dengan membagi-bagikan pelampung sampai dia sendiri
tidak kebagian. Ketika Park ditanya mengapa tidak mengenakan jaket pelampung,
dia menjawab bahwa awak kapal harus mengutamakan untuk membantu para
penumpang terlebih dahulu dan menjadi orang terakhir yang menyelamatkan diri.
Park
akhirnya tewas. Aksi heroik Park mendatangkan banyak pujian. Sebaliknya aksi
Lee menuai kecaman. Bahkan kecaman itu datang dari Presiden Korea Selatan
Park Geun-hye yang menilai perilaku Kapten Lee tidak bisa diterima dan setara
dengan upaya pembunuhan.
Insiden
memalukan Kapten Lee mengingatkan kita akan aksi serupa yang dilakukan
Francesco Schettino, kapten kapal Costa Concordia yang tenggelam pada 13
Januari 2012 silam karena menabrak karang di Pantai Isola, dekat Pulau
Giglio, Italia. Kapal pesiar itu mengangkut sekitar 4.200 penumpang dan awak
kapal. Akibat kecelakaan itu, 5 penumpang tewas. Kapten Schettino diketahui
meninggalkan kapal sebelum semua penumpang dievakuasi.
Ajaran Konfusius
Kini,
kasus tenggelamnya kapal feri Sewol bergulir ke ranah politik. PM Korea
Selatan Chung Hong-won mengundurkan diri dari jabatannya dan disetujui
Presiden Park. Namun, pengunduran diri PM Chung baru berlaku efektif saat
krisis berhasil dikendalikan. Bagi saya, mundurnya PM Chung gambaran dari
masih dijunjung tingginya etika Konfusius di kalangan masyarakat Korea
Selatan.
Etika
Konfusius terdiri atas nilai-nilai kerja keras, kesetiaan pada organisasi,
dedikasi, menjunjung tinggi harmoni sosial, cinta pendidikan dan
kebijaksanaan, serta peduli pada kesopanan sosial. Selain itu mereka juga
menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan dan harga diri yang terus
dipraktikkan para pemimpinnya. Beda benar dengan di sini yang juga punya
nilai serupa, tetapi tak lagi dipraktikkan para pemimpin yang selalu sembunyi
tangan, cari aman, dan saling menyalahkan.
Unsur-unsur
etika ini memiliki semua aspek positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Konfusius mengakui, untuk membangun sebuah bangsa,
pengorbanantertentuharusdibuat oleh individu. Pengorbanan pribadi dalam
rangka memajukan kepentingan bangsa ada pada semua masyarakat Asia Timur dan
Tenggara seperti di Korea Selatan, Jepang atau China. Menurut etika ini,
seseorang pemimpin harus bersifat arif dan bijaksana terhadap orang yang
dipimpinnya.
Seorang
bawahan harus menghormati atasan dan sebaliknya. Seorang pemimpin juga
diharapkan menampilkan Ren yang berarti kebajikan atau humanisme dan memiliki
pemikiran Yi atau diharapkan menegakkan standar tertinggi perilaku moral.
Kepentingan individu harus dikorbankan demi kebaikan organisasi dan bangsa.
Dalam
kasus tenggelamnya kapal feri Sewol, apa yang dilakukan kapten Lee dan awak
kapallainnya—terkecuali Park–– jelas sangat bertentangan dengan etika
tersebut dan mencerminkan sejumlah kegagalan sekaligus. Mereka gagal menjaga
standar keamanan transportasi lautnya. Mereka gagal membangun sistem yang
mampu melakukan respons cepat dalam melaksanakan penyelamatan.
Mereka
pun gagal mempertahankan kinerja sumber daya manusianya—sesuatu yang jadi
faktor kunci keberhasilan Korea Selatan selama ini. Kapten kapal lambat memberikan
perintah evakuasi. Kegagalan ini bukan hanya cermin kegagalan di industri
transportasi laut, tapi juga cermin kegagalan pemerintahannya. Inilah yang
memicu pengunduran diri PM Chung.
Kapten Rivai
Baiklah
itu yang terjadi di Korea Selatan. Di Indonesia, kita sangat bangga pernah
memiliki Abdul Rivai sebagai kapten kapal Tampomas II. Kapal ini tenggelam di
Perairan Masalembo, LautJawa, pada 25Januari1981. Para penumpang yang selamat
menyaksikan saat kapal mulai miring, kapten Abdul Rivai masih sibuk
membagikan pelampung ke para penumpang.
Ketika
seorang awak kapal Tampomas II mengajak kapten Rivai meninggalkan kapal, dia
menolak karena belum semua penumpang bisa diselamatkan. Pada detik-detik
terakhir saat kapal mulai tenggelam, kapten Rivai terlihat ada di pucuk
anjungan sambil berpegang pada kusen jendela. Ia berpegang teguh pada janji
seorang kapten kapal, yakni menjadi orang terakhir yang meninggalkan kapal
saat terjadi bencana.
Kita
sangat bangga memiliki kapten Rivai yang mewariskan tradisi kepemimpinan di
dunia maritim. Sayangnya kita kurang bisa memelihara warisan itu. Nama kapten
Rivai jarang kita sebut, bahkan tak pernah dijadikan bahan ujian di sekolah.
Sebaliknya,
Minggu lalu, kita malah menyaksikan seorang siswa Sekolah Tinggi Ilmu
Pelayaran (STIP) yang masih muda tewas dianiaya seniornya. Seorang siswa yang
tega menganiaya siswa lain pasti tak akan menjadi kapten kapal yang sehebat
kapten Rivai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar