Sabtu, 02 November 2013

Pekerjaan vs Keluarga

Pekerjaan vs Keluarga
Billy Boen ;  CEO PT YOT Nusantara; Director PT Jakarta International Management (JIM); Shareholder, Rolling Stone Café
KORAN SINDO, 01 November 2013


Kalau digabungkan antara kaskus, kickandy.com, billyboen.com, youngontop.com dan rubrik “Semangat Baru with Young On Top” ini, rasanya saya sudah menulis semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan, bisnis, karakter, serta pola pikir yang bisa terbayangkan oleh saya. 

Jadi beberapahari yanglalu, saya melempar pertanyaan via akun Twitter saya: @billyboen, menanyakan apakah ada sebuah tema yang mereka ingin saya bahas. Dari sekian banyak ide tema yang diberikanke saya, ide tema tulisan saya hari ini datang dari seorang followersaya diTwitter@rozak_rosicky. Terima kasih Abdul. Menurut saya, di dalam hidup ini, tidak mungkin kita bisa hidup seimbang dengan sempurna. 

Seperti kiasan yang sering kita dengar, tidak ada hal yang sempurna di dunia ini; meski juga ada yang beranggapan bahwa semua di dunia ini yang merupakan ciptaan Tuhan adalah sempurna. Hmm, dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas mana yang benar dan mana yang salah. 

Penilaian kehidupan seimbang dengan sempurna antara pekerjaan dan keluarga pun kalau dinilai ada, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Maksud saya apa? Seseorang yang bekerja dari Senin hingga Jumat pukul 08.00–17.00, dan selalu bersama keluarga sejak pulang kantor hingga sebelum tidur, dan selalu menghabiskan akhir minggunya bersama keluarga mungkin bisa dianggap sebagai “seimbang”. 

Pasangan di rumah dan anak tidak pernah mengeluh. Ini termasuk seimbangkah? Mungkin iya. Tapi kalau dilihat dari sudut pandang jumlah jamnya antara dia berada di kantor dan ketika dia berada di rumah, jelas tidak seimbang. 

Nah, apalagi kalau Anda adalah seorang pekerja yang sering lembur di kantor, atau setelah pulang kantor pun Anda sering keluar bersama rekanrekan kantor atau harus pergi ke dinner meeting bersama atasan dan mungkin sering ditugaskan ke luar kota atau bahkan ke luar negeri, jelas keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga menjadi berat sebelah.

Seperti biasa, saya tidak akan menulis teori di sini. Saya akan coba ceritakan kehidupan saya dalam berkarier vs keluarga. Dari sejak saya kerja kali pertama di PT Berca Sportindo (distributor tunggal Nike di Indonesia saat itu), saya punya satu tujuan dalam berkarier: saya ingin menjadi pimpinan sebuah perusahaan yang memegang brand yang saya suka, karena passion saya adalah brand management. Tujuan saya jelas. 

Untuk supaya saya bisa meraih impian saya tersebut, saya bekerja semaksimal yang saya bisa. Saya terus mengasah interpersonal skill dan karakter saya. Beruntung saya kala itu bekerja sesuai passion saya. Saya adalah orang yang sangat driven (kalau mau sesuatu, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkannya). 

Karena dari kecil sering diingatkan oleh ayah saya, “Bill, kalau kamu mau sukses, kamu harus punya teman yang banyak”, maka ketika bekerja pun saya selalu berusaha menjalin relasi, kalau bahasa kerennya: Networking. Nah, hal ini saya lakukan sering kali setelah jam pulang kantor. 

Saya bersama teman-teman sering pergi hang out, dan bertemu orang-orang baru. Saya percaya bahwa ini saya perlukan untuk menunjang karier saya. Dan saya tidak salah berpikir demikian, karena saya bisa seperti hari ini, karena bantuan banyak dari temanteman saya. Tapi, apa yang saya lakukan itu jelas mengurangi waktu saya bersama keluarga. 

Beruntung istri dan anak saya bisa mengerti hal tersebut. Meskipun sekali-kali mereka komplain karena saya jarang di rumah. Ketika saya menjabat sebagai general managerOakley untuk Indonesia di usia 26 tahun, waktu saya untuk keluarga semakin berkurang. Saya dan keluarga yang kala itu pindah ke Bali pun semakin jarang bertemu. 

Saya yang berkantor di Nusa Dua, Bali harus ke Jakarta memimpin kantor cabang di sini, bertemu dengan rekan-rekan media dan retailer setidaknya 10 hingga 14 hari setiap bulannya. Mungkin karena istri dan anak saya “sudah terbiasa”, mereka pun jarang komplain. Tapi saya tahu betul, mereka pastinya menginginkan saya untuk bisa sering berada di rumah. 

Sekali lagi, jelas kehidupan saya antara bekerja vs keluarga, tidak seimbang. Sekarang saya sudah “banting setir”, saya sudah tidak lagi bekerja sejak akhir tahun 2009. Sekarang saya memiliki beberapa bisnis dan memimpin beberapa perusahaan milik sendiri. Waktu saya jelas lebih fleksibel. Saya bebas mau ke kantor jam berapa pun. 

Tidak ke kantor pun tidak akan ada yang menegur saya. Setiap hari saya pergi meninggalkan rumah pukul 09.00. Saya jarang bertemu dengan macet. Ketika saya ingin makan malam masakan istri di rumah, saya biasanya pulang sebelum jam 3-in-1, alias pukul 16.30 WIB. Jelas waktu saya di rumah pun lebih banyak dibandingkan dengan ketika saya masih bekerja kantoran.

Lalu, apakah lantas kehidupan saya antara bekerja vs keluarga sudah dapat dikatakan seimbang? Saya rasa belum, tapi yang pasti, sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kenapa? Karena ketika saya di rumah pun, sering kali saya masih harus membuka laptop dan bekerja. 

Di akhir minggu pun, sering kali saya harus pergi meninggalkan rumah untuk memberikan seminar/workshop di berbagai perusahaan maupun kampus. Hidup saya belum seimbang. Jadi, dari tulisan saya kali ini, apa intisari yang bisa didapat? Menurut saya, keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga jangan semata hanya diukur dari jumlah waktunya saja.

 Jumlah waktu jelas merupakan salah satu faktor penentu apakah kehidupan pekerjaan Anda seimbang dengan kehidupan berkeluarga Anda. Maksudnya apa? Jelas kehidupan Anda tidak seimbang, kalau Anda tidak berada di rumah sebanyak 16 jam setiap harinya. Namun, bukan juga berarti kalau Anda hanya di kantor selama 8 jam lantas kehidupan Anda sudah bisa dibilang seimbang. 

Maksudnya apa? Percuma kalau ketika Anda di rumah pun, Anda tidak menghabiskan waktu bersama pasangan dan anak Anda. Kalau di rumah Anda sibuk di depan laptop Anda, ya sama aja ‘bohong’. Memperbanyak waktu di rumah itu satu langkah awal untuk membuat keseimbangan kerja vs keluarga lebih memungkinkan. 

Namun yang terpenting adalah kualitas dalam menjalani kehidupan di rumah lah yang juga menentukan. Seperti yang saya katakana di atas, saya pun masih berusaha untuk bisa hidup “seimbang”. Meski sekarang waktu saya untuk keluarga lebih banyak dibandingkan dulu, saya masih belum merasa bahwa saya telah memberikan kualitas waktu terhadap keluarga saya. Saya masih terus berusaha untuk memiliki kehidupan yang “seimbang”. 

Apakah ini tidak akan pernah bisa tercapai, it’s OK. Yang penting saya terus berusaha untuk mencapainya. Kalau bisa jadi orang yang sukses secara karier dan punya keluarga yang harmonis, kenapa tidak? Untuk anak saya yang berulang tahun hari ini: Happy Birthday, James! Proud of You, Love You! See you ON TOP!  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar