Rabu, 20 November 2013

Marah Tebang Pilih Kasus Sadap

Marah Tebang Pilih Kasus Sadap
Ridlwan  ;   Wartawan Jawa Pos, Menempuh Master Kajian Stratejik Intelijen UI  
JAWA POS,  20 November 2013
  

SUAMI mana yang tidak marah ketika tahu pembicaraan pribadi istrinya dicuri dengar oleh orang lain? Kemarahan itulah yang sangat mungkin dirasakan Presiden SBY. Selain disampaikan kepada anak buahnya secara internal, SBY ''ngamuk'' melalui akun Twitter pribadinya. Mungkin, PM Australia Tony Abbot juga salah satu follower SBY dan membaca murka itu. 

Kemarahan SBY wajar karena ibu negara, menurut data pembangkang AS Edward Snowden yang dikutip The Guardian, juga menjadi sasaran penyadapan. Itu jelas sasaran yang tidak lazim. 

Belum pernah terungkap sebelumnya first lady (atau first husband) yang masuk daftar sadap pihak asing di dunia intelijen. Angela Merker disadap bukan karena dia wanita, tapi dia kanselir. Apakah suami Angela (Joachim Sauer) juga disadap? Tidak ada kabar itu.

Intelijen adalah mata dan telinga negara. Mereka harus melakukan penyadapan agar data untuk user (baca: kepala negara) valid, tepat waktu, dan akurat (velox et exactus) 

Ada beberapa metode pengumpulan data lawan. Misalnya, teknik humint (human intelligence) yang menggunakan agen di lapangan. Agen intel Australia di Jakarta tentu ada dan mereka beroperasi. Ada juga imint atau imagery intelligence yang mengumpulkan data lewat foto satelit atau penginderaan jauh. Nah, penyadapan termasuk sigint atau signal intelligence, yang mengumpulkan data berdasar komunikasi elektronik (telepon, e-mail, dan sebagainya).

Intelijen kita juga bekerja melakukan upaya kontra atau penangkalan terhadap upaya mata-mata lawan yang beroperasi di Indonesia. Misalnya, dikisahkan oleh Ken Conboy dalam bukunya berjudul Intel, Inside Indonesia Intelligence Service (2009). 

Yang paling melegenda adalah operasi penangkapan Letkol Johanes Sudaryanto, anggota dinas hidrografi TNI-AL yang ternyata intel Soviet. Itu berawal dari penyadapan telepon satsus intel yang dipimpin Benny Moerdani kepada Pavlovich Finenko, station manager Aeroflot, maskapai penerbangan Rusia, di Jakarta.

Dari sadapan, diketahui 4 Februari 1982 Sudaryanto harus ketemu kontaknya di Restoran Jawa Tengah, Menteng. Intel Soviet bernama Egorov pun ditangkap dan dipulangkan. Sedangkan Finenko yang berpaspor sipil ditahan. 

Oleh pemerintahan Soeharto, insiden itu di blow up, seminggu penuh kedutaan Soviet diduduki mahasiswa. Pada 13 Februari 1982, Finenko dibebaskan dengan barter Aeroflot tutup operasi maskapai di Indonesia.

Kita mungkin bisa bertindak lebih tegas seandainya bisa melakukan operasi tangkap tangan saat Australia menyadap. Sayangnya, info penyadapan itu didapat dari media. Tahun penyadapan itu pun sudah agak lama, yakni 2009, awal-awal kerja kabinet SBY jilid II. 

Menyadap urutan nama-nama (SBY, Boediono, dan para menteri) yang terpublikasi di The Guardian mungkin ''wajar'' untuk mengetahui peta politik Tapi, mengapa Bu Ani juga ikut disadap? Bisa saja, agen-agen darat di Jakarta mendapat informasi bahwa Bu Ani juga berperan di pemerintahan. 

Karena info itu masih open source alias rasan-rasan, lembaga intelijen Autralia, DSD, lalu menyadap ponsel Bu Ani. Memang ngawur, tapi cerdik. Karena itu, kemarahan SBY kali ini yang ''tebang pilih'' bisa kita pahami sebagai kemarahan presiden bercampur suami. 

Tebang pilih yang lain, AS juga disebut Snowden menyadap lewat kedutaan besarnya di Jakarta. Namun, protes Indonesia tidak sekeras kepada Australia. Menko Polhukam Djoko Suyanto pada 30 Oktober hanya menyatakan: penyadapan itu tindakan tidak bersahabat dan bertentangan dengan hubungan baik Indonesia-AS. 

Sedangkan kepada Australia, Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan ungkapan sengit, misalnya dengan menjuluki Pac Man, penelan segala yang di hadapannya. Bahkan, duta besar RI ditarik dari Australia dan ada kemungkinan pengusiran duta besar Australia di Jakarta. 

Bahkan, SBY men-tweet saatnya kerja sama dengan Australia ditinjau ulang. Padahal, bukan rahasia kalau Australia memberikan dana besar kepada komunitas intelijen kita, terutama intelijen Polri. Misalnya, bantuan peralatan dan pelatihan untuk Densus 88, bantuan pembuatan laboratorium cybercrime Bareskrim Polri yang full dibantu AFP (Australian Federal Police). Tapi, kita juga membantu menangkal imigran gelap masuk Australia dengan operasi di perairan perbatasan Cibalong, Garut-Pulau Christmas, Australia. 

Hati-hati, tidak ada makan siang gratis. Kalau memang sudah siap, tidak usah makan siang dengan Australia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar