Jumat, 01 November 2013

Cegah Korupsi Sedari Kuliah

Cegah Korupsi Sedari Kuliah
Gatot Hendro Prakosa  ;   Dosen Universitas Mercu Buana, Jakarta
KORAN JAKARTA, 31 Oktober 2013
  
Modus operandi korupsi di Tanah Air bisa bervariasi, walau dengan satu benang merah: penyalahgunaan wewenang. Deretan pelaku korupsi selalu dihiasi nama-nama pejabat, mantan pejabat, atau mereka yang dekat dengan pejabat, bisa anak, istri, suami, kolega, atau teman.
Setiap orang bisa memiliki persepsi berbeda ketika mendengar "kriminal". Ada yang memahami sebagai perampokan, pencurian, pencopetan, dan masih banyak lagi. Intinya, kata "kriminal" selalu mengacu pada tindak kejahatan yang dilakukan seseorang (atau berbarengan) pada orang lain. Biasanya disertai motif perampasan (harta atau uang).

Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, definisi kriminalitas adalah suatu kejahatan (pelanggaran yang dapat dihukum). Unsur kejahatan tersebut mungkin sesuai dengan kriteria kriminal di benak setiap orang.

Turunannya adalah kriminologi atau kriminolog. Kriminologi, menurut WA Bonger, adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Lebih jauh lagi, J Constant menambahkan bahwa kriminologi juga untuk menentukan faktor-faktor penyebab kejahatan, sementara orang akan dengan serta-merta menyebut para ahli kriminologi sebagai kriminolog.

Pada dasarnya, kriminologi sebuah ilmu yang diciptakan untuk mempelajari perilaku jahat, sebab-sebab, serta lebih jauh (diharapkan) bisa memberi jalan untuk mencegahnya, baik dari sisi pelaku ataupun korban. Kriminologi secara khusus mempelajari perbuatan kejahatan, mulai dari teori kriminologi modern, kebijakan kriminal, mempelajari dari sisi korban pada mata kuliah viktimologi, sampai pada kriminal modern seperti cyber crime.

Di Indonesia, kriminologi sebagai ilmu khusus bisa dipelajari di UI sebagai bagian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Cabang Baru

Meminjam logika berpikir tentang kriminologi, mungkin sudah saatnya para pakar hukum dan ilmu sosial di Indonesia mendesain sebuah cabang ilmu baru yang secara khusus mempelajari tentang korupsi yang setiap hari didengar dan disajikan media.

Modus operandi korupsi di Tanah Air bisa bervariasi, walau dengan satu benang merah: penyalahgunaan wewenang. Deretan pelaku korupsi selalu dihiasi nama-nama pejabat, mantan pejabat, atau mereka yang dekat dengan pejabat, bisa anak, istri, suami, kolega, atau teman.

Menyikapi kondisi yang sudah sedemikan rumit, sudah selayaknya cendekiawan di negeri ini mulai berpikir betapa pentingnya mencegah dan mengatasi korupsi dengan cara yang lebih cerdas dan tegas. Sepertinya, sudah cukup beretorika dengan berbagai wacana, betapa korupsi itu bisa dicegah dengan peningkatan kualitas individu. Di satu sisi, pendapat itu memang benar, sangat benar, dan memang tidak bisa dibantah. Orang mungkin bisa berusaha meningkatkan kualitas individu dalam konteks mencegah korupsi dengan mengangkat kesejahteraan, peningkatan kualitas iman, atau pengawasan yang ketat.

Toh, hasilnya sama. Korupsi makin menggila. Pelaku tersebar dari tingkat atas hingga paling bawah. Hal yang membedakan mereka hanyalah jumlah dana yang dikorupsi.

Ketika kriminalitas dianggap sangat berbahaya dan perlu dipelajari secara khusus hingga melahirkan kriminologi, sudah sepantasnya para pakar memikirkan untuk mulai menggagas sebuah jurusan peminatan baru. Sebut saja jurusan korupsi. Inti dari jurusan ini mencegah, mengatasi, dan menindaklanjuti sebuah situasi yang tercipta karena korupsi.

Secara khusus, orang bisa mempelajari berbagai macam mata kuliah seperti (jika diadakan) misalnya, teori antikorupsi modern, strategi antikorupsi, viktimologi korupsi, dan berbagai hal yang mempelajari korupsi (pencegahan dan penangannya) secara komprehensif, terarah, dan cerdas.

Mengambil contoh kesigapan perguruan tinggi (PT) menyikapi tuntutan dunia ekonomi akan kebutuhan wirausahawan maka tidak salah bila diharapkan PT juga mengambil peran aktif dalam agenda memerangi korupsi. Dunia ekonomi menyatakan pentingnya kewirausahaan dan negara memerlukan minimal 2 persen wirausaha dari total populasi penduduknya untuk mendukung ekonomi nasional. Maka, PT sigap merespons dengan menyelenggarakan berbagai mata kuliah pendukung seperti mata entrepreneurship, business plan, dan business start-up. Tujuannya, membangkitkan semangat berwirausaha mulai dari bangku kuliah. Mata mahasiswa dibuka akan kemungkinan masa depan yang gemilang dengan berwirausaha, alih-alih menggantungkan diri pada pekerjaan yang diberikan orang lain.

Ketika seluruh rakyat Indonesia yang gelisah akan sepak terjang dan kegilaan para koruptor, sudah sepatutnya PT meresponsnya dengan cepat. Memasukkan mata kuliah antikorupsi ke dalam kurikulum adalah langkah paling mudah yang bisa dilakukan. Tentu jika dilandasi dengan semangat dan keinginan untuk ikut serta dalam pemberantasan korupsi.

Dengan memasukkan pemahaman tentang antikorupsi di PT, seyogianya mahasiswa sebagai calon-calon pemimpin masa depan memiliki wacana yang lebih terarah tentang antikorupsi. Mereka harus menyadari betapa berbahayanya korupsi, ditinjau dari sisi mana pun dan dari sudut pandang aspek apa pun.

Kriminal dan korupsi sama berbahayanya dan juga merugikan. Bahkan, korupsi jauh lebih merusak. Korupsi boleh jadi masuk kategori kriminal. Akan tetapi, mengingat modus kejahatan korupsi yang makin beragam dan tambah tanpa malu-malu serta makin melibatkan banyak orang dan sistem, sudah sepatutnya ada studi khusus yang membahasnya. Bukan untuk belajar korupsi, bukan untuk menjadi ahli korupsi, akan tetapi memastikan diri bahwa bangsa semakin siap mencegah korupsi dan tidak tergagap-gagap dengan tingkah polah koruptor yang makin canggih.

Lebih jauh, sudah tiba saatnya ketika PT merespons kegelisahan ini dengan mendirikan sebuah jurusan khusus untuk mencetak para pejuang antikorupsi di masa depan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar