Selasa, 12 November 2013

Apoteker dan Solusi Harga Neto Obat

Apoteker dan Solusi Harga Neto Obat
M Dani Pratomo  ;   Ketua Umum PP Ikatan Apoteker Indonesia
JAWA POS,  11 November 2013
  

BERITA tentang harga obat di Jawa Pos (29/10) dengan judul Betulkah Harga Obat Dinaikkan di Luar Kewajaran? Sudah Didiskon, Masih Juga Di-Markup menarik untuk dicermati. Pendapat saya selaku ketua umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) dijadikan pembuka. Yakni, harga jual obat-obatan di apotek sudah digelembungkan atau di-markup sampai 37 persen di atas harga neto (apotek) pabrik. Akibat model "bisnis" yang seperti ini, fungsi utama apotek sebagai tempat praktik apoteker (tempat pelayanan kefarmasian dari apoteker) menjadi sekadar tempat jual beli obat. 

Saya tidak menyangkal isi berita tersebut, sesuai praktik di lapangan. Obat masih sebagai komoditas dagang. Di sana ada pajak pertambahan nilai (PPN), margin keuntungan, dan pajak penghasilan (PPh). Beruntunglah pemerintah masih menetapkan harga eceran tertinggi (HET) agar masyarakat tidak terbebani "rente" dagang berlebihan. 

Angka 37,5 persen yang menjadi batasan markup sebenarnya adalah HET. Bila pabrikan menetapkan harga neto apotek (HNA, harga beli apotek dari pabrikan/distributor) adalah 100, apotek membayar 110, termasuk PPN. Dengan harga pokok tersebut, apotek diberi kewenangan menjual dengan "keuntungan" sampai 25 persen. Bila apotek mengambil untung maksimal, masyarakat harus membayar 137,5. 

Namun, semakin kritisnya masyarakat berakibat pada persaingan. Jarang apotek mengambil "keuntungan" maksimal. Margin yang diambil 5-20 persen di atas HNA plus PPN. Meskipun sah-sah saja bila apotek "menjual" dengan formula HNA + 37,5 persen. 

Ambil contoh amoksisilin 500 mg kaplet. Obat ini generik, tanpa nama dagang. Ditetapkan HNA-nya oleh pemerintah Rp 335 per kaplet. Plus PPN, maka apotek akan "membeli" Rp 369. HET plus PPN menjadi Rp 499. Namun, karena ada persaingan dagang, banyak pabrikan mendiskon ke apotek tinggal Rp 285. Karena faktor persaingan pula, apotek menjualnya rata-rata Rp 350, jauh di bawah HET. 

Amoksisilin yang bermerek juga begitu. Sebut saja amoksisilin 500 mg merek A, HNA Rp 3.090 per kaplet, HET Rp 3.900 dan apotek menjual di kisaran Rp 3.500, di bawah HET. Begitu pula amoksisilin 500 mg bermerek B. HNA per kaplet Rp 2.200, sementara HET Rp 2.700, tetapi apotek menjual pada kisaran Rp 2.400. 

Pertanyaan mendasar, benarkah harga obat dengan zat aktif yang sama memiliki variasi harga yang sangat lebar? Benarkah obat diposisikan sebagai alat untuk mencari keuntungan semata oleh apotek? Apakah benar liability atas pelayanan kefarmasian berhubungan langsung dengan harga obat? 

Praktik ala dagang saat ini menyebabkan keuntungan apotek akan semakin besar bila harga obat kian mahal. Masyarakat datang ke apotek, membawa resep atau menanyakan obat tertentu, diterima oleh "siapa pun" di apotek, bila cocok "harga" terjadilah "transaksi". 

Sangat jarang ada "asuhan kefarmasian" menyertainya. Kalaupun ada, sebatas membacakan aturan pakai dalam label dan bukan apoteker yang menjelaskannya. Padahal, apoteker adalah liable person yang telah ditetapkan oleh negara. Siapa yang menanggung bila ada masalah terkait obat? Sudah pasti masyarakat. 

Menurut UU 36/2009 pasal 108 tentang Praktik Kefarmasian dan PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 13, apotek disebut sebagai sarana pelayanan kefarmasian, tempat praktik kefarmasian oleh apoteker. Jadi, semestinya masyarakat ke apotek harus ditemui oleh apoteker, konsultasi tentang kesehatan maupun obatnya, diberi alternatif solusi, dan diakhiri dengan pembayaran jasa pelayanan. 

Bila masyarakat datang tanpa membawa resep dokter, setelah berkonsultasi tak harus "membeli" obat. Begitu pula dengan mereka yang membawa resep. Mereka bisa meminta kepada apoteker untuk memberikan alternatif obat bila harganya tidak terjangkau. 

Faktanya, penegakan hukum masih lemah serta apresiasi terhadap apoteker rendah. Apoteker diposisikan hanya sebagai karyawan pemodal. Juga karena merasa tidak mendapat imbalan yang sepadan, apoteker jarang praktik ke apotek. Meski hal ini tidak sesuai aturan, keadaan terus berjalan tanpa kontrol. Pelayanan kefarmasian terabaikan. Masyarakat bisa terpapar pada risiko obat. 

Sebagai satu-satunya organisasi profesi apoteker di Indonesia, IAI berkepentingan untuk terselenggaranya PP 51/2009 dengan benar, agar masyarakat dan apoteker mempunyai perlindungan hukum. Salah satu solusi yang kami gulirkan tiga tahun ini adalah konsep harga neto. 

Nilai tambah obat sejatinya bukan pada besaran harga ala dagang, tetapi pada mutu, khasiat, dan keamanannya. Ketiganya hanya bisa didapatkan bila obat dilayankan melalui praktik kefarmasian dengan benar yang menjadi wewenang dan tanggung jawab apoteker. Masyarakat berhak mendapatkan nilai tambah obat dari profesionalitas apoteker. 

Karena itu, posisi obat bukanlah semata alat keuntungan. Masyarakat seharusnya menebus obat senilai dengan harga tetap pabrikan. Atas pelayanannya, apoteker berhak memungut jasa kefarmasian kepada masyarakat. Untuk kondisi wajar, jasa pelayanan kefarmasian bersifat "flat" dan tidak terkait dengan harga obat. 

Masyarakat pun akan mendapat banyak keuntungan. PPN yang tidak bisa dihindari cukup dikenakan sekali. Persaingan antarobat (baca pabrikan) akan berlangsung transparan. Apoteker akan mendapat apresiasi hanya bila mereka praktik. 

2 komentar:

  1. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
    pinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
    bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
    saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
    menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
    yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
    belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
    smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
    keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
    harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
    pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
    telah diselesaikan, sekarang saya ) memiliki nilai yang sangat besar dan
    usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
    diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
    hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
    francasmithloancompany@gmail.com)

    BalasHapus
  2. KAMI JUAL OBAT ABORSI CYTOTEC ASLI PENGGUGUR KANDUNGAN TELAT BULAN SANGAT MANJUR. USIA 1-6 BULAN DI JAMIN BISA DI ATASI & 100% TUNTAS
    CHAT WA : 081228866411
    INFO LENGKAP : www.khususwanita.com

    BalasHapus