Kamis, 16 Agustus 2012

Rumusan APBN Alternatif

Rumusan APBN Alternatif
Ahmad Erani Yustika ; Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN Kesejahteraan
KOMPAS, 16 Agustus 2012


Pada 16 Agustus ini pemerintah akan mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013.

Selama ini, kami (Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN Kesejahteraan) menganggap terdapat banyak persoalan mendasar dalam penyusunan APBN sehingga merasa perlu menghadirkan APBN alternatif sebagai instrumen pembanding. Sekurangnya terdapat enam masalah dari APBN yang selama ini disusun pemerintah, yakni (i) APBN selalu didesain defisit sehingga memberi kesempatan adanya inefisiensi dan praktik koruptif; (ii) desain APBN hanya dipahami sebagai proses teknokratis, bukan instrumen ideologis untuk mendekatkan tujuan konstitusi; (iii) asumsi ekonomi makro yang disusun hanya mendasarkan pada tujuan sempit; (iv) alokasi anggaran tak mencerminkan permasalahan pembangunan nasional; (v) amanah UU tidak semuanya dijalankan dengan baik, misalnya anggaran kesehatan; dan (vi) penerimaan negara dihitung sangat rendah.

Kerangka Ekonomi Makro

Dalam penyusunan kerangka ekonomi makro, APBN alternatif tetap menganggap pertumbuhan ekonomi penting, tetapi bukan segalanya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tak perlu diberi tepuk tangan jika memunculkan kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pengangguran, dan eksploitasi sumber daya alam. Jadi, asumsi pertumbuhan APBN alternatif 2013 tak dirancang setinggi pemerintah (6,8-7,2 persen).

Terkait kualitas pertumbuhan, perlu ditambahkan asumsi ketimpangan pendapatan (diukur dengan Rasio Gini) dan proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor informal (juga rasio pajak) dalam APBN. Asumsi ini dimasukkan dalam APBN alternatif untuk memastikan pertumbuhan ekonomi benar-benar jatuh ke sebagian besar masyarakat. Rasio Gini 2011 sangat tinggi (0,41) dan proporsi tenaga kerja di sektor informal pada Februari 2012 sebesar 62,71 persen (BPS, 2012).

Asumsi berikutnya, kemiskinan dan pengangguran. Kami berpandangan definisi penduduk miskin yang dinilai setara Rp 248.704 per bulan jauh dari spirit nilai kemanusiaan. Karena itu, kami menggunakan data BPS (2012) dengan menggabungkan penduduk sangat miskin, miskin, dan hampir miskin 55,52 juta (22,8 persen) dengan pendapatan minimal Rp 298.448/bulan/kapita (hampir Rp 10.000/ orang/ hari). Patokan ini pun sebetulnya tergolong sangat rendah. Pada 2013 ditargetkan kemiskinan turun jadi 20,5 persen.

Sementara pengangguran terbuka tak menggunakan ukuran bekerja satu jam, tetapi kurang dari 15 jam per minggu. Pertimbangannya, mereka yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu pendapatannya masih jauh dari laik. Pada Februari 2012, jumlah penganggur terbuka dan yang bekerja 1-14 jam per minggu 12,5 persen. Pada 2013 kami targetkan turun jadi 11,0 persen.

Politik Fiskal

Dalam penyusunan APBN alternatif, penting disampaikan politik fiskal yang jadi dasar alokasi anggaran: (a) sebagian besar alokasi APBN tak boleh untuk kepentingan birokrasi; (b) alokasi sektoral diarahkan untuk mengatasi problem kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan: (c) bunga obligasi rekap tak sepatutnya dibebankan lagi ke APBN (2013 dianggarkan bunga obligasi rekap sekitar Rp 8,52 triliun); (d) beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang perlu direnegosiasikan agar beban fiskal tak terlalu berat. Jika pemerintah tak memilih cara ini, opsi lain adalah menaikkan rasio pajak jadi 15 persen agar tak terjadi defisit anggaran (dalam APBN alternatif rasio pajak ditetapkan 14 persen); dan (e) pemerintah harus punya komitmen jalankan UU sehingga besaran alokasi kesehatan mesti menyesuaikan amanah UU (5 persen).

Dengan pertimbangan itu, sektor pertanian (dalam arti luas), perindustrian, UMKM, dan ketenagakerjaan dapat prioritas dalam alokasi anggaran. Anggaran pertanian nantinya, antara lain, untuk membuka lahan sawah 500.000-1 juta hektar dan perbaikan infrastruktur pertanian. Anggaran sektor perindustrian diharapkan untuk mengembangkan industri pengolahan yang memanfaatkan bahan baku domestik, seperti perkebunan dan perikanan. Industri tekstil, alas kaki, dan kulit yang banyak menyerap tenaga kerja perlu direvitalisasi sehingga jadi pemain besar dunia. Belanja modal juga diarahkan untuk pembangunan infrastruktur terkait prioritas itu, termasuk pemihakan ke wilayah Indonesia timur (75 persen belanja modal diarahkan ke sana).

Prinsip-prinsip inilah yang jadi napas APBN alternatif. Konsekuensi pemihakan ke sektor pertanian dan perindustrian, pertumbuhan sektor-sektor ini jauh lebih tinggi ketimbang yang didesain pemerintah. Sekadar contoh, pada 2013 pemerintah memproyeksikan pertanian tumbuh 3,7-4,1 persen, APBN alternatif memproyeksikan tumbuh 4,5 persen. Sektor industri yang ditargetkan tumbuh 6,5-6,9 persen, dalam APBN alternatif 7,2 persen. Sebaliknya, sektor pertambangan dan penggalian pertumbuhan lebih rendah dari target pemerintah (2,5 persen) dengan harapan eksploitasi SDA bisa dikurangi.

Misi Kesejahteraan

Secara keseluruhan, format APBN alternatif mengusung besaran APBN Rp 1.650 triliun. Dengan asumsi PDB 2012 Rp 8.600 triliun dan rasio pajak 14 persen, penerimaan pajak minimal Rp 1.200 triliun. Ditambah penerimaan PNBP Rp 450 triliun, total pendapatan APBN Rp 1.650 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat dialokasikan Rp 1.100 triliun dan dana transfer Rp 550 triliun, dengan asumsi seluruh dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang jadi urusan daerah menjadi transfer daerah dan alokasi DAU sesuai UU.

Dari jumlah ini, untuk subsidi (energi dan nonenergi) Rp 250 triliun sehingga tersisa Rp 850 triliun yang dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja hibah, pembayaran utang, belanja kementerian/lembaga, dan lainnya.
Jika postur dan alokasi APBN 2013 disusun dengan prinsip- prinsip itu, anggaran menunjukkan pemihakan kuat terhadap amanah konstitusi (pemberian lapangan kerja yang layak bagi kemanusiaan), menjalankan perintah UU (pendidikan dan kesehatan), dan meningkatkan kualitas pembangunan. Juga bersemangat kemandirian dan kedaulatan anggaran (tak menambah utang) serta fokus ke pelayanan publik. Dengan paradigma baru ini, APBN jadi lebih dekat kepada misi kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar