Gagal Listrik
|
Nengah Sudja ; Pengamat
Ketenagalistrikan
|
KOMPAS,
16 Agustus 2012
Gangguan listrik beruntun di
India, 30-31 Juli 2012, ramai diberitakan. Pemadaman pertama menyebabkan 370 juta
warga menderita, sedangkan yang kedua 600 juta orang harus hidup tanpa listrik. Keterbatasan pasokan listrik
menjadi persoalan utama yang masih dihadapi India. Saat ini, total kapasitas
pembangkit listrik yang dimiliki India baru mencapai 187 gigawatt atau baru
seperenam dari yang dimiliki China (Kompas, 1-2/8/2012).
Energi listrik bukan saja diperlukan untuk menggerakkan
pertumbuhan ekonomi, melainkan juga untuk meningkatkan kualitas, kenyamanan
hidup (seperti untuk santai,
menikmati penerangan, hiburan, tayangan TV, musik, dan pemakaian alat pendingin). Mereka yang telah biasa hidup memakai listrik
sulit membayangkan hidup tanpa
listrik atau bahkan tak mau menerima saat ada listrik padam.
Apakah kasus gagal listrik
bisa terjadi di Indonesia? Seperti India, Indonesia pun terus kekurangan
pasokan listrik, rentan gangguan, dan pemadaman. Mari kita periksa di mana
posisi Indonesia dalam peta tingkat pemakaian listrik dunia!
Peta
Listrik Dunia
Kehidupan sejahtera perlu
pasokan tenaga listrik. Ada kaitan erat antara tingkat pemakaian listrik (TPL)
per kapita suatu negara dengan tingkat pendapatan domestik bruto (PDB) per
kapita negara bersangkutan.
Dengan mengacu World Development Indicator, World Bank 2006,
terlihat makin tinggi PDB suatu negara akan makin tinggi pula TPL-nya. Amerika
Serikat, misalnya, dengan PDB 44.017 dollar AS per kapita TPL-nya 13.582 kWh
per kapita. Begitu pula Kuwait dengan PDB 39.103 dollar AS, TPL-nya 16.311
kWh/kapita; atau Swiss ber-PDB 51.813 dollar AS, TPL-nya 8.360 kWh/kapita. Negara
terbelakang dengan PDB rendah, TPL-nya pun rendah. Etiopia ber-PDB 198 dollar
AS, TPL-nya hanya 38 kWh/kapita; Senegal dengan PDB 809 dollar AS, TPL-nya 157
kWh; dan Banglades yang ber-PDB 398 dollar AS, TPL-nya 146 kWh/kapita.
Indonesia yang pada 2006
berpenduduk 223,04 juta jiwa, dengan PDB 1.635 dollar AS/kapita, TPL-nya 530
kWh/kapita. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan TPL dan PDB rata- rata
dunia, yaitu 2.766 kWh/kapita dan 7.827 dollar AS/kapita. Penduduk India 1,11
miliar jiwa dengan PDB lebih rendah (824 dollas AS), tetapi TPL-nya hampir sama
dengan Indonesia, yaitu 503 kWh/kapita.
Bahkan di kawasan ASEAN,
tingkat pemakaian listrik Indonesia juga tertinggal. Pemakaian listrik
Singapura 8.520 kWh/kapita dengan PDB 31.621 dollar AS; Malaysia TPL-nya 3.388
kWh/ kapita (PDB 3.388 dollar AS); Filipina TPL-nya 572 kWh/kapita (PDB 1.349
dollar AS); Thailand 1.984 kWh/kapita (PDB 2.987 dollar AS). Vietnam yang PDB-nya jauh di bawah Indonesia
(711 dollar AS), TPL-nya sudah mencapai 598 kWh/kapita.
Di antara 119 negara (Bank
Dunia, 2006), sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia, TPL Indonesia
secara keseluruhan—118.150 GWh (juta kWh)— memang masih di peringkat ke-21.
Namun, dalam takaran per kapita yang TPL-nya hanya 530 kWh, posisi Indonesia
ada di urutan ke-101. Ini satu indikasi kemiskinan bangsa dan negara!
Pekerjaan Rumah
Kalau pemerintah tidak mau
dicaci dan didesak segera melakukan reformasi sektor ketenagalistrikan, seperti
yang dialami India, kita perlu bergegas menambah pasokan listrik. Pertama,
susun kembali perencanaan jangka panjang dan naikkan TPL agar seimbang dengan
PDB. Kedua, depolitisasi penetapan tarif dasar listrik (TDL)! Ubah
peraturan/perundangan: TDL tidak lagi ditetapkan oleh presiden dengan
persetujuan DPR, tetapi diatur dan ditetapkan oleh lembaga publik yang
independen. Lembaga independen ini menetapkan TDL berlandaskan asas
pengembalian biaya (cost recovery)
untuk menjamin penyediaan dana pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Subsidi tetap tanggung jawab
pemerintah dan diberikan hanya bagi pemakai miskin. Dengan demikian, jumlah
subsidi berkurang dan dana pemerintah bisa dialokasikan untuk infrastruktur. Kecukupan pasokan listrik
merupakan persyaratan kemajuan bangsa dan negara. Patut disadari, kita perlu bergegas
mengatasi ketertinggalan ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar