Divestasi Newmont
Pasca-putusan MK
|
Mudrajad Kuncoro ; Guru Besar
Ilmu Ekonomi FEB UGM
|
KOMPAS,
21 Agustus 2012
Mahkamah Konstitusi menolak
permohonan pemerintah mengenai pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont
Nusa Tenggara, 31 Juli 2012. Putusan ini resmi mengakhiri polemik pembelian
saham yang berlangsung sejak pertengahan 2011 dan berujung pada Sengketa
Kewenangan Lembaga Negara antara pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan DPR.
Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara (SKLN) tidak perlu terjadi apabila Kementerian Keuangan dan DPR memahami
dengan baik mekanisme dan proses pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Peran eksekutif dan komisi/Badan Anggaran DPR dalam APBN
tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kewenangan BPK diatur dalam
UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dan amandemen UUD 45.
Persetujuan DPR
Akar masalah SKLN adalah
perlu tidaknya pemerintah meminta persetujuan DPR untuk menggunakan dana
investasi di Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan melaksanakan pembelian 7
persen saham divestasi Newmont Nusa Tenggara (NNT). Pemerintah berpendapat,
pembelian saham adalah hak pemerintah berdasarkan kontrak karya 2 Desember
1986.
Dalam kontrak karya itu,
setelah produksi komersial 10 tahun, NNT harus menjual 51 persen saham kepada
investor lokal. Konstruksi mulai awal 1997 dan produksi mulai 1 Maret 2000.
Maret 2008, pemerintah menggugat NNT ke arbitrase internasional karena gagal
melaksanakan divestasi saham tahun 2006 dan 2007. Maret 2009, pemerintah
memenangi gugatan dan NNT wajib segera divestasi.
NNT adalah perusahaan
patungan milik Nusa Tenggara Partnership (NTP)—patungan antara Newmont USA dan
Sumitomo, PT Pukuafu Indah (Indonesia), serta PT Multi Daerah Bersaing (MDB).
Komposisi kepemilikan saham adalah asing menguasai 56 persen dan Indonesia 44
persen.
Lokasi tambang NNT berada di
Batu Hijau, Sumbawa Barat. Batu Hijau adalah cebakan tembaga porfiri dengan
sedikit kandungan emas dan perak. Tiap ton bijih yang diolah menghasilkan 4,87
kilogram tembaga dan emas 0,37 gram. Tahun 2010 dihasilkan 542 juta lbs tembaga
dan 737.000 oz emas. Cadangan diperkirakan 7,7 miliar lbs tembaga (10 tahun)
dan 7,7 juta oz emas (14 tahun).
Batu Hijau adalah salah satu
penghasil tembaga dan emas termurah di dunia: 0,7 dollar AS/lb untuk tembaga
dan 237 dollar AS/oz untuk emas tahun 2010.
Kenapa Menteri Keuangan
bersikeras membeli saham NNT? Sampai triwulan III-2010 NNT telah membayar pajak
dan royalti kepada pemerintah Rp 4,3 triliun. Total sejak 1999 NNT telah
menyetor kepada negara Rp 19,4 triliun. Dari total nilai ekspor komoditas NTB
pada 2011 mencapai 1,039 miliar dollar AS, 99,91 persen bersumber dari NNT.
Berdasarkan Pasal 24 Kontrak
Karya tahun 1986 antara NNT dan Pemerintah RI, NNT berkewajiban menawarkan dulu
kepada pemerintah 7 persen saham divestasi NNT. Tahun 2009, pemerintah pusat
memberikan kesempatan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) membeli saham
divestasi NNT 24 persen.
Maka, 24 persen saham
Newmont kini dikuasai PT MDB, yaitu perusahaan patungan PT Multi Capital dan PT
Daerah Maju Bersaing (DMB). PT Multi Capital adalah anak perusahaan PT Bumi
Resources Minerals Tbk, di bawah Grup Bakrie. DMB adalah perusahaan daerah
hasil patungan pemerintah provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten
Sumbawa.
Dividen Bersih
PT Bumi Resources Mineral
Tbk menguasai 75 persen saham di PT MDB. Sisanya, 25 persen, diperoleh oleh DMB
dengan golden share. PT MDB menerima dividen bersih dari NNT 40,8 juta dollar
AS (sekitar Rp 360 miliar) pada Oktober 2011. Dengan asumsi kepemilikan MDB di
NNT 24 persen, maka total NNT sekitar Rp 1,4 triliun.
Sisa 7 persen saham
divestasi 2010 semula akan dibeli PT MDB. Namun, April 2011, pemerintah pusat
berniat membelinya senilai 271 juta dollar AS. Menteri Keuangan mengklaim sudah
berhasil memperoleh harga rasional dari penawaran 271 juta dollar AS menjadi 246,8
juta dollar AS. Dengan kurs Rp 8.500, harga 7 persen saham itu setara dengan Rp
2,1 triliun.
Sesuai keterangan Menkeu di
MK dan Komisi XI DPR (1 Juni 2011), tujuannya semata-mata demi kepentingan
nasional, terutama yang berkaitan dengan penerimaan dividen, royalti, dan
pajak. Kalau pemerintah serius mau menguasai NNT, kenapa tidak sekalian 51
persen saham NNT?
Menkeu telah menghitung
bahwa dengan menguasai saham 7 persen NNT, PIP akan meraup 485,3 juta dollar AS
(setara dengan Rp 4,1 triliun) dalam kurun waktu yang sama. Pemerintah kabarnya
juga akan mendorong NNT go public di
Indonesia.
Akhir Agustus 2010, NNT
menggelar rapat umum pemegang saham di Jakarta. Hasilnya, 80 persen pemegang
saham, kecuali PT Fukuafu, setuju dilakukan penawaran saham perdana kepada
publik (IPO). NNT juga setuju menjual saham perdananya setelah divestasi saham
selesai.
Kelanjutan Divestasi
Memang MK telah memutuskan
bahwa pemerintah hanya dapat membeli divestasi saham dengan persetujuan DPR
melalui mekanisme UU APBN atau persetujuan secara spesifik. Perlunya
persetujuan komisi terkait DPR hendaknya tidak ditafsirkan sebagai upaya
menghambat divestasi 7 persen saham NNT kepada pemerintah pusat.
Divestasi NNT kepada
pemerintah pusat adalah skema yang tepat untuk memastikan adanya kepentingan
publik dalam pemanfaatan sumber daya alam milik negara sebesar-besarnya untuk
kepentingan nasional.
Idealnya, pemerintah pusat
bisa menggandeng pemerintah daerah dan BUMN. Mengapa Menteri Keuangan tidak
berusaha menggandeng DMB yang sudah memiliki 6 persen saham NNT? Kepemilikan
daerah lewat DMB, yaitu 25 persen dari 24 persen saham MDB, masih minimal
sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota NTB perlu mengeluarkan uang
dalam divestasi.
Uniknya, pada 6 Agustus
2012, PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV telah menandatangani Amendemen ke-3
Perjanjian Jual Beli 7 persen Saham Divestasi PT NNT 2010. Amendemen ke-3
dilakukan mengingat sampai saat ini syarat-syarat efektif yang disepakati dalam
Amendemen Perjanjian Jual Beli yang ditandatangani pada 3 November 2011 belum
terpenuhi. Dengan Amendemen ke-3 ini, PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV
bersepakat memperpanjang jangka waktu pemenuhan syarat efektif perjanjian jual
beli tersebut sampai 25 Oktober 2012 agar kedua belah pihak bisa memenuhi kewajiban
masing-masing.
Divestasi 7 persen saham NNT
oleh pemerintah pusat kiranya perlu didukung oleh DPR. Kepemilikan 7 persen
saham pemerintah di NNT diharapkan menjadi momentum dari perbaikan kebijakan
energi yang tujuan akhirnya adalah pemanfaatan hasil SDA untuk kemakmuran
rakyat Indonesia, khususnya Provinsi NTB.
Proses divestasi 7 persen
saham NNT harus dilanjutkan dan tidak perlu ditunda implementasinya. Proses uji
materi hingga diputuskan (sekitar 5 bulan) jangan sampai memperlambat proses
divestasi saham NNT lebih lanjut. Bila divestasi berlarut-larut, yang
diuntungkan adalah mitra asing (Newmont Corp dan Sumitomo Corp) karena keduanya
menguasai saham mayoritas NNT.
Kedua, membuat iklim
investasi diliputi ketidakpastian. Naiknya peringkat utang Indonesia harus
menjadi momentum untuk menarik investor domestik, termasuk perusahaan daerah,
pemerintah daerah, dan investor swasta domestik.
Berlarut-larutnya
penyelesaian divestasi NNT membuat Indonesia kehilangan kesempatan memperoleh
pendapatan negara, mempercepat pembangunan daerah tertinggal (NTB), dan
mengoreksi dominasi asing dalam sektor pertambangan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar