Kamis, 09 Agustus 2012

Di Balik Kengototan Polri


Di Balik Kengototan Polri
Andy Suryadi ; Dosen Sejarah, pegiat di Pusat Kajian Kepolisian FIS Unnes,
Anak anggota Polri
SUARA MERDEKA, 09 Agustus 2012


’’POLRI Perlu Instropeksi’’, demikian judul artikel Saudara Herie Purwanto (SM, 03/08/12). Tulisan yang menggelitik karena terlihat mewakili pemikiran, keresahan, dan harapan sang penulis yang memang tiap hari bersinggungan dengan dunia kepolisian.
Harapan itu mendasarkan pada momentum besar, ketika KPK menusuk jantung Polri, dengan menggeledah kantor Korlantas Mabes Polri, sekaligus mengambil alih pengusutan kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator kemudi untuk memperoleh SIM, yang diduga melibatkan sejumlah perwira.

Dalam perkembangannya, nyata sekali Polri lebih mementingkan ’’harga diri’’ ketimbang kepentingan objektivitas penegakan hukum. Polri lebih senang mengungkit soal pelanggaran etika, sekaligus mengabaikan kemungkinan melanggar Pasal 50 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, karena nekat menyidik kasus yang juga ditangani KPK.

Publik bertanya-tanya kenapa Polri ngotot melanjutkan penyidikan? Apa kerugian Polri jika kasus itu ditangani KPK? Bukankah bisa lebih objektif dan Polri tidak dicitrakan akan melindungi anggotanya? Bukankah jika ditangani sendiri akan banyak hal-hal di luar hukum ikut berperan, misalnya budaya ewuh-pekewuh, ketidakenakan memeriksa senior, kolega dan sebagainya?

Kengototan Polri justru menimbulkan syakwasangka publik, bahwa ada udang di balik batu. Banyak tokoh, termasuk dari ICW, IPW, dan anggota DPR mempertanyakan motif di balik kengototan tersebut.

Mungkin Polri kecewa karena KPK tidak mematuhi MoU. Mungkin juga Kabareskrim tidak ingin dianggap tidak cakap karena telah lama menyelidiki kasus itu namun justru KPK menyalipnya. Kengototan Polri, menurut peneliti dari ICW Donal Fariz menunjukkan ada upaya melokalisasi kasus itu.

Ada kejanggalan lain karena beberapa hari sebelumnya, Polri membuat pernyataan bahwa belum ditemukan unsur pidana dalam kasus tersebut (Kompas.com, 31/08/12). Lalu ketika KPK bergerak ke kantor Korlantas, Polri pun ikut menetapkan tersangka.
Polri berdalih bahwa kesimpulan belum ditemukan unsur pidana waktu itu didasarkan keterangan dari Inspektorat Pengawasan Umum, bukan Bareskrim yang menangani unsur pidananya.

Dalih itu terasa apologis karena yang ditanyakan publik (melalui wartawan Tempo) waktu itu adalah penyelidikan Polri secara keseluruhan, bukan hanya di Itwasum.
Sesuatu yang juga patut dipertanyakan, adalah apakah jika KPK tidak bergerak cepat, akankah korps Bhayangkara segera menetapkan tersangka.

Jaga Kredibilitas

Memang benar Polri pernah menunjukkan komitmen dalam menangani petinggi korpsnya. Dua mantan Kabareksrim, yaitu Komjen Susno Duadji dan Suyitno Landung adalah contohnya. Namun ketika itu status Susno seolah-olah sudah menjadi musuh bersama Polri terkait ’’nyanyiannya’’ menyangkut perilaku korup di korpsnya.

Adapun Suyitno Landung karena kasusnya terang benderang, merugikan negara Rp 1,6 triliun, dengan salah satu barang bukti suap mobil Nissan X-Trail masih atas nama pemberi sehingga mudah dilacak (detiknews, 04/08/12).

Pengalaman selama ini juga menunjukkan Polri terkesan lamban, tebang pilih, dan melokalisasi masalah jika ada keterlibatan orang dalam. Kasus rekening gendut perwira tinggi Polri kini mandek. Kasus Gayus Tambunan juga mandek di tingkat kompol (Arafat Enanie) dan ajun komisaris polisi (Sri Sumartini).

Tahun 2006, pengintelan ilegal terhadap anggota DPR dalam kasus impor beras hanya berhenti di level Kombes Sukanto Handoko (SM, 17/02/06). Kemudian proyek jaringan radio komunikasi dan alat komunikasi Mabes Polri tahun 2002-2005 menguap tanpa tersangka.

Jika belum yakin bahwa Polri memang enggan instropeksi, kita bisa menengok penanganan konflik agraria di Ogan Illir Sumsel 27 Juli lalu yang menewaskan Angga Dharmawan, bocah berumur 13 tahun. Bukankah keberpihakan kepada pengusaha dan tindakan represifnya pada insiden itu seperti mengulang cerita sebelumnya dalam kasus di Mesuji dan Sape Bima?

Penulis sependapat dengan ’’Tajuk Rencana’’ harian ini (SM, 04/08/12) bahwa KPK tidak akan turun ke Mabes Polri jika tak punya cukup argumen pemrosesan. Penulis menduga kenekatan KPK terkait dengan upaya menjaga kredibilitas barang bukti dari kemungkinan pengondisian oknum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar