Defisit
Perdagangan
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat
Ekonomi
SINDO,
06 Agustus 2012
Dalam beberapa
hari terakhir, perbincangan di media banyak menyinggung perihal terjadinya
defisit neraca perdagangan yang semakin besar di Juni 2012 lalu. Defisit tersebut dipicu dua hal, yaitu (pertama) menurunnya ekspor
di Juni dibandingkan dengan Mei maupun jika dibandingkan dengan Juni 2011. Penyebab
kedua adalah meningkatnya impor dibandingkan dengan tahun sebelumnya meskipun
jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, impor sedikit menurun. Pembicaraan
pada akhirnya banyak berujung pada keadaan perekonomian global yang menyebabkan
penjualan barang-barang kita ke luar negeri menjadi terhambat.
Selama Juni 2012, defisit perdagangan telah mencapai USD1,3 miliar. Sementara
jika kita melihat selama 6 bulan terakhir, yaitu dari Januari sampai Juni
2012,neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus meskipun sudah sangat
kecil, yaitu sebesar USD480 juta. Total ekspor mencapai USD96,884 miliar,
sedangkan impor USD96,408 miliar. Sebagaimana dikemukakan, selama semester
I/2012 ekspor Indonesia mencapai USD96,9 miliar.
Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
USD98,6 miliar.Penurunan tersebut berjumlah USD1,7 miliar dengan sebagian besar
terjadi pada Juni lalu yang mencapai USD1,3 miliar. Penurunan yang terbesar
selama periode enam bulan tersebut terjadi pada ekspor nonmigas yang menurun
dari USD79 miliar menjadi USD76,8 miliar atau menurun sebesar USD2,2 miliar.
Untuk Juni, penurunan ekspor nonmigas berjumlah USD525 juta.
Perkembangan tersebut sebagian disebabkan perkembangan pada ekspor 10 produk
utama kita. Bahan bakar mineral, yaitu batu bara, masih naik USD1,8 miliar.
Sementara itu ekspor minyak sawit turun USD100 juta. Yang menarik,
sebagianprodukindustriutama justru masih mengalami kenaikan, yaitu produk
industri mesin/peralatan listrik (tv dan sebagainya), mesin/peralatan mekanik, kendaraan
dan bagiannya, serta barang rajutan (yang termasuk tekstil dan produk tekstil).
Penurunan terbesar justru terjadi pada karet dan produk karet yang penurunannya
mencapai USD1,8 miliar, sementara bijih,kerak dan abu logam mengalami penurunan
sebesar USD1 miliar.
Untuk minyak sawit dan produk karet jelas terpengaruh fluktuasi harga-harga
komoditas,sementara untuk bijih,kerak,dan abu logam selain disebabkan fluktuasi
harga komoditas,sebagian tentunya dipengaruhi kebijakan hilirisasi di sektor
pertambangan. Dengan melihat perkembangan tersebut, kita bisa melihat,
penurunan ekspor lebih disebabkan pergerakan harga komoditas dan pelarangan
ekspor mineral yang belum diolah.Bahkan produk industri utama justru masih
menunjukkan kenaikan nilai ekspor.
Ini berarti dampak krisis global yang menimpa ekspor Indonesia masih terjadi
melalui pergerakan harga komoditas yang terpengaruh krisis global tersebut. Dua
produk utama yang saat ini terkena dampak penurunan harga komoditas, yaitu
sawit dan karet, menurut hemat saya tetaplah masih memiliki prospek ke
depannya. Karet sangat terpengaruh oleh permintaan industri ban yang mengalami
peningkatan sangat pesat. Meskipun dewasa ini terjadi penurunan harga karet,
permintaan karet masih tetap mengalami peningkatan karena masih terjadi
pertumbuhan positif pada penjualan mobil global.
Penjualan mobil baru akan menambah besar populasi seluruh mobil yang ada
sehingga permintaan ban di seluruh dunia bisa dipastikan akan terus mengalami
peningkatan. Jika harga terlalu rendah,para petani akan malas untuk menoreh
getah sehingga jumlah produksi akan menurun. Keadaan ini akan memengaruhi
suplai dan demand sehingga pada akhirnya harga diperkirakan kembali membaik.
Sementara itu, harga minyak sawit di pasar global memang mengalami penurunan.
Namun, penurunan harga tersebut masih memberikan keuntungan sangat besar pada
para pengusaha maupun petani sawit sehingga pada akhirnya secara keseluruhan
ekspor minyak sawit tersebut akan terus berlangsung dan justru meningkat karena
luas panen perkebunan sawit dari tahun ke tahun terus meningkat. Penyebab kedua
adalah terjadinya kenaikan impor yang mencapai USD13 miliar dibandingkan
semester I/2011. Penyebab ini saya yakin bersifat lebih struktural. Impor untuk
barang konsumsi, meskipun mengalami kenaikan, tidaklah menunjukkan peningkatan
signifikan.
Kenaikan impor terbesar berupa peningkatan impor barang modal dan barang
penolong.Ini berarti terjadi peningkatan impor untuk kegiatan investasi maupun
produksi berbagai industri di Indonesia. Berdasarkan data statistik,produk dari
industri manufaktur tersebut sebagian diekspor dan jumlahnya semakin lama
semakin meningkat.Tapi permintaan yang terbesar dari produk industri manufaktur
tersebut adalah golongan kelas menengah Indonesia yang jumlahnya naik sangat
pesat.Kemakmuran masyarakat pada akhirnya melahirkan permintaan impor yang
lebih besar.
Produk industri automotif, misalnya. Penjualan mobil tahun 2012 ini
diperkirakan mencapai lebih dari 1 juta unit. Sementara ekspornya meningkat
signifikan, yaitu dari USD1,507 miliar menjadi USD2,344 miliar. Jika rata-rata
harga mobil adalah sekitar USD10.000 per unit, ekspor kendaraan dan bagiannya
tersebut ekuivalen telah mencapai sekitar 230.000 unit, suatu jumlah yang cukup
besar.
Bagian impor yang cukup besar adalah berasal dari peningkatan investasi,
termasuk investasi penanaman modal asing (foreign
direct investment/ FDI). Impor ini sebetulnya adalah pemasukan mesin-mesin
pabrik yang pasti muncul sebagai impor,tetapi sepenuhnya dibiayai oleh investor
asing tersebut (dalam rekening modal pada neraca pembayaran). Ini berarti
meskipun terjadi kenaikan impor, karena pembiayaannya dilakukan sendiri oleh
investor asing, tidak ada pengaruhnya pada cadangan devisa kita. Jumlah seluruh
FDI di Indonesia selama kuartal I/2012 sebesar USD4,6 miliar.
Dalam setahun terakhir (dari kuartal II/2011 sampai kuartal I/2012) jumlah PMA
tersebut mencapai USD18,5 miliar. Jumlah untuk kuartal II/2012 masih menunggu
laporan Bank Indonesia. Ini berarti jumlah PMA tersebut lumayan besar dalam
mengompensasi kenaikan impor tersebut. Ini berarti jika tidak terjadi sentimen
negatif pada perekonomian kita yang menyebabkan larinya modal-modal portofolio,
bisa diperkirakan cadangan devisa Indonesia tidaklah akan tergerus banyak.
Ini berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berkelanjutan (sustained growth) meskipun di
perekonomian global keadaannya demikian suram. Itulah sebabnya perlu tetap
menjaga sentimen perekonomian kita tersebut agar terus positif. Pada akhirnya,
itulah barangkali kontribusi yang bisa kita berikan kepada negara ini jika kita
tidak bisa memberi kontribusi lainnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar