Sejarah Lirik Lagu "Indonesia
Raya" dalam Hari Sumpah Pemuda Alexander Haryanto : Jurnalis
Tirto.id |
TIRTO.ID, 28 Oktober 2022
Lirik lagu
Indonesia Raya ditulis oleh komposer sekaligus wartawan Wage Rudolf
Supratman. Instrumental lagu tersebut pertama kali dibawakan dalam Kongres
Pemuda II pada 28 Oktober 1928, yang kelak dikenal sebagai cikal bakal Hari
Sumpah Pemuda. Mulanya, WR
Supratman adalah wartawan koran Sin Po yang ditugaskan untuk meliput Kongres
Pemuda II, seperti ditulis oleh St. Sularto dalam “Wage Rudolf Supratman
Menunggu Pelurusan Fakta Sejarah” di Majalah Prisma edisi 5 Mei 1983. Namun, kala
itu keinginannya tidak hanya sekadar menulis berita, tetapi juga ingin
membawakan lagu "Indonesia Raya". Atas inisiatifnya sendiri, ia
menyebarkan salinan lagu itu kepada para pimpinan organisasi pemuda. Lagu 'Indonesia Raya' Pertama Kali Dinyanyikan Dalam Kongres
Pemuda II di Batavia pada 28 Oktober 1928, untuk pertama kalinya lagu
"Indonesia Raya" diperdengarkan ke khalayak. Gayung bersambut. Lagu
tersebut mendapat sambutan hangat. Sugondo, yang waktu itu memimpin Kongres
Pemuda Indonesia Kedua, awalnya mengizinkan Supratman membawakan lagu
tersebut pada jam istirahat. Namun, ketika Sugondo membaca lebih teliti lirik
lagu itu, ia menjadi ragu. Ia takut
pemerintah memboikot acara Kongres. Akhirnya Sugondo meminta Supratman
membawakan lagu tersebut dengan instrumen biola saja. Ketika jam istirahat
tiba, Supratman maju, membawakan lagu 'Indonesia Raya' versi instumental.
Semua peserta kongres tercengang. Mereka terharu
mendengar gesekan biolanya. Itulah kali pertama lagu 'Indonesia Raya'
berkumandang. Wage Rudolf
Soepratman memainkan lagu ciptaannya itu di depan peserta kongres dengan
gesekan biolanya yang mendayu-dayu. Setelah
selesai memainkan "Indonesia Raya" -yang kelak menjadi lagu
kebangsaan Indonesia- para hadirin meminta agar lagu tersebut dinyanyikan.
Setelah melalui diskusi, akhirnya "Indonesia Raya" dinyanyikan
dengan sedikit perubahan lirik demi keamanan karena kongres diawasi oleh
aparat kolonial Hindia Belanda. Kata “merdeka”
dalam lirik lagu itu dihilangkan dan diganti dengan kata “mulia. Adapun orang
yang pertama kali melantunkan lagu "Indonesia Raya" dalam Kongres
Pemuda II itu adalah Dolly Salim yang tidak lain merupakan putri kesayangan
Haji Agus Salim. Lagu itu
kembali berkumandang di akhir bulan Desember 1928 saat pembubaran panitia
kongres kedua. Pada
kesempatan itu, untuk kali pertama, lagu tersebut dinyanyikan dengan iringan
paduan suara. Ketiga kalinya, lagu 'Indonesia Raya' dinyanyikan saat
pembukaan Kongres PNI 18-20 Desember 1929. Para peserta
berdiri dan bernyanyi mengikuti kur dan iringan biola Supratman sebagai tanda
penghormatan kepada Indonesia Raya. Lagu 'Indonesia Raya' semakin populer.
Ini membuat resah pihak Belanda. Mereka takut jika lagu tersebut mampu
membangkitkan semangat kemerdekaan. Karena itu,
pada 1930, lagu itu dilarang dan tak boleh dinyanyikan dalam kesempatan apa
pun, Alasan pemerintah kolonial: lagu tersebut dapat "mengganggu
ketertiban dan keamanan." Selaku
pencipta, Supratman tak luput dari ancaman. Ia sempat ditahan dan
diinterogasi soal maksud lirik “merdeka, merdeka, merdeka”. Tetapi kekangan
itu cuma sebentar. Setelah diprotes dari pelbagai kalangan, pemerintah Hindia
Belanda mencabutnya dengan syarat hanya boleh dinyanyikan di ruang tertutup. Supratman
kemudian menciptakan lagu "Matahari Terbit". Lagu ini membuatnya
kembali merasakan tahanan pemerintah Hindia Belanda. Otoritas kolonial
menafsirkan bahwa Supratman ikut memuji Dai Nippon. Berkat bantuan
van Eldik, Supratman dibebaskan dari tuduhan tersebut. Keluar dari masa
tahanan, Supratman jatuh sakit. Di masa itu ia berkenalan akrab dengan kakak
iparnya, Oerip Kasansengari. Supratman
berkata, “Mas, nasibku sudah begini. Inilah yang disukai oleh pemerintah
Hindia Belanda. Biarlah saya meninggal, saya ikhlas. Saya sudah beramal,
berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin Indonesia pasti merdeka.” Pada 17
Agustus 1938, Supratman tutup usia setelah jatuh sakit. Jenazahnya dimakamkan
di Kuburan Umum di Jalan Kejeran Surabaya, dengan jumlah pelayat tak lebih
dari 40 orang. Supratman
telah tiada. Tapi fobia terhadap lagu 'Indonesia Raya' tak kunjung reda.
Maka, ketika Jepang menduduki kawasan Hindia Belanda pada Maret 1942, lagu
tersebut kembali dilarang. Lagu itu baru bebas dicekal di ambang kejatuhan
pendudukan Jepang pada medio 1945. Lagu
'Indonesia Raya' kembali bergema setelah Sukarno membacakan teks Proklamasi
kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Sebagai bentuk penghormatan, pada 16 November
1948, dibentuklah Panitia Indonesia Raya. Hasilnya
adalah Peraturan Pemerintah RI tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya pada 26
Juni 1958. Peraturan yang berisikan 6 bab ini mengatur tata tertib dalam
penggunaan lagu 'Indonesia Raya' dilengkapi pasal-pasal penjelasan. Tentang
penting dan nilai luhur 'Indonesia Raya', Presiden Sukarno pernah mengatakan:
“... Setia kepada Indonesia Raya, setia kepada lagu Indonesia Raya yang telah
kita ikrarkan bukan saja menjadi lagu perjuangan, tetapi menjadi lagu
kebangsaan. Bukan saja lagu kebangsaan, tetapi pula menjadi lagu Negara kita.
Permintaan batin kita ialah Allah S.W.T. menjadikan lagu Indonesia menjadi
lagu Kebangsaan, lagu bangsa kita sampai akhir zaman pula. Jangan ada sesuatu
golongan memilih lagu baru, setialah kepada lagu Indonesia Raya, setialah
kepada Pancasila.” Lirik Lagu Indonesia Raya: Indonesia tanah airku Tanah tumpah darahku Di sanalah aku berdiri Jadi pandu ibuku Indonesia kebangsaanku Bangsa dan Tanah Airku Marilah kita berseru Indonesia bersatu Hiduplah tanahku Hiduplah negriku Bangsaku Rakyatku semuanya Bangunlah jiwanya Bangunlah badannya Untuk Indonesia Raya Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku negriku yang kucinta Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku negriku yang kucinta Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya ● |
Sumber : https://tirto.id/sejarah-lirik-lagu-indonesia-raya-dalam-hari-sumpah-pemuda-ekvL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar