Selasa, 25 Oktober 2022

 

Wawancara Retno Marsudi Soal Hasil Konferensi G20

Abdul Manan :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 23 Oktober 2022

 

 

                                                           

KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. Sebagai Presiden G20 dan tuan rumah, Indonesia ingin memastikan perhelatan yang mempertemukan negara-negara maju dan berkembang ini berjalan lancar. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, persiapan logistik sudah hampir 100 persen. Demikian juga substansinya.

 

Menjadi Presiden G20 saat terjadi invasi Rusia ke Ukraina merupakan tantangan bagi Indonesia. Situasinya lebih rumit ketimbang saat Australia menjadi tuan rumah G20 pada 2014, ketika Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. "Kami akan berusaha ekstra agar G20 tetap dapat bekerja di tengah gelombang dinamika yang sangat luar biasa," kata Retno Marsudi kepada wartawan Tempo, Abdul Manan, Daniel Ahmad, dan Tara Reysa, di kantornya pada Jumat, 21 Oktober lalu.

 

Retno memaparkan progres persiapan logistik acara yang akan dihadiri lebih dari 20 negara itu, kemajuan pembahasan substansi KTT, peluang kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy, serta kemungkinan terjadinya aksi boikot oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Ia juga menjelaskan KTT ASEAN bulan depan yang akan membahas Myanmar.

 

Sejauh mana persiapan pelaksanaan G20?

 

Kalau bicara persiapan, ada dua elemen besar. Satu, persiapan logistik, di bawah kendali Pak Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Kami semua juga terlibat. Sudah hampir 100 persen persiapannya. Karena kan tidak hanya ada 20 negara, dengan undangan totalnya 39 negara. Masing-masing delegasi membawa rombongan yang cukup besar.

 

Kedua, substansi yang akan dibahas. Sudah 187 pertemuan dilakukan sepanjang sebelas bulan ini. Berarti 95 persen dari total pertemuan sudah dilakukan. Dari 187 itu, 18 adalah pertemuan tingkat menteri, termasuk menteri luar negeri dan menteri keuangan. Untuk side event, sudah 234 yang selesai. Jadi sudah 92 persen. Secara keseluruhan kami sudah siap menjadi tuan rumah.

 

Tentunya hari utamanya akan menjadi sangat penting. Negosiasi jalan terus. Semula negosiasi intersessional (pertemuan antarsesi) untuk sherpa track (pembahasan isu ekonomi non-keuangan) itu adalah yang terakhir. Tapi akan kami lihat hasilnya. Kalau banyak pending-nya, berarti kami perlu satu intersessional lagi. Jadi 10-13 November itu akan ada seri perundingan sherpa.

 

Sebelum kepala negara datang, semua agenda negosiasi diharapkan selesai?

 

Iya. Harapannya, pada saat para kepala negara mulai bertemu, tidak harus ada negosiasi lagi. Karena di banyak kesempatan KTT G20 kepala negaranya ketemu, paralel tim negosiasinya ketemu. Nah, kami mencoba menyelesaikan (perundingannya) sebelum KTT. Negosiasi G20 tidak pernah mudah. Apalagi kami tahu situasi saat ini sangat tidak mudah.

 

Invasi Rusia ke Ukraina berdampak agak signifikan bagi agenda G20?

 

Tidak agak, tapi sangat berdampak.

 

Bagaimana soal kehadiran kepala negara G20? Sudah ada kepastian?

 

Sejauh ini tidak ada satu pun yang menyampaikan respons sangat negatif. Negatif dalam arti dia sudah kirim nota mengatakan tidak datang. Itu belum ada. Semuanya positif. Ada yang sudah memberikan nota diplomatik mengkonfirmasi kehadiran, tapi ada juga yang, walaupun tidak kirim nota diplomatik, kami tahu dia akan hadir.

 

Hal lain adalah tantangan di luar kendali kita, seperti beberapa negara G20 pada saat yang sama menghadapi dinamika politik dalam negeri. Inggris, misalnya. Undangan kami kirim kepada Boris Johnson, kemudian Liz Truss naik. Kami sudah membuat draf undangan untuk Liz Truss, sekarang Liz Truss turun. Jadi akan kami tunggu dulu siapa yang akan menjadi Perdana Menteri Inggris untuk kami perbarui undangannya. Kemudian pemilihan umum di Brasil. Hasil pemilihan putaran pertama tidak bisa (menunjukkan suara) mayoritas. Jadi kami menunggu putaran kedua. Jadi dinamikanya bukan hanya perang Ukraina. Tugas kita adalah mempersiapkan yang terbaik, menavigasi agar, katakanlah, kalau ada turbulensi tidak sampai merusak bangunan kerja sama yang kita usahakan dibangun selama ini. Indonesia akan berusaha ekstra agar G20 tetap dapat bekerja di tengah gelombang dinamika yang sangaaat luar biasa.

 

Presiden Jokowi sudah datang ke Moskow menemui Putin. Apakah Putin pasti datang?

 

Beliau tidak pernah mengatakan negatif, ya. Tidak pernah mengatakan, "Maaf, ya, saya enggak datang". Enggak ada. Tapi kami tahu persis tantangannya. Jadi, sekali lagi, kami tahu, paham tantangan masing-masing. Tapi sejauh ini yang kami terima tidak ada yang negatif sehingga kami tetap saja terus positif, optimistis.

 

Saat Jokowi bertemu dengan Zelenskyy, apakah ada kepastian ia akan hadir?

 

Beliau kami undang dalam KTT. Tapi, sekali lagi, Presiden Zelenskyy belum pernah memenuhi undangan secara in person karena kan tahu akan sulit buat beliau untuk meninggalkan negaranya yang sedang dilanda perang. Jadi nanti masih kami tunggu. Tapi beliau sudah mengatakan akan hadir. Cuma, kehadirannya itu dalam bentuk apa? In person ataukah diberi kesempatan khusus karena sedang mengalami situasi yang khusus sehingga dapat menyampaikan pesan-pesannya secara virtual?

 

Pembicaraan masalah Ukraina-Rusia itu apakah diagendakan dalam G20?

 

G20 kan bukan forum politik. Itu forum keuangan, ekonomi, pembangunan. Tapi kan antara ekonomi dan geopolitik tidak bisa dibangun satu tembok baja, enggak bisa sama sekali (dipisahkan). Jadi bisa saya antisipasi bahwa isu Ukraina itu pasti akan mencuat di sesi 1 pada saat kita berbicara mengenai energi dan pangan, yang memang sangat terkena dampak karena perang di Ukraina. Pangan sudah jelas sangat terkena. Sebab, kalau kita gabungkan Ukraina dengan Rusia, mereka berdua bisa dibilang sebagai bread basket of the world. Jadi kalau terjadi sesuatu pada dua negara ini, pasokan pangan pasti akan terpengaruh.

 

Kedua, yang terus Indonesia serukan sewaktu Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pupuk. Rusia juga memiliki kontribusi besar terhadap rantai pasok pupuk dunia. Karena itu, kami juga berbicara banyak dengan negara maju, terutama G7, dan mereka memastikan pupuk dan pangan tidak masuk daftar sanksi mereka (terhadap Rusia). Memang sudah tidak ada dalam daftar sanksi, tapi yang juga hendak kita pastikan adalah tidak terjadi over-compliance. Kalau over-compliance terjadi juga, barang ini enggak jalan. Kalau tidak jalan, kita tidak bisa menyelesaikan atau menjamin ketersediaan pupuk yang mencukupi untuk pasar dunia. Yang kita bayangkan adalah tahun depan. Ini termasuk masalah beras. Dalam laporan Global Crisis Response Group Sekretaris Jenderal PBB disebutkan, jika kita tidak bisa mengatasi isu pupuk ini dengan baik, tahun depan krisis beras mungkin terjadi. Kalau krisis beras terjadi, setidaknya itu akan berdampak terhadap 2 miliar penduduk dunia, dan sebagian besar kan tinggal di Asia. Itu dari sisi pangan. Energi, sama juga. Jadi itu yang akan didebatkan. Kami sudah mengantisipasi dampak dari perang itu akan masuk ke pembahasan.

 

Apakah Anda juga mengantisipasi kemungkinan aksi boikot oleh Amerika Serikat dan Eropa karena kehadiran Putin?

 

Pertanyaan itu muncul sejak perang terjadi. Itu pertanyaan normal. Dari titik itulah kita berkomunikasi. Bisa saya sampaikan, salah satu kekuatan kita adalah komunikasi. Kami berbicara kepada semua anggota G20 secara terbuka. Kami menyampaikan posisi kita dengan jelas. Kalau kami bicara mengenai exclusion (pengecualian) salah satu anggota, pertanyaan kita adalah apakah presidensi memiliki kewenangan untuk itu (memberi exclusion)? Kan, harus diambil sebuah keputusan bersama secara konsensus. Sepanjang sejarah G20, semua keputusan diambil secara konsensus. Jadi kami sampaikan, jika itu keinginan semua, ya, presidensi akan jalankan. Pertanyaannya, apakah itu keinginan semua? Kami menyampaikan situasi itu. Kita sebagai presiden tidak punya hak melakukan itu.

 

Kalaupun mau melakukannya, diputuskan dulu di KTT?

 

Silakan saja. Tapi kita tahu perbedaannya sangat lebar, sangat dalam, dan itulah yang kami coba dengan kekuatan komunikasi. Ini bukan soal presidensi kita. Presidensi itu hanya satu tahun. Terlalu egois kalau kita hanya bicara presidensi. Yang kita ingin amankan adalah G20 karena sudah banyak sekali forum multilateral yang pada akhirnya tidak memberi hasil karena tersandera isu geopolitik. Nah, keinginan Indonesia, mari bekerja bersama untuk membuat G20 menghasilkan sesuatu karena hasil G20 sangat ditunggu dunia.

 

Saat pertemuan G20 berlangsung di Australia juga ada krisis karena Rusia mencaplok Krimea. Apakah situasi sekarang mirip?

 

Seingat saya sih enggak setajam sekarang. Sekarang sangat tajam. Makanya saya bilang, perbedaannya lebar dan dalam. Lengkap.

 

Apa isu kunci yang diharapkan bisa dihasilkan pada akhir KTT?

 

Isu kuncinya pasti sejalan dengan prioritas kita, yaitu di bidang kesehatan, transformasi digital, dan transisi energi. Tiga prioritas itu ditetapkan pada November setelah serah-terima presidensi dari Italia ke Indonesia. Belum ada perang kan (saat itu). Dan kemudian ada perang. Ke sininya kita tahu ada satu isu yang harus kita bicarakan, yaitu pangan. Kami memasukkan juga soal pangan. Jadi ada empat isu. Pasti isi dokumen itu akan sejalan dengan prioritas atau isu yang akan didebatkan dalam KTT nanti.

 

Sebenarnya bagaimana posisi kita dalam invasi Rusia ke Ukraina?

 

Kami sangat konsisten. Posisi kami dalam hal keutuhan wilayah dan kedaulatan sangat terang, jelas, dan konsisten. Bahwa tentunya kalau kami mengatakan itu ada pihak yang tersinggung, ya, mohon maaf. Tapi kan kita harus bersikap. Itu sikap yang memang secara konsisten terus kami sampaikan bahwa setiap negara memiliki kewajiban menghormati kedaulatan dan teritori atau integritas wilayah negara lain. Dan itu dinyatakan secara jelas dalam Piagam PBB.

 

Apakah itu tidak berpengaruh terhadap presidensi G20, dengan Rusia di dalamnya?

 

Saya yakin enggak, karena mereka tahu bahwa pelaksanaan politik luar negeri kita konsisten. Jadi mereka justru akan kaget kalau tiba-tiba Indonesia berubah. Karena konsistensi itulah maka, kalau saya melihat, Indonesia dihormati. Karena kita konsisten, berarti kita enggak bisa ditarik-tarik. Kita enggak bisa ditarik-tarik karena kita berpolitik luar negeri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip.

 

Garis kebijakannya masih bebas aktif?

 

Masih bebas aktif. Kepentingan kita adalah, tentunya, ada dua. Satu, melayani kepentingan nasional. Kedua, berkontribusi pada perdamaian dan kemakmuran dunia. Itu kan ada dalam konstitusi. Jadi itu yang kita jalankan. Bahwa di satu titik kita harus berteman dengan A, agak nyenggol B, besoknya mungkin berteman dengan B dan nyenggol C, itu normal. Tapi mereka tahu kita konsisten dan tidak memiliki intensi buruk.

 

Presiden Zelenskyy saat menelepon Jokowi juga mengajukan permintaan bantuan militer. Apa jawaban Jokowi saat itu?

 

Pelaksanaan politik luar negeri kita mandatnya kan sudah jelas ada di konstitusi: berkontribusi terhadap perdamaian dunia. Kalau perang?

 

Itu berarti tak mungkin memberi bantuan militer?

 

Kita konsisten sesuai dengan mandat konstitusi. Akan salah kalau kita melanggar konstitusi kita.

 

Apakah memberi bantuan militer tak sejalan dengan konstitusi?

 

Pokoknya dasar kita konstitusi.

 

Apa bantuan yang diberikan Indonesia kepada Ukraina?

 

Bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan dua pesawat. Saat ke Ukraina, Presiden juga membawa bantuan kemanusiaan. Kita juga sudah berkomitmen ikut membantu membangun rumah sakit yang rusak.

 

Apakah agenda utama KTT ASEAN pada November nanti masih soal Myanmar?

 

Pastinya Myanmar salah satu isu yang akan dibahas. Kalau ada KTT ASEAN, kita bicara mengenai rumah tangga kita, kerja sama kita dengan mitra yang lain, seperti mekanisme ASEAN Plus dengan Amerika dan macam-macam. Nah, pada saat kita bicara mengenai urusan kerumahtanggaan, selain melihat perkembangan atau kemajuan kerja sama ASEAN, kita bicara mengenai tantangan yang sedang dihadapi keluarga kita. Sekarang salah satu tantangan yang sangat jelas adalah situasi di Myanmar.

 

Apakah mungkin ada upaya baru agar lima konsensus ASEAN tentang Myanmar bisa dilaksanakan?

 

Itu yang akan dibahas oleh KTT ASEAN nanti. Jadi April 2021, atas inisiatif Indonesia, kita kumpul di Sekretariat ASEAN. Dari peristiwa ini dihasilkan lima butir konsensus itu. Sekarang kita akan duduk lagi bersama pemimpin ASEAN pada November mendatang. Dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri dan sebagainya kan kita berusaha melakukan asesmen, apakah ada kemajuan? Kesimpulan para menteri luar negeri mengatakan tidak ada perkembangan signifikan. Jadi pada saat kita ketemu terakhir para menteri luar negeri mengatakan, "Oke, kita harus melaporkan penilaian kita bahwa tidak ada kemajuan signifikan kepada para pemimpin ASEAN." Apa sikap ASEAN selanjutnya akan diserahkan kepada para pemimpin ASEAN.

 

Anda bertemu dengan sejumlah menteri luar negeri ASEAN beberapa hari lalu. Apakah akan ada terobosan mengenai masalah Myanmar?

 

Saya enggak mau menjawab secara hipotetis, ya, karena pertemuannya belum terjadi. Tapi, sekali lagi, kita berusaha. Diplomasi seperti itu yang kita lakukan. Ini urusan ASEAN. Kalau kita tidak bisa menyelesaikan urusan ini, ASEAN juga akan tersandera. Belum lagi pertanyaan dari publik. Makanya kami harus telaten, ngomong satu per satu dengan semua anggota. Terutama karena kita tahun depan akan menjadi Ketua ASEAN.

 

Ada kritik bahwa sikap ASEAN kurang kuat menekan Myanmar karena adanya politik non-interference.

 

Ini bukan campur tangan. Ini refleksi kepedulian sebagai keluarga. Di Sekretariat ASEAN, pada April 2021, semua ada di sana, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing (pemimpin junta militer Myanmar). Kita duduk seperti satu keluarga saat para pemimpin membahas lima butir konsensus itu. Dia ada di sana, bagian dari peserta pertemuan. Dia bagian dari konsensus. Itu adalah cara keluarga menunjukkan kepeduliannya kepada Myanmar. Jadi pesan sebenarnya begini, "Bantu kami untuk membantumu." Yang jadi fokus kita adalah rakyat Myanmar.

 

Dengan pendekatan seperti ini, faktor niat baik Myanmar jadi sangat menentukan?

 

Iya, dong. Makanya pada satu dari lima butir konsensus itu kalimatnya adalah "utusan khusus memfasilitasi dialog nasional". Kami bukan bagian dari dialog itu. Itu wilayah Anda. Makanya kami tidak interference. Tapi mungkin kamu butuh bantuan kami karena kamu tidak saling bicara, ayo kami bantu untuk saling bicara. Tapi yang dapat menyelesaikan masalah Myanmar adalah orang Myanmar sendiri. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/wawancara/167244/wawancara-retno-marsudi-soal-hasil-konferensi-g20

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar