Reformasi Polri
Setelah Kasus Narkoba Jenderal Teddy Minahasa Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Oktober 2022
POLISI menjual narkotik
barang bukti kejahatan susah dicerna akal sehat. Apalagi perbuatan kriminal
itu ditengarai melibatkan perwira tinggi, yakni Inspektur Jenderal Teddy
Minahasa. Tak ada pilihan, pemerintah Presiden Joko Widodo harus segera
membersihkan tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia, reformasi Polri. Wajah kepolisian yang
terus tercoreng aneka skandal tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab
Presiden Jokowi, kepala pemerintahan atasan Kepala Polri. Karena itu,
Presiden perlu memimpin langsung reformasi lembaga tersebut. Persoalan besar bertubi-tubi
jelas tidak bisa diselesaikan kepolisian secara internal. Jokowi selama ini terkesan
lepas tangan dalam masalah-masalah besar di lembaga itu. Sejumlah momentum
pembenahan yang seharusnya dilakukan setelah meledak berbagai skandal dan
peristiwa pun berlalu begitu saja. Antara lain, pembunuhan Brigadir Yosua
Hutabarat oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal
Ferdy Sambo, yang melibatkan 97 anggota Kepolisian dalam upaya mengaburkan
kejahatan itu. Begitu juga tragedi di
Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 134 orang pada 1
Oktober 2022. Alih-alih meminta polisi bertanggung jawab, Jokowi malah
menyoroti kualitas stadion sebagai penyebab tragedi. Walhasil, solusinya
membangun stadion lebih megah. Setelah dua peristiwa itu,
Jokowi memang memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta semua
kepala kepolisian daerah ke Istana Negara. Namun, Presiden hanya berpidato
normatif—meski juga menyoroti gaya hidup personel kepolisian yang terkesan
berlebihan. Momentum pembenahan
kepolisian itu datang lagi. Wajah lembaga tersebut kembali tercoreng ketika
tim Provos Markas Besar Polri menangkap Teddy Minahasa. Jenderal bintang dua
itu baru empat hari ditunjuk menjadi Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur,
menggantikan Inspektur Jenderal Nico Afinta yang dicopot seusai tragedi
Kanjuruhan. Ketika menduduki jabatan
sebelumnya sebagai Kepala Polda Sumatera Barat, Teddy diduga memerintahkan
anak buahnya menjual 5 kilogram sabu-sabu barang bukti. Kejahatan ini dibongkar
kolega Teddy di kepolisian. Tim Polda Metropolitan Jakarta Raya menangkap
jaringan pengedarnya pada hari ketika Teddy diumumkan sebagai Kapolda Jawa
Timur. Terbongkarnya
kejahatan—terlepas dari spekulasi adanya “perang bintang” di
kepolisian—sekaligus memperlihatkan penunjukan pejabat tidak mengedepankan
kepatutan. Atasan Teddy semestinya melihat laporan kekayaannya pada Maret
2022 yang mencantumkan nilai Rp 29,9 miliar. Angka itu tidak sesuai dengan
profil pendapatan formalnya. Mutasi dan promosi di Kepolisian
selama ini memang amat tertutup sehingga faktor kedekatan dan loyalitas kerap
menentukan. Ini yang menimbulkan friksi internal, intrik, dan klik, sehingga
memunculkan “jalur tikus” mutasi dan promosi di Polri. Ketika ada yang naik
jabatan, segera ia menarik kelompok dan lingkaran dekatnya. Sistem pengisian jabatan
di Kepolisian memang bermasalah sejak dari atas, ketika Presiden Jokowi
memilih Kapolri. Mengabaikan rapor, prestasi, dan rekam jejak, Jokowi memilih
Jenderal Listyo Sigit karena kedekatan dan kepentingan politik. Sigit adalah
bekas ajudan Presiden Jokowi. Ia menjadi Kepala Kepolisian Resor Kota
Surakarta ketika Jokowi memimpin kota itu. Presiden Jokowi juga mesti
mengubah cara pandangnya terhadap polisi. Dia beberapa kali memberikan tugas—bahkan
disertai ancaman—yang bukan tanggung jawab dan kewenangan mereka. Misalnya,
awal Desember 2021, Jokowi mengancam akan mencopot kepala kepolisian daerah
yang tidak bisa menjaga investasi. Agar Presiden senang dan tak dicopot, pada
akhirnya kepala Polda tak ubahnya “centeng” investor. Kunci reformasi Polri ada
di pundak Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi. Ia bisa membentuk tim
reformasi independen untuk mengubah wajah Korps Tribrata. Tim itu harus diisi
orang-orang profesional yang tak memiliki kedekatan dengan Kepolisian dan
para petingginya. Masih ada waktu bagi Jokowi untuk meninggalkan warisan baik
bagi institusi kepolisian. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar