Senin, 31 Oktober 2022

 

Etilen Glikol di Dokumen WHO

Tjandra Yoga Aditama : Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi; Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes

KOMPAS, 24 Oktober 2022

 

                                                

 

Kita semua tentu amat prihatin dengan kejadian gangguan ginjal akut yang sampai 21 Oktober 2022 sudah menimpa 241 pasien dengan 133 kematian.

 

Penyebabnya sampai sekarang masih belum juga diketahui secara pasti, tetapi penjelasan Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa 15 hingga 18 obat sirop yang diuji ternyata masih mengandung etilen glikol. Beberapa pihak juga menghubungkan gangguan ginjal yang terjadi pada anak-anak di Gambia.

 

Sambil menunggu penjelasan Kementerian Kesehatan—yang mudah-mudahan tak terlalu lama waktunya—tentang apa sebenarnya penyebab lebih dari 100 anak meninggal ini, baik kalau kita lihat apa yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehubungan kejadian di Gambia yang lalu. Informasi resmi WHO dan tindak lanjutnya setidaknya bisa memberi gambaran tentang etilen glikol dan dampaknya pada gangguan ginjal akut secara umum.

 

Dokumen WHO

 

Pada 5 Oktober 2022, WHO mengeluarkan dokumen berjudul ”Medical Product Alert No 6/2022: Substandard (contaminated) paediatric medicines. Substandard (contaminated) paediatric medicines identified in WHO region of Africa”.

 

Dalam dokumen disebutkan, Gambia melaporkan kejadian ini ke WHO pada September 2022. Tentu baik kalau Indonesia melakukan hal serupa.

 

Empat obat yang dianalisis di Gambia adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempatnya dibuat oleh Maiden Pharmaceuticals Limited (Haryana, India).

 

Jadi, nama obat dan produsennya sudah jelas diinformasikan ke publik. Kalau kasus di negara kita memang berhubungan dengan obat, tentu akan baik kalau diumumkan secara jelas kepada masyarakat luas pula.

 

Dokumen WHO ini secara jelas menyebutkan, hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa keempat obat itu mengandung dietilen glikol dan etilen glikol sebagai kontaminan dalam jumlah yang besar, unacceptable amounts.

 

Disebutkan juga bahwa secara resmi keempat obat ini hanya diidentifikasi di Gambia, tetapi bukan tidak mungkin secara informal terdistribusi ke negara lain juga.

 

Bahan dietilen glikol dan etilen glikol adalah toksik untuk manusia dan dapat berakibat fatal. Dampaknya dapat berupa nyeri perut, muntah, diare, nyeri kepala, serta tidak memproduksi urine secara baik dan menjadi gagal ginjal akut, yang dapat berujung pada kematian.

 

Dalam hal ini, WHO mengharapkan agar negara terus dapat meningkatkan surveilans dengan saksama terhadap kemungkinan peredaran obat-obat ini dan meningkatkan pengawasan pada pasar gelap/informal yang mungkin ada.

 

WHO menyampaikan agar negara-negara segera menginformasikan bahwa di negaranya ada obat yang terkategori substandar, yaitu obat yang kualitas dan spesifikasinya tidak sesuai dengan standar atau disebut juga out of specification. WHO juga mencantumkan bahwa laporan tentang obat yang substandar atau bahkan dicurigai membahayakan dapat disampaikan ke rapidalert@who.int.

 

Respons India

 

Sebagai tindak lanjut terhadap kasus tersebut, WHO sudah menghubungi otoritas kesehatan di India pada 13 Oktober 2022. Pemerintah India langsung membentuk tim khusus untuk menanganinya dengan dikoordinasikan oleh Drugs Controller General of India (DCGI).

 

Untuk melakukan analisis dengan mendalam, tim memerlukan informasi lengkap. Informasi itu mencakup bagaimana sebenarnya awal penyakit; tanda dan gejala; berapa lama anuria (tidak ada produksi urine) terjadi; hasil laboratorium, termasuk berbagai marker dan parameter. Juga investigasi ada tidaknya kandungan dietilen glikol dan etilen glikol pada pasien serta berbagai obat lain yang dikonsumsi pasien.

 

Informasi rinci seperti ini juga akan diperlukan kalau memang obat tertentulah yang jadi penyebab gagal ginjal akut pada anak-anak di negara kita.

 

Berita di Hindustan Times (16/10/2022) menyebutkan bahwa ternyata di India dua tahun lalu ada 17 anak yang meninggal di Distrik Udhampur di Jammu dan Kashmir sesudah mengonsumsi obat batuk sirop dengan konsentrasi tinggi dietilen glikol.

 

Bahkan, disebutkan juga bahwa pada 1986 dilaporkan ada 14 kematian di JJ Hospital, Mumbai, yang juga tampaknya dihubungkan dengan kontaminasi bahan yang sama.

 

Karena itu, judul artikel Hindustan Time ini jelas menyebutkan bahwa kejadian di Gambia merupakan wake-up call for Indian pharma. Walaupun artikel ini tentang India, kejadian di negara kita sekarang ini tentu baik kalau juga menjadi perhatian penting dunia farmasi di negara kita.

 

Pedoman WHO

 

Harus diakui bahwa masyarakat dan para orangtua cukup resah dengan pemberitaan kasus gagal ginjal akut dan kematiannya sekarang ini.

 

Akan baik kalau segera ada penjelasan tentang apa sebenarnya penyebab pasti kejadian ini. Untuk menangani ledakan penyakit, sebenarnya WHO sudah mempunyai berbagai pedoman, antara lain dalam bentuk WHO Outbreak Toolkit yang berupa mencari jawaban terhadap enam pertanyaan dengan berbagai rincian.

 

Walaupun pendekatan ini lebih ke penyakit menular, prinsip dasarnya dapat juga digunakan untuk menganalisis situasi yang kita hadapi kini.

 

Pertanyaan pertama adalah who, siapa yang terserang penyakit ini. Untuk ini, ada tiga rinciannya, demografi, seperti umur dan jenis kelamin; paparan rinci tentang gejala dan tanda penyakit pada tiap-tiap pasien; serta berapa jumlah kasus dan kematian yang sebenarnya terjadi—bukan yang hanya terlaporkan.

 

Pertanyaan kedua yang harus dijawab adalah where yang juga dirinci dalam tiga hal, yakni (1) tempat terjadinya, apakah di rumah sakit atau di klinik, di daerah perdesaan (rural) atau perkotaan (urban), atau mungkin daerah tertentu, dan lain-lain. Lalu, (2) bagaimana gambaran epidemiologis tempat/area yang melaporkan kasus. Kemudian, (3) seberapa luas area yang ada pasiennya atau ke area mana saja perluasan kejadian penyakit terjadi.

 

Pertanyaan ketiga adalah what yang dirinci menjadi dua hal, yakni (1) apa sebenarnya penyakitnya dan apa penyebab kematian serta (2) apakah ada produk tertentu yang diduga menjadi penyebab penyakit atau barangkali kebiasaan tertentu dan mungkin pencemaran lingkungan.

 

Pertanyaan keempat adalah how dengan tiga rincian yang harus terjawab, yakni (1) apakah ada hubungan/kesamaan antara kasus-kasus yang ada, baik pola etnik atau kebiasaan, riwayat penyakit, makanan, maupun pola tempat tinggal. Lalu, (2) berapa banyak masyarakat yang berisiko jatuh sakit, selain kasus yang sudah ada. Kemudian, (3) apakah ada sesuatu kejadian khusus sebelum mulai dilaporkannya lonjakan kasus sekarang ini.

 

Pertanyaan kelima tentang bagaimana kapasitas respons mengatasi keadaan. Ada tiga hal, yakni (1) bagaimana kemampuan laboratorium dan rumah sakit di sejumlah daerah yang terkena. Kemudian, (2) sarana dan prasarana apa yang pertama kali diperlukan Lalu, (3) apakah ada upaya untuk mencegah penambahan kasus.

 

Selanjutnya, pertanyaan keenam tentang persepsi, setidaknya dalam dua aspek, yakni (1) bagaimana kesan petugas lapangan yang menangani kasus dan juga tim investigasinya. Lalu, (2) apakah ada informasi lain yang dapat digali di lapangan.

 

Semoga masalah gagal ginjal akut pada anak-anak ini segera diketahui dengan jelas penyebabnya sehingga jalan keluarnya dilakukan dengan tepat pula. Yang tak kalah penting adalah dilakukannya komunikasi risiko dengan baik agar masyarakat mendapat informasi yang transparan dan jelas

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/22/etilen-glikol-di-dokumen-who

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar