Etilen
Glikol di Dokumen WHO Tjandra Yoga Aditama : Direktur
Pascasarjana Universitas Yarsi; Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan
Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes |
KOMPAS, 24 Oktober 2022
Kita semua tentu amat prihatin dengan kejadian
gangguan ginjal akut yang sampai 21 Oktober 2022 sudah menimpa 241 pasien
dengan 133 kematian. Penyebabnya sampai sekarang masih belum juga
diketahui secara pasti, tetapi penjelasan Kementerian Kesehatan menyebutkan
bahwa 15 hingga 18 obat sirop yang diuji ternyata masih mengandung etilen
glikol. Beberapa pihak juga menghubungkan gangguan ginjal yang terjadi pada
anak-anak di Gambia. Sambil menunggu penjelasan Kementerian
Kesehatan—yang mudah-mudahan tak terlalu lama waktunya—tentang apa sebenarnya
penyebab lebih dari 100 anak meninggal ini, baik kalau kita lihat apa yang
disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehubungan kejadian di Gambia
yang lalu. Informasi resmi WHO dan tindak lanjutnya setidaknya bisa memberi
gambaran tentang etilen glikol dan dampaknya pada gangguan ginjal akut secara
umum. Dokumen WHO Pada 5 Oktober 2022, WHO mengeluarkan dokumen
berjudul ”Medical Product Alert No 6/2022: Substandard (contaminated)
paediatric medicines. Substandard (contaminated) paediatric medicines
identified in WHO region of Africa”. Dalam dokumen disebutkan, Gambia melaporkan kejadian
ini ke WHO pada September 2022. Tentu baik kalau Indonesia melakukan hal
serupa. Empat obat yang dianalisis di Gambia adalah
Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough
Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempatnya dibuat oleh Maiden Pharmaceuticals
Limited (Haryana, India). Jadi, nama obat dan produsennya sudah jelas
diinformasikan ke publik. Kalau kasus di negara kita memang berhubungan
dengan obat, tentu akan baik kalau diumumkan secara jelas kepada masyarakat
luas pula. Dokumen WHO ini secara jelas menyebutkan, hasil
analisis laboratorium menunjukkan bahwa keempat obat itu mengandung dietilen
glikol dan etilen glikol sebagai kontaminan dalam jumlah yang besar,
unacceptable amounts. Disebutkan juga bahwa secara resmi keempat obat ini
hanya diidentifikasi di Gambia, tetapi bukan tidak mungkin secara informal
terdistribusi ke negara lain juga. Bahan dietilen glikol dan etilen glikol adalah
toksik untuk manusia dan dapat berakibat fatal. Dampaknya dapat berupa nyeri
perut, muntah, diare, nyeri kepala, serta tidak memproduksi urine secara baik
dan menjadi gagal ginjal akut, yang dapat berujung pada kematian. Dalam hal ini, WHO mengharapkan agar negara terus
dapat meningkatkan surveilans dengan saksama terhadap kemungkinan peredaran
obat-obat ini dan meningkatkan pengawasan pada pasar gelap/informal yang
mungkin ada. WHO menyampaikan agar negara-negara segera
menginformasikan bahwa di negaranya ada obat yang terkategori substandar,
yaitu obat yang kualitas dan spesifikasinya tidak sesuai dengan standar atau
disebut juga out of specification. WHO juga mencantumkan bahwa laporan
tentang obat yang substandar atau bahkan dicurigai membahayakan dapat
disampaikan ke rapidalert@who.int. Respons India Sebagai tindak lanjut terhadap kasus tersebut, WHO
sudah menghubungi otoritas kesehatan di India pada 13 Oktober 2022.
Pemerintah India langsung membentuk tim khusus untuk menanganinya dengan
dikoordinasikan oleh Drugs Controller General of India (DCGI). Untuk melakukan analisis dengan mendalam, tim
memerlukan informasi lengkap. Informasi itu mencakup bagaimana sebenarnya
awal penyakit; tanda dan gejala; berapa lama anuria (tidak ada produksi
urine) terjadi; hasil laboratorium, termasuk berbagai marker dan parameter.
Juga investigasi ada tidaknya kandungan dietilen glikol dan etilen glikol
pada pasien serta berbagai obat lain yang dikonsumsi pasien. Informasi rinci seperti ini juga akan diperlukan
kalau memang obat tertentulah yang jadi penyebab gagal ginjal akut pada
anak-anak di negara kita. Berita di Hindustan Times (16/10/2022) menyebutkan
bahwa ternyata di India dua tahun lalu ada 17 anak yang meninggal di Distrik
Udhampur di Jammu dan Kashmir sesudah mengonsumsi obat batuk sirop dengan
konsentrasi tinggi dietilen glikol. Bahkan, disebutkan juga bahwa pada 1986 dilaporkan
ada 14 kematian di JJ Hospital, Mumbai, yang juga tampaknya dihubungkan
dengan kontaminasi bahan yang sama. Karena itu, judul artikel Hindustan Time ini jelas
menyebutkan bahwa kejadian di Gambia merupakan wake-up call for Indian
pharma. Walaupun artikel ini tentang India, kejadian di negara kita sekarang
ini tentu baik kalau juga menjadi perhatian penting dunia farmasi di negara
kita. Pedoman WHO Harus diakui bahwa masyarakat dan para orangtua
cukup resah dengan pemberitaan kasus gagal ginjal akut dan kematiannya
sekarang ini. Akan baik kalau segera ada penjelasan tentang apa
sebenarnya penyebab pasti kejadian ini. Untuk menangani ledakan penyakit,
sebenarnya WHO sudah mempunyai berbagai pedoman, antara lain dalam bentuk WHO
Outbreak Toolkit yang berupa mencari jawaban terhadap enam pertanyaan dengan
berbagai rincian. Walaupun pendekatan ini lebih ke penyakit menular,
prinsip dasarnya dapat juga digunakan untuk menganalisis situasi yang kita
hadapi kini. Pertanyaan pertama adalah who, siapa yang terserang
penyakit ini. Untuk ini, ada tiga rinciannya, demografi, seperti umur dan
jenis kelamin; paparan rinci tentang gejala dan tanda penyakit pada tiap-tiap
pasien; serta berapa jumlah kasus dan kematian yang sebenarnya terjadi—bukan
yang hanya terlaporkan. Pertanyaan kedua yang harus dijawab adalah where
yang juga dirinci dalam tiga hal, yakni (1) tempat terjadinya, apakah di
rumah sakit atau di klinik, di daerah perdesaan (rural) atau perkotaan
(urban), atau mungkin daerah tertentu, dan lain-lain. Lalu, (2) bagaimana
gambaran epidemiologis tempat/area yang melaporkan kasus. Kemudian, (3)
seberapa luas area yang ada pasiennya atau ke area mana saja perluasan
kejadian penyakit terjadi. Pertanyaan ketiga adalah what yang dirinci menjadi
dua hal, yakni (1) apa sebenarnya penyakitnya dan apa penyebab kematian serta
(2) apakah ada produk tertentu yang diduga menjadi penyebab penyakit atau
barangkali kebiasaan tertentu dan mungkin pencemaran lingkungan. Pertanyaan keempat adalah how dengan tiga rincian
yang harus terjawab, yakni (1) apakah ada hubungan/kesamaan antara
kasus-kasus yang ada, baik pola etnik atau kebiasaan, riwayat penyakit,
makanan, maupun pola tempat tinggal. Lalu, (2) berapa banyak masyarakat yang
berisiko jatuh sakit, selain kasus yang sudah ada. Kemudian, (3) apakah ada
sesuatu kejadian khusus sebelum mulai dilaporkannya lonjakan kasus sekarang
ini. Pertanyaan kelima tentang bagaimana kapasitas
respons mengatasi keadaan. Ada tiga hal, yakni (1) bagaimana kemampuan
laboratorium dan rumah sakit di sejumlah daerah yang terkena. Kemudian, (2)
sarana dan prasarana apa yang pertama kali diperlukan Lalu, (3) apakah ada
upaya untuk mencegah penambahan kasus. Selanjutnya, pertanyaan keenam tentang persepsi,
setidaknya dalam dua aspek, yakni (1) bagaimana kesan petugas lapangan yang
menangani kasus dan juga tim investigasinya. Lalu, (2) apakah ada informasi
lain yang dapat digali di lapangan. Semoga masalah gagal ginjal akut pada anak-anak ini
segera diketahui dengan jelas penyebabnya sehingga jalan keluarnya dilakukan
dengan tepat pula. Yang tak kalah penting adalah dilakukannya komunikasi
risiko dengan baik agar masyarakat mendapat informasi yang transparan dan
jelas ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/22/etilen-glikol-di-dokumen-who |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar