Mengapa IPO Blibli
Mengandalkan Djarum Aisha Shaidra : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 30
Oktober 2022
RENCANA penawaran saham
perdana (initial public offering/IPO) Blibli.com atau Blibli menarik
perhatian Irfan Sabri. Karyawan swasta 43 tahun ini berminat membeli saham
dengan kode ticker BELI itu ketika penawaran dibuka pada 7 November
mendatang. “Spekulatif saja, buat jangka pendek," katanya pada Kamis, 27
Oktober lalu. Jangka pendek yang ia
maksud adalah membeli saham di harga penawaran, kemudian melepasnya saat
nilainya melejit. Dengan cara ini, Irfan mengharap cuan dari saham Blibli,
e-commerce yang terafiliasi dengan grup konglomerat Djarum. Irfan juga
penasaran pada saham perusahaan teknologi seperti Blibli. Apalagi dia tak
sempat membeli saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GOTO pada saat IPO,
April lalu. Saat itu banyak investor retail seperti Irfan yang mendulang
untung dari perdagangan jangka pendek. Namun banyak pula yang amsyiong atau
merugi lantaran saham GOTO ternyata terus menukik. Berbeda dengan Irfan,
David Anwar yang sudah bertahun-tahun menjadi investor retail di pasar modal
tak terlalu berminat pada saham BELI. Dia belajar dari pengalaman saat
membeli saham GOTO dan PT Bukalapak Tbk, yang juga perusahaan teknologi, yang
kemudian ia lepas tak lama setelah penawaran dibuka. “Enggak bisa untuk
di-hold, begitu listing dan cuan langsung dibuang," ujar karyawan
perusahaan minyak dan gas 44 tahun itu. Dari pengalaman itu, David menganggap
IPO GOTO dan Bukalapak gagal. Namun sikap investor
retail seperti David menjadi kabar baik bagi Kartika Sutandi. Chief Marketing
Officer Jarvis Asset Management ini mengatakan tak terlalu ramainya minat
investor retail membuat para manajer investasi leluasa membeli saham Blibli.
Mereka bisa mendapatkan jumlah lot saham dalam penjatahan tanpa persaingan
ketat. "Dibanding sebelumnya, kali ini order tidak usah besar-besaran
tapi bisa dapat nilai lebih," tuturnya pada Kamis, 27 Oktober lalu. Menurut Kartika, harga
saham yang ditawarkan Blibli tidak mahal dan kinerja perusahaan e-commerce
itu tidak jelek-jelek amat. Dia mengatakan banyak pertimbangan yang membuat
saham Blibli layak dibeli. Di tengah turunnya minat investor pada perusahaan
teknologi, rencana IPO Blibli berbeda dengan dua pendahulunya. Kartika mengatakan skema
IPO biasanya menjadi jalan bagi investor lama untuk exit atau melepas saham
mereka dengan nilai tinggi. Namun, dia menuturkan, dalam aksi korporasi ini,
Grup Djarum selaku pemegang saham mayoritas Blibli kemungkinan besar tidak
akan exit selepas IPO. "Djarum biasanya punya long-term view,” ujar
Kartika lalu menambahkan, “Yang paling penting di sini enggak ada seller,
jadi enggak usah takut kalau lock-up dibuka bakal diguyur.” Lock-up yang ia
maksud adalah periode yang ditetapkan otoritas pasar modal kepada investor
lama untuk tidak menjual sahamnya. Mekanisme ini bertujuan melindungi
investor baru dari kerugian. ••• BLIBLI.COM, yang berada di
bawah bendera PT Global Digital Niaga Tbk, mengumumkan penawaran saham pada
17-24 Oktober lalu. Pencatatan penawaran perdana saham BELI bakal berlangsung
di Bursa Efek Indonesia pada 7 November mendatang. Dalam aksi korporasi ini,
Blibli melepas 17,77 miliar lembar saham atau setara dengan 15 persen modal
yang ditempatkan dan disetor selepas IPO. Harganya Rp 410-460 per lembar,
lebih murah daripada saham Bukalapak pada saat IPO yang mencapai Rp 850 per
lembar tapi lebih mahal ketimbang saham GOTO yang ditawarkan Rp 338 per lembar. Dengan harga penawaran
itu, Blibli bisa meraup dana segar Rp 7,28-8,17 triliun dari IPO. Jika angka
ini tercapai, Blibli akan tercatat dalam daftar lima emiten dengan perolehan
dana IPO terbesar di Bursa Efek Indonesia, meski nilainya masih jauh dari raupan
dana Bukalapak pada saat IPO yang mencapai Rp 21,9 triliun. Sebelum IPO, Blibli
menjalankan strategi dengan melebur perusahaan agen travel online Tiket.com
dan perusahaan retail bahan kebutuhan pokok kelas premium, Ranch Market.
Blibli mengakuisisi Tiket.com pada 12 Juni 2017, sementara akuisisi terhadap
Ranch Market atau PT Supra Boga Lestari Tbk berlangsung pada 30 September
2021. Pada Jumat, 14 Oktober lalu, atau empat hari sebelum paparan publik
untuk IPO, Global Digital Niaga mengumumkan pembentukan entitas gabungan
Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market yang dinamai Blibli Tiket. Penggabungan ini bakal
memoles kinerja Blibli sekaligus mendorong penjualan Ranch Market ataupun
Tiket.com. Chief Financial Officer Tiket.com Ronald Winardi menyebutkan
sinergi ini memberi nilai tambah kepada pengguna serta harga yang kompetitif
dibanding pemain lain. Sedangkan bagi Ranch
Market, ada kenaikan angka penjualan yang signifikan saat produk mereka masuk
platform Blibli. Angka penjualan bulanan produk barang segar oleh Ranch
Market di Blibli.com meningkat 16 kali lipat pada Agustus 2021-April 2022.
Langkah ini dikenal sebagai strategi omnichannel atau penggabungan penjualan
retail konvensional dengan e-commerce. Kepada Tempo, Chief
Executive Officer Blibli Kusumo Martanto mengatakan, selain mengintegrasikan
bisnis online dan offline dari hulu ke hilir, pemain bisnis omnichannel bisa
menyediakan layanan baru, seperti tukar tambah atau trade in. Dia pun yakin
sinergi dengan Tiket.com dan Ranch Market menjadi salah satu kunci untuk
meningkatkan pertumbuhan bisnis dan monetisasi Blibli. “Sekaligus sebagai
langkah efisiensi biaya sehingga bisa mencapai tingkat profitabilitas,"
tuturnya pada Jumat, 28 Oktober lalu. Kusumo mengklaim Blibli
memiliki keunggulan lain dalam infrastruktur logistik dan jaringan
pergudangan serta kemampuan menjalankan pengiriman jarak jauh dan cepat atau
last-mile delivery ke semua wilayah. Blibli juga memelopori layanan antar dua
jam sampai yang sudah tersedia di 34 kota. Selain menggandeng
Tiket.com dan Ranch Market, Blibli sudah bekerja sama dengan 27 ribu toko
yang melayani fitur Blibli InStore serta Click & Collect. Kusumo
mengatakan jaringan ini didukung Blibli Express Services dan mitra logistik
pihak ketiga. Dengan sederet keunggulan
itu, ekonom Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of
Economics and Finance, Izzudin Al Farras Adha, menilai Blibli memiliki daya
tarik. "Penggunanya pasti akan tumbuh, apalagi kelas menengah dan arus
urbanisasi terus meningkat," ucapnya. Meski begitu, kinerja
keuangan Blibli mirip dengan kebanyakan perusahaan teknologi yang rata-rata
masih merugi. Pada semester I lalu, laporan keuangan Blibli menyatakan
kerugian Rp 2,5 triliun. Angka ini naik jika dibandingkan dengan kerugian
pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,19 triliun.
Sedangkan pendapatannya mencapai Rp 6,7 triliun, naik 123 persen dibanding
pada semester I 2021 yang sebesar Rp 2,9 triliun. Setelah meraup dana dari
IPO, Blibli akan membayar utang dan menutup modal kerja. Menurut Kusumo,
alokasi dana ini menunjukkan bentuk kepatuhan Blibli terhadap ketentuan atas
pinjaman pihak ketiga seusai aksi korporasi yang telah disepakati.
"Sebagian dana juga tetap dipakai untuk pengembangan bisnis,” katanya. Namun rencana penggunaan
dana ini, menurut Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee, tidak
menarik bagi investor. Hans mengatakan investor memandang alokasi utama dana
IPO untuk pembayaran utang menjadi sinyal buruk bagi pertumbuhan bisnis
Blibli. "Sebuah perusahaan berutang bisa dinilai bagus selama dia
mencatatkan untung,” ujarnya. Di sisi lain, Hans memberi
nilai plus pada sikap Grup Djarum yang tidak akan exit atau bertahan sebagai
pemilik modal terbesar Blibli. Dengan berada di bawah ekosistem raksasa milik
Djarum, kata dia, Blibli punya semacam penjamin. "Akhirnya kompetisi
antar-perusahaan teknologi akan terjadi pada grup usaha besar saja. Salah
satu yang harus diperhatikan adalah Djarum dan portofolionya." ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/167289/mengapa-ipo-blibli-mengandalkan-djarum |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar