Prinsip
Dasar Perguruan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro : Dirjen Dikti (1999-2007), Guru
Besar Emeritus Teknik Mesin ITB |
KOMPAS, 27 Oktober 2022
”Menyehatkan
Perguruan Tinggi” adalah Tajuk Rencana Kompas 14 Oktober 2022, yang mengulas
pemberitaan Kompas 12 Oktober 2022 halaman 5 yang berjudul ”Banyak Perguruan
Tinggi Berskala KecilTidak Sehat”. Dalam
kedua ulasan itu, tak sehatnya perguruan tinggi (PT) dikarenakan PT di
Indonesia didominasi sejumlah perguruan tinggi kecil dengan jumlah mahasiswa
di bawah 2.000 orang. Data
Kemendikbudristek menunjukkan, dari 3.041 perguruan tinggi swasta (PTS) di
seluruh Indonesia, terdapat 1.291 PTS yang belum terakreditasi sehingga
dikategorikan tidak sehat. Salah satu upaya penyehatan PT oleh
Kemendikbudristek adalah peng-gabungan PT kecil yang tak sehat agar bisa
lebih kuat dan sehat. Dalam
kenyataannya, upaya penggabungan tersebut tak mudah mengingat setiap PT
mempunyai karakter dan kultur masing-masing. Ego setiap PT sangat kuat meski
kondisinya tidak sehat. Selama ini pola penggabungan yang efektif hanya pola
akuisisi. Tata
kelola unik Prinsip
dasar PT adalah bahwa setiap PT mempunyai tata kelola yang unik dan otonom
yang tertuang dalam statutanya. Oleh karena itu, PT tak dapat diperbandingkan
satu dengan yang lain. Bagaimana
mungkin kita membandingkan dua entitas yang tak sama? Pola akreditasi yang
dilakukan Kemendikbudristek terhadap PT adalah pola pembandingan sumber daya
dan infrastruktur antar-PT dengan basis standar nasional PT. PTS yang
berjumlah 1.291 yang belum terakreditasi menunjukkan mereka belum memenuhi
standar nasional PT. Apakah
tak sehatnya PT karena kondisi PT yang memang lemah atau karena standar
nasional PT yang tak relevan dengan keunikan setiap PT? Besar kemungkinan
standar nasional PT belum bisa mengakomodasi keunikan setiap PT, bahkan
sebaliknya standar nasional PT justru menekankan keseragaman, seperti halnya
persekolahan. Keunikan
PT merupakan kekuatan daya tarik bagi calon mahasiswa yang sedang memilih
program studi. Seandainya seluruh PT seragam seperti halnya persekolahan,
maka tidak akan ada pusat-pusat studi unggulan dari berbagai bidang yang
beragam dan para calon mahasiswa tidak punya pilihan program studi yang
sesuai dengan passion mereka. Seandainya
standar nasional PT bisa mengakomodasi keunikan dan otonomi setiap PT, maka
tak akan ada PT yang tak sehat karena setiap PT akan berperan sesuai
visi-misinya. Ukuran besar atau kecil PT ditentukan oleh visi-misinya dan
pemerintah seyogianya menghargai baik PT besar maupun kecil. Tidak
sedikit PT kecil yang mampu berkarya membangun masyarakat, terutama di daerah
terpencil. Dengan demikian, stigma bahwa PT kecil tak sehat harus dihapus,
demikian juga stigma bahwa PT kecil tak berkualitas, juga harus dihapus. Tidak
boleh ada diskriminasi dalam menghargai PT, baik antara PTN dan PTS maupun
antara PT besar dan PT kecil. Kualitas
perguruan tinggi Kemendikbudristek
memakai nilai akreditasi PT untuk mengukur kualitas PT, sedangkan akreditasi
PT itu berbasis input sehingga otomatis PT besar selalu dianggap berkualitas
karena tinggi nilai akreditasinya. Seandainya akreditasi PT berbasis capaian
(outcome), maka ukuran PT tak menentukan kualitas, tetapi ditentukan oleh
kemampuan PT menyiapkan lulusannya memenuhi capaian belajar yang yang
ditargetkan. Oleh
karena itu, definisi kualitas PT seyogianya diubah menjadi kemampuan PT untuk
memenuhi janjinya pada pemangku kepentingan dan masyarakat. Dengan definisi
ini, maka PT kecil dan PT besar dapat berkualitas sesuai tata kelola
masing-masing sehingga membawa manfaat bagi masyarakat. Keberagaman
PT Indonesia harus dijadikan kekuatan untuk menyejahterakan masyarakat,
bangsa, dan negara. Tidak perlu ada dikotomi PTN dan PTS, PT besar dan PT
kecil. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/21/prinsip-dasar-perguruan-tinggi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar