Minggu, 30 Oktober 2022

 

Bagaimana Rishi Sunak Menjadi Perdana Menteri Inggris

Iwan Kurniawan :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 30 Oktober 2022

 

 

                                                           

KATA-KATA Rishi Sunak pada 2014 seperti menahbiskan dirinya ketika parlemen Inggris memilihnya menjadi Perdana Menteri Inggris ke-104. “Wajah Inggris telah berubah,” tulis Sunak dalam “A Portrait of Modern Britain”, sebuah laporan untuk Policy Exchange, lembaga penelitian di bidang pendidikan.

 

Sunak, yang nantinya menjadi PM Inggris, menulis tentang para pahlawan Inggris dalam Olimpiade 2012. Ia menyebutkan seorang imigran Somalia dan seorang gadis campuran Yorkshire. “Mo Farah dan Jessica Ennis menangkap semangat bangsa dan datang untuk mewakili keragaman Inggris yang luar biasa,” demikian penjelasannya. Jika kini ada yang menulis biografinya, kata-kata itu pantas tersemat untuk politikus Partai Konservatif keturunan India yang baru berusia 42 tahun tersebut.

 

Sewaktu Sunak menulis laporan itu, ada 8 juta orang atau 14 persen penduduk Inggris beretnis minoritas. Lima yang terbesar adalah India, Pakistan, Afrika, Karibia, dan Bangladesh. “Orang kulit hitam dan etnis minoritas sekarang menjadi bagian populasi yang signifikan dan tumbuh cepat,” tulis Sunak, yang menulis laporan bersama Saratha Rajeswaran, aktivis etnis minoritas. Menurut Sunak, kondisi ini harus dipahami oleh pengambil kebijakan dan politikus.

 

Ia pun menjadi anggota parlemen setahun kemudian. Kariernya moncer hingga Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menugasinya menjadi bendahara kabinet pada 2019. Beberapa jabatan penting ia pegang di masa kepemimpinan Johnson. Ia kalah dari Liz Truss dalam persaingan memimpin Partai Konservatif, lalu peluangnya terbuka lagi 40 hari kemudian karena kebijakan Truss untuk memulihkan ekonomi Inggris ditolak pasar.

 

Sunak adalah putra imigran dari Afrika timur. Kedua orang tuanya berasal dari India yang pindah ke Southampton. Ayahnya seorang dokter dan ibunya membuka apotek. Sunak lahir di kota ini pada 1980.

 

Lubeena Yar, pengusaha 56 tahun di Tooting, kampung para migran di London, ingat pengalaman buruk ketika orang tuanya pertama kali datang dari Pakistan ke Inggris pada periode yang sama dengan keluarga Sunak. Ayahnya ditolak memiliki rumah karena tetangga yang rasis mengatakan mereka tidak ingin orang kulit berwarna tinggal di lingkungan mereka.

 

“Saya tumbuh di era itu. Dan, Anda tahu, saya ingat seperti apa hidup saya atau apa yang harus dikorbankan orang tua saya agar kami bisa mendapatkan pendidikan yang baik, mendapatkan gelar kami, dan melakukan apa yang kami inginkan,” ucap Yar kepada CNN.

 

Sunak lalu belajar filsafat, politik, dan ekonomi di University of Oxford, Inggris, serta bisnis di Stanford University, Amerika Serikat. Di Stanford, dia bertemu dan akhirnya menikah Akshata Murthy, putri miliarder India, Narayana Murthy.

 

Setelah lulus, Sunak bekerja untuk bank investasi Goldman Sachs dan dua lembaga keuangan lain. The Sunday Times Rich List memperkirakan kekayaan pasangan Sunak dan Murthy mencapai 730 juta pound sterling atau sekitar Rp 13 triliun lebih.

 

Kekayaan istrinya menjadi problem karena Murthy tidak membayar pajak ke pemerintah Inggris atas penghasilannya di luar negeri. Sunak setuju membayar pajak tambahan akibat perkara itu. “Saya tinggal, bekerja, dan belajar di Amerika pada saat itu, tapi saya kembali ke Inggris dan memutuskan mencoba melayani negara saya sebagai anggota parlemen dan kemudian di pemerintahan,” ucapnya kepada BBC.

 

Latar belakangnya sebagai Perdana Menteri Inggris pertama keturunan Asia mendapat banyak pujian, meski politikus Partai Konservatif mempertanyakan nasionalismenya. Meskipun imigran, Sunak pendukung strategi imigrasi mendeportasi beberapa migran ilegal ke Rwanda. Kebijakan kontroversial ini diterapkan Boris Johnson. Para aktivis menilainya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

 

Seperti Liz Truss, tantangan terberat Sunak sebagai Perdana Menteri adalah memulihkan ekonomi Inggris yang morat-marit karena inflasi yang dipicu krisis energi akibat invasi Rusia ke Ukraina. “Pemerintah yang saya pimpin tidak akan meninggalkan generasi berikutnya, anak-anak dan cucu-cucu Anda, dengan utang yang harus diselesaikan,” tuturnya dalam pidato pertamanya di depan gedung di Jalan Downing Nomor 10, kantor perdana menteri, pada Selasa, 25 Oktober lalu.

 

Usaha Truss memulihkan ekonomi Inggris dengan memangkas pajak untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi bumerang. Pasar merespons negatif kebijakan itu karena Truss gagal meyakinkan kredibilitas keuangan dan fiskal pemerintah karena kehilangan pendapatan 30 miliar pound sterling.

 

Keputusannya memecat Menteri Keuangan Kwasi Kwarteng tak menolong skeptisisme pasar. Pada Rabu, 19 Oktober lalu, imbal hasil obligasi pemerintah 30 tahun turun menjadi 4 persen dari 5 persen pada 27 September sebelum bank sentral mengintervensinya. Namun intervensi bank sentral juga sia-sia karena tak membalik kepercayaan pasar Inggris.

 

Pada Jumat, 7 Oktober lalu, Kantor Penanggung Jawab Anggaran (OBR), pengawas fiskal negeri itu, menyarankan pemerintah memotong pinjaman tahunan sekitar 70 miliar pound sterling atau 2 persen dari produk domestik bruto pada tahun anggaran 2027-2028.

 

Menurut Sunak, Truss membuat kebijakan dengan niat baik memulihkan Inggris. Namun kebijakannya itu tak cukup mengobati resesi. Krisis ekonomi di Inggris sudah merambah ke seantero negeri. Banyak laporan menunjukkan anak-anak sekolah tak bisa makan siang, bahkan mereka memakan karet penghapus untuk mengganjal perut.

 

Sunak belum mengumumkan kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi. Namun, pada Juli lalu, dia sempat melemparkan gagasan pemotongan pajak, gagasan yang sama dengan Truss. Pada waktu itu, Sunak mengatakan pemotongan pajak akan ia lakukan secara terukur. Salah satu ukurannya adalah Partai Konservatif kembali menjadi partai mayoritas di parlemen. “Saya akan menggambarkannya sebagai Thatcherisme yang masuk akal,” katanya.

 

Margaret Thatcher adalah Perdana Menteri Inggris ke-96 yang memimpin negeri monarki itu pada 1979-1990. Bila Sunak akan menempuh jalan Thatcher, kebijakan ekonominya akan menekankan pada pasar bebas, pengeluaran pemerintah yang terkendali, dan pemotongan pajak untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi melalui gairah investasi.

 

Dunia menunggu kebijakan ekonomi Rishi Sunak, meski kini masih terasa euforia perayaan seorang Perdana Menteri yang serba pertama: perdana menteri pertama yang termuda di era Inggris modern, Perdana Menteri Inggris pertama paling kaya, Perdana Menteri pertama beragama Hindu, dan perdana menteri pertama keturunan India—negeri koloni Inggris selama hampir 350 tahun. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/internasional/167296/bagaimana-rishi-sunak-menjadi-perdana-menteri-inggris

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar