Strategi Ferdy Sambo
Membebaskan Putri Candrawathi Raymundus Rikang : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Oktober 2022
BERSAMA Putri Candrawathi,
Febri Diansyah menyambangi Ferdy Sambo di Markas Komando Brigade Mobil di
Depok, Jawa Barat, pada September lalu. Putri, istri Sambo, saat itu belum
ditahan polisi meski telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir
Yosua Hutabarat pada 19 Agustus lalu. Kedatangan Febri untuk membahas
kepastian menjadi penasihat hukum. Febri, mantan juru bicara
Komisi Pemberantasan Korupsi, menyampaikan kesanggupannya menjadi pengacara
Putri selama persidangan. Ia mengklaim meminta kepada Sambo agar pihak yang
bersalah dalam pembunuhan Brigadir Yosua mengakuinya. “Kami melakukan
pendampingan hukum secara obyektif,” kata Febri mengulang penjelasannya
kepada Sambo saat berkunjung ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, Rabu, 19
Oktober lalu. Menurut Febri, Sambo
berterima kasih setelah ia menyanggupi menjadi kuasa hukum Putri Candrawathi.
Febri juga mengklaim bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI
itu tak keberatan atas aturan main pendampingan hukum secara obyektif seperti
yang dimintanya. Polisi menjerat Putri
dengan pasal pembunuhan berencana serta membantu kejahatan. Jika terbukti di
persidangan, ia bisa dikenai sanksi maksimal hukuman mati. Kepolisian
menyatakan Putri ikut dalam perencanaan pembunuhan Brigadir Yosua berdasarkan
keterangan saksi dan rekaman kamera pengawas (CCTV) di sekitar rumah dinas
Sambo di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Ketika berjumpa dengan
Sambo, Febri menjelaskan kerumitan kasus pembunuhan Yosua, yakni adanya
rekayasa peristiwa. Sambo diduga terlibat dalam membuat skenario tersebut.
“Kondisi ini membuat publik sulit menerima penjelasan baru dari pihak Sambo
kendati hal itu merupakan fakta,” ujarnya. Febri mengklaim tawaran
untuk membela Putri datang pada awal September lalu. Namun ia tak langsung
menyetujuinya. Ia mengaku mempelajari dokumen perkara Putri selama sekitar
tiga pekan. Febri juga mengungkapkan turut mendorong Sambo agar mengaku
merekayasa kasus dan memohon ampun kepada keluarga Yosua. Sambo menyampaikan
permintaan maaf tersebut di Kejaksaan Agung pada Rabu, 5 Oktober lalu. Kolega Febri di KPK yang
kini menjadi praktisi komunikasi publik bercerita, tawaran untuk Febri
sebenarnya datang sebelum Putri menjadi tersangka. Pada pekan kedua Agustus
lalu, dia sempat diajak Febri dan Rasamala Aritonang—bekas pegawai Biro Hukum
KPK—berdiskusi tentang strategi komunikasi yang bisa digunakan oleh kubu
Sambo untuk meraih simpati publik. Praktisi komunikasi ini
awalnya tak tahu bahwa Febri dan Rasamala akan bergabung dengan tim pengacara
Sambo dan Putri. Ia baru menyadarinya setelah Febri menggelar konferensi pers
pada akhir September lalu. Dalam diskusi itu, ia menilai Sambo bisa saja
mendapat simpati asalkan mau meminta maaf. Narasumber ini juga menyarankan
Sambo melimpahkan semua kesalahan kepadanya, termasuk soal keterlibatan
Putri. Febri sempat menanyakan
kemungkinan Sambo mendulang simpati jika membongkar aib para jenderal di
kepolisian. Namun hal itu dinilai sebagai persoalan berbeda dan bisa menambah
masalah baru. Apalagi Sambo disebut merencanakan pembunuhan dan merekayasa
kasus kematian Brigadir Yosua. Sebelum menggaet Febri dan
Rasamala, Sambo mendekati Hotman Paris Hutapea. Tim Sambo sedikitnya dua kali
meminta Hotman menjadi penasihat hukum bagi Sambo dan Putri. Tapi doktor
lulusan Universitas Padjadjaran tersebut menolak permintaan Sambo. Hotman menolak tawaran
Sambo karena merasa memiliki konflik kepentingan. Ia mengaku akan terus
mengulas skandal pembunuhan Yosua dalam acara bincang-bincang yang dipandunya
di salah satu stasiun televisi swasta. “Saya putuskan untuk menolak walaupun
akan masuk televisi setiap hari,” ucapnya dikutip dari potongan video yang
diunggah pada 5 September lalu di akun Instagram @hotmanparisofficial. Pada Jumat, 14 Oktober
lalu, Sambo memberikan jawaban tertulis kepada Tempo melalui pengacaranya,
Arman Hanis. Sambo membenarkan ada upaya untuk menggaet sejumlah pengacara,
termasuk Hotman. “Saya mengikuti arahan tim kuasa hukum saja,” kata lulusan
Akademi Kepolisian 1994 tersebut. Gelagat Sambo membebaskan
Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Yosua terlihat dari pengakuannya
saat diperiksa penyidik. Saat dimintai keterangan oleh penyidik pada 22
Agustus lalu, Sambo menyebutkan Yosua melecehkan dan memerkosa Putri di rumah
mereka di Magelang, Jawa Tengah. Ia memperoleh cerita itu dari istrinya di
rumah pribadi di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, setelah Putri tiba dari
Magelang. Ihwal peristiwa Magelang,
Putri tiga kali meralat keterangannya kepada penyidik. Ia semula menyebutkan
dilecehkan Yosua. Putri kemudian mengaku bahwa Yosua masuk ke kamar dan
tiba-tiba mencopoti pakaiannya. Belakangan, ia mengungkapkan terjadi kontak
fisik setelah Yosua masuk kamar dan duduk di tepi ranjang. Sambo juga menjelaskan
kepada penyidik bahwa Putri menangis setelah menjelaskan peristiwa di
Magelang. Ia meminta sang istri pergi ke kamar sehingga tak mendengar
pembicaraan dengan dua ajudannya, Ricky dan Richard. Sambo mengaku hanya
memerintahkan untuk menyokong dirinya tatkala meminta penjelasan kepada
Yosua. Sambo pun tak menyinggung sama sekali perintah untuk mengeksekusi
Yosua. “Istri saya tak terlibat,” ujarnya. Dalam pemeriksaan yang
sama, Sambo mengaku sempat berteriak, “Hajar, Chard!” Perintah itu
disampaikan setelah Yosua tiga kali mempertanyakan tuduhan Sambo. Pistol
Richard kemudian menyalak dan Yosua roboh diterjang peluru. Pengakuan tersebut berbeda
dengan temuan majalah ini pada Agustus lalu. Sambo memanggil Ricky dan
Richard serta meminta mereka mengeksekusi Yosua di rumah pribadinya. Ricky
menolak perintah itu, tapi Richard menyanggupinya. Kepala Polri Jenderal
Listyo Sigit Prabowo mengatakan keterangan para saksi menyebutkan rencana
pembunuhan Yosua dibahas di rumah di Jalan Saguling. Kepada Tempo, Sambo
berkilah tak ikut menembak Yosua. Padahal Richard mengungkapkan bahwa bekas
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu ikut menembak bagian belakang
kepala Yosua sebanyak dua kali. Aksi itu dilakukan setelah Richard melepaskan
tiga peluru dari pistol Glock 17 ke tubuh Yosua. Rentetan pengakuan Sambo
disebut-sebut sebagai upaya agar mantan Ketua Satuan Tugas Khusus Merah Putih
itu serta istrinya lolos dari hukuman. “Saya mengembalikan putusan kepada
majelis hakim dan istri saya sama sekali tak mengetahui peristiwa yang
terjadi di rumah dinas Duren Tiga,” tuturnya. Pengacara Putri, Febri
Diansyah, enggan mengira-ngira peluang istri Ferdy Sambo itu bebas dari
dakwaan. Ia akan berfokus dalam setiap persidangan yang melibatkan Putri
Candrawathi. “Dalam berkas dan keterangan yang kami terima, belum terlihat
peran signifikan Putri saat kejadian pembunuhan berencana terhadap Yosua,”
Febri mengklaim. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/hukum/167247/strategi-ferdy-sambo-membebaskan-putri-candrawathi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar