Tuhan Tak
Menyerupai Apa pun
yang Kita
Bayangkan
|
Agus Mustofa ; Penulis Buku Tasawuf
Modern
|
JAWA
POS, 18 Agustus 2012
Seorang kawan
saya tiba-tiba nyeletuk,
"Jangan-jangan Tuhan itu adalah energi."
Saya yang tak tahu asal usul munculnya kalimat tersebut bertanya kepadanya, "Kenapa kok tiba-tiba punya pikiran seperti itu?"
Ia pun lantas menjelaskan pencarian spiritualnya tentang Tuhan. Menurut dia, antara energi dan Tuhan memiliki beberapa kemiripan sifat. Di antaranya, Tuhan dan energi sama-sama tidak kasatmata. Selain itu, Tuhan dan energi sama-sama memiliki sifat kekal, yang di dalam fisika dikenal sebagai hukum kekekalan energi.
Setelah tahu latar belakangnya, saya pun mengajaknya berdiskusi seputar energi dan Tuhan. Yang pertama, tentang sifatnya yang tidak kasatmata. Saya katakan, bukan hanya energi yang tidak kasatmata. Sangat banyak "sesuatu" yang tidak kasatmata, tetapi tidak bisa serta-merta disejajarkan dengan Tuhan.
"Waktu" juga tidak kasatmata. Meskipun besarnya bisa diukur dengan menggunakan mesin waktu -seperti jam digital- tetapi dimensi waktu adalah besaran yang tak kasatmata. Cuma bisa dirasakan saja kehadirannya.
Demikian pula dengan dimensi ruang, juga tidak kasatmata. Walaupun batas-batasnya berupa dinding atau materi pembatas bisa dilihat, namun ruang itu sendiri tak kasatmata. Tapi, tidak serta-merta kita menyamakan dimensi ruang dan waktu setara dengan Tuhan.
Belum lagi bicara soal "kesadaran" dan "perasaan" yang sangat abstrak. Tentu juga tidak bisa dilihat secara kasatmata. Pada intinya, sifat "tak kasatmata" tidak serta-merta menjadikan sesuatu itu layak untuk disebut Tuhan. Termasuk energi.
Sampai di sini, kawan saya bisa memahami dan menerima pendapat saya. Meskipun, ia lantas bertanya, "Tapi, bagaimana dengan kekekalan energi? Bukankah energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan? Sehingga ia pantas disebut sebagai Tuhan? Atau, setidak-tidakanya setara dengan Tuhan?"
Maka, saya pun mengajaknya untuk melihat sejarah alam semesta. Jagat raya ini, menurut fisika modern, adalah eksistensi yang memiliki permulaan dan memiliki akhir. Jika di-breakdown, alam semesta ini tersusun atas lima variabel, yakni ruang, waktu, materi, energi, dan informasi. Dengan kata lain, energi bukanlah segala-galanya. Ia hanya salah satu di antara variabel penyusun alam semesta.
Ruang adalah wadah alam semesta. Waktu adalah ukuran dinamikanya. Materi dan energi menjadi isi. Sedangkan informasi adalah hukum-hukum yang menggerakkan seluruh peristiwa di dalamnya. Energi tidak bisa berdiri sendiri. Ia bergantung pada keberadaan materi. Jika di alam semesta ini tidak ada materi, energi pun juga tiada. Itu sudah pernah terjadi saat alam semesta berusia nol tahun, kala "waktu" belum ada dan "ruang" alam semesta pun belum terbentuk. Maka, materi tidak memiliki tempat untuk memunculkan energi.
Jadi, sebenarnya hukum kekekalan energi itu hanya berlaku ketika waktu sudah bergerak, ruang sudah terbentuk, dan materi-energi sudah eksis. Ketika semua itu masih nol, energi pun tidak ada. Dengan kata lain, energi bukanlah sesuatu yang tidak punya awal dan tidak punya akhir. Dalam pemahaman kosmologi modern, energi memiliki awal, yaitu saat terjadinya dentuman besar: big bang. Dan, akan berakhir saat runtuhnya alam semesta yang dikenal sebagai: big crunch.
Segala sesuatu bakal musnah. Sebagaimana dulu tiada, semua bakal kembali tiada. Hanya Allah-lah zat yang kekal dalam arti sebenar-benarnya. Dia tidak punya awal dan tidak punya akhir karena eksistensi-Nya bukan berada di dalam dimensi ruang dan waktu. Melainkan, justru sebaliknya, ruang dan waktu itulah yang berada di dalam Allah. Karena itulah, Alquran menyebut-Nya sebagai zat yang meliputi seluruh dimensi waktu: awal waktu sekaligus akhir waktu. Bahkan juga meliputi segala yang tampak maupun yang tidak tampak, alias yang material maupun yang energial.
"Dialah Yang Awal (meliputi waktu ke nol) dan Yang Akhir (meliputi waktu tak terhingga), Yang Zhahir (meliputi seluruh yang material) dan Yang Batin (meliputi seluruh yang energial); dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al Hadiid: 3)
Karena itu, sebuah kesimpulan yang telalu tergesa-gesa jika kita menyamakan energi dengan Tuhan ataupun menyetarakan Tuhan dengan energi. Terlalu naïf. Apalagi, ada yang menyalahtafsirkan berita ditemukannya partikel Tuhan alias God particle sebagai zat penyusun eksistensi ketuhanan: sebuah kekeliruan yang sangat absurd.
Yang disebut sebagai God particle sebenarnya tak lebih hanyalah sebutir partikel yang berfungsi memunculkan gaya gravitasi. Itu hanya salah satu saja di antara empat gaya fundamental pembentuk alam semesta: gaya nuklir lemah, gaya nuklir kuat, gaya elektromagnetik, dan gaya gravitasi. Bila salah satu di antara empat gaya tersebut tidak eksis, alam semesta bakal runtuh kembali ke pusatnya.
Maka, tidak bisa tidak, seluruh eksistensi alam semesta ini sebenarnya berada di dalam kendali "kekuatan" yang lebih besar lagi. Dialah yang mengendalikan seluruh dinamika jagat raya sebagai orkestra maharaksasa, dengan akurasi yang sangat "nggegirisi". Kekuasaan-Nya tiada terbatas. Tak ada yang bisa menghalangi kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan serta ilmu-Nya. Dialah Allah azza wajalla, Sang Penguasa jagat semesta raya.
"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu." (QS An Nisaa: 126)
"Janganlah kamu sembah di samping Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan selain Dia. Segala sesuatu bakal binasa, kecuali Allah saja. Bagi Dialah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS Al Qashash: 88)
Wallahu a'lam bis-sawab.
Semoga Ramadan kali ini adalah Ramadan yang penuh hikmah. Selamat berlebaran bersama handai taulan. Taqabbalallahu minna waminkum, taqabbal ya kariim. Mohon maaf lahir dan batin. Salam. ●
Saya yang tak tahu asal usul munculnya kalimat tersebut bertanya kepadanya, "Kenapa kok tiba-tiba punya pikiran seperti itu?"
Ia pun lantas menjelaskan pencarian spiritualnya tentang Tuhan. Menurut dia, antara energi dan Tuhan memiliki beberapa kemiripan sifat. Di antaranya, Tuhan dan energi sama-sama tidak kasatmata. Selain itu, Tuhan dan energi sama-sama memiliki sifat kekal, yang di dalam fisika dikenal sebagai hukum kekekalan energi.
Setelah tahu latar belakangnya, saya pun mengajaknya berdiskusi seputar energi dan Tuhan. Yang pertama, tentang sifatnya yang tidak kasatmata. Saya katakan, bukan hanya energi yang tidak kasatmata. Sangat banyak "sesuatu" yang tidak kasatmata, tetapi tidak bisa serta-merta disejajarkan dengan Tuhan.
"Waktu" juga tidak kasatmata. Meskipun besarnya bisa diukur dengan menggunakan mesin waktu -seperti jam digital- tetapi dimensi waktu adalah besaran yang tak kasatmata. Cuma bisa dirasakan saja kehadirannya.
Demikian pula dengan dimensi ruang, juga tidak kasatmata. Walaupun batas-batasnya berupa dinding atau materi pembatas bisa dilihat, namun ruang itu sendiri tak kasatmata. Tapi, tidak serta-merta kita menyamakan dimensi ruang dan waktu setara dengan Tuhan.
Belum lagi bicara soal "kesadaran" dan "perasaan" yang sangat abstrak. Tentu juga tidak bisa dilihat secara kasatmata. Pada intinya, sifat "tak kasatmata" tidak serta-merta menjadikan sesuatu itu layak untuk disebut Tuhan. Termasuk energi.
Sampai di sini, kawan saya bisa memahami dan menerima pendapat saya. Meskipun, ia lantas bertanya, "Tapi, bagaimana dengan kekekalan energi? Bukankah energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan? Sehingga ia pantas disebut sebagai Tuhan? Atau, setidak-tidakanya setara dengan Tuhan?"
Maka, saya pun mengajaknya untuk melihat sejarah alam semesta. Jagat raya ini, menurut fisika modern, adalah eksistensi yang memiliki permulaan dan memiliki akhir. Jika di-breakdown, alam semesta ini tersusun atas lima variabel, yakni ruang, waktu, materi, energi, dan informasi. Dengan kata lain, energi bukanlah segala-galanya. Ia hanya salah satu di antara variabel penyusun alam semesta.
Ruang adalah wadah alam semesta. Waktu adalah ukuran dinamikanya. Materi dan energi menjadi isi. Sedangkan informasi adalah hukum-hukum yang menggerakkan seluruh peristiwa di dalamnya. Energi tidak bisa berdiri sendiri. Ia bergantung pada keberadaan materi. Jika di alam semesta ini tidak ada materi, energi pun juga tiada. Itu sudah pernah terjadi saat alam semesta berusia nol tahun, kala "waktu" belum ada dan "ruang" alam semesta pun belum terbentuk. Maka, materi tidak memiliki tempat untuk memunculkan energi.
Jadi, sebenarnya hukum kekekalan energi itu hanya berlaku ketika waktu sudah bergerak, ruang sudah terbentuk, dan materi-energi sudah eksis. Ketika semua itu masih nol, energi pun tidak ada. Dengan kata lain, energi bukanlah sesuatu yang tidak punya awal dan tidak punya akhir. Dalam pemahaman kosmologi modern, energi memiliki awal, yaitu saat terjadinya dentuman besar: big bang. Dan, akan berakhir saat runtuhnya alam semesta yang dikenal sebagai: big crunch.
Segala sesuatu bakal musnah. Sebagaimana dulu tiada, semua bakal kembali tiada. Hanya Allah-lah zat yang kekal dalam arti sebenar-benarnya. Dia tidak punya awal dan tidak punya akhir karena eksistensi-Nya bukan berada di dalam dimensi ruang dan waktu. Melainkan, justru sebaliknya, ruang dan waktu itulah yang berada di dalam Allah. Karena itulah, Alquran menyebut-Nya sebagai zat yang meliputi seluruh dimensi waktu: awal waktu sekaligus akhir waktu. Bahkan juga meliputi segala yang tampak maupun yang tidak tampak, alias yang material maupun yang energial.
"Dialah Yang Awal (meliputi waktu ke nol) dan Yang Akhir (meliputi waktu tak terhingga), Yang Zhahir (meliputi seluruh yang material) dan Yang Batin (meliputi seluruh yang energial); dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al Hadiid: 3)
Karena itu, sebuah kesimpulan yang telalu tergesa-gesa jika kita menyamakan energi dengan Tuhan ataupun menyetarakan Tuhan dengan energi. Terlalu naïf. Apalagi, ada yang menyalahtafsirkan berita ditemukannya partikel Tuhan alias God particle sebagai zat penyusun eksistensi ketuhanan: sebuah kekeliruan yang sangat absurd.
Yang disebut sebagai God particle sebenarnya tak lebih hanyalah sebutir partikel yang berfungsi memunculkan gaya gravitasi. Itu hanya salah satu saja di antara empat gaya fundamental pembentuk alam semesta: gaya nuklir lemah, gaya nuklir kuat, gaya elektromagnetik, dan gaya gravitasi. Bila salah satu di antara empat gaya tersebut tidak eksis, alam semesta bakal runtuh kembali ke pusatnya.
Maka, tidak bisa tidak, seluruh eksistensi alam semesta ini sebenarnya berada di dalam kendali "kekuatan" yang lebih besar lagi. Dialah yang mengendalikan seluruh dinamika jagat raya sebagai orkestra maharaksasa, dengan akurasi yang sangat "nggegirisi". Kekuasaan-Nya tiada terbatas. Tak ada yang bisa menghalangi kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan serta ilmu-Nya. Dialah Allah azza wajalla, Sang Penguasa jagat semesta raya.
"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu." (QS An Nisaa: 126)
"Janganlah kamu sembah di samping Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan selain Dia. Segala sesuatu bakal binasa, kecuali Allah saja. Bagi Dialah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS Al Qashash: 88)
Wallahu a'lam bis-sawab.
Semoga Ramadan kali ini adalah Ramadan yang penuh hikmah. Selamat berlebaran bersama handai taulan. Taqabbalallahu minna waminkum, taqabbal ya kariim. Mohon maaf lahir dan batin. Salam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar