Rabu, 08 Agustus 2012

Menunggu Kebangkitan Al-Irsyad


Menunggu Kebangkitan Al-Irsyad
Umar Basyarahil ; Anggota Al-Irsyad Al-Islamiyah
REPUBLIKA, 08 Agustus 2012


Alhamdulillah, Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyah (18-20 Juni 2012) telah berlangsung dengan baik. Tugas besar bagi pengurus baru untuk membangkitkan kembali Al-Irsyad sudah menunggu. Sekitar dua juta warga Al-Irsyad tentunya sangat berharap besar pada pemimpin baru Al-Irsyad.

Juga, dua tahun lagi, Al-Irsyad Al-Islamiyah akan memasuki umur 100 tahun. Saat didirikan, 1914, oleh Syekh Ahmad Soorkati, organisasi ini memiliki tujuan yang mulia. (1) Mewujudkan masyarakat terdidik, jauh dari kebodohan, dan kejumudan melalui pendidikan sekolah. (2) Mengembangkan dakwah untuk menjadikan masyarakat paham ajaran Islam yang benar, memahami akidah yang benar, memegang prinsip moderat, progresif, dan independen. (3) Mewujudkan ukhuwah Islamiah, menentang segala bentuk penindasan, dan penjajahan.

Sepanjang sejarahnya, Al-Irsyad juga sudah melahirkan kader-kader ulama dan pemimpin bangsa yang berkualitas tinggi. Sebut, misalnya, Prof HM Rasjidi, menteri Agama RI pertama dan cendekiawan Muslim bertaraf internasional, yang sangat gigih dalam mengkritisi orientalisme dan evangelisme.

Ada dua prinsip yang dipegang oleh Syekh Ahmad Soorkati, yaitu berpegang pada kaidah-kaidah syar'i, dan prinsip kedua adalah mengikuti perkembangan terkini. Prinsip itu disebut juga dengan mengikuti kaidah-kaidah salaf dan kaidah-kaidah khallaf.
Dalam kaitan dengan pendidikan, Syekh Soorkati sangat menekankan penggunaan metode yang dimodernisasi, metode yang mengikuti perkembangan, baik dalam isinya maupun cara penyampaiannya. Pada awal berdirinya, Al-Irsyad dikenal sebagai salah satu pelopor perubahan pendidikan. Semangat kepeloporan itulah yang menjadi ciri organisasi ini.

Sejak berdiri, Al-Irsyad tidak mempersoalkan sosok orang bersarung, berkopiah, berjas, atau berdasi, tidak membedakan kasta, keturunan, harta, dan kedudukan tinggi, serta tidak melihat asal muasal negeri atau organisasi. Kita hormat, kagum, dan iri karena amal salehnya, kejujurannya, keikhlasannya, kesederhanaannya, dan pengorbanannya. Menjunjung tinggi ilmu, akhlak, kesetaraan, dan kebersamaan adalah ciri organisasi ini.
Tentu, AD/ART, amanat para pendiri, dan juga moto Al-Irsyad itu menuntut perwujudan yang nyata di tengah masyarakat. Gagasan dan potensi besar AlIrsyad tidak boleh dibiarkan sia-sia atau kurang teroptimalkan. Bisa dikatakan, kita (seluruh warga dan khususnya pemimpin Al-Irsyad) akan masuk kategori orang yang lalai jika tidak punya kepedulian sosial.

Fokus Keluarga

Apa yang harusnya kita lakukan? Berikut ini sekadar tawaran yang semoga bermanfaat. Fokus utama kita seharusnya adalah pembinaan keluarga dan pengaderan di keluarga. Kaderisasi melalui pendidikan formal dan informal.

Kaderisasi untuk menjadikan keluarga dan warga menjadi keluarga yang kuat. Kuat ilmunya, kuat akhlak dan agamanya, kuat ekonominya, serta kuat jaringan dan leadership-nya. Kekuatan individu dan kekuatan keluarga yang kita miliki menjadi modal dasar kuatnya masyarakat, bangsa, dan negara.

Dari proses pembinaan keluarga yang berkesinambungan dan berkelanjutan, akan terwujud sebuah keluarga yang ideal dan berkarakter. Keluarga yang menempatkan pendidikan sebagai yang penting dan utama, memiliki etos kerja, menggunakan pertimbangan agama dalam perencanaan dan kebijakan. Selain itu juga, keluarga yang pendapatannya dari sumber yang sah dan halal, menjaga akhlak, optimistis, punya kepedulian sosial, toleransi, hidup tidak bermewah-mewah, serta punya kebanggaan dan dapat dibanggakan.

Perkembangan zaman menuntut kita untuk kreatif, inovatif, adaptif, dan juga progresif tanpa harus keluar dari prinsip. Bagaimana membangun dan mengembangkan sistem pendidikan, sistem pengaderan, dan sistem dakwah?

Bagaimana secara berkesinambungan melakukan pembinaan keluarga dari warga kita? Bagaimana kita memastikan bahwa keluarga sebagai basis pertama pembinaan organisasi dan keberhasilannya adalah sebagai keberhasilan misi organisasi?

Ke depan, pertarungan budaya dan ideologi akan semakin ramai. Apa yang kita lakukan? Dengan mempunyai grand strategy, fokus utama pada pembinaan keluarga, kita yakin insya Allah mampu menolak gempuran itu.

Kita tidak hanya menyalahkan pihak lain yang tidak sejalan dengan kita. Kita juga tidak hanya bisa berteriak dan menyalahkan yang berbeda pemikiran, manhaj, keyakinan, dan bahkan secara terbuka, nyata-nyata melakukan demoralisasi, deislamisasi. Masalahnya yang utama adalah apakah kita mampu melakukan filterisasi, berkompetisi, membangun, dan mengembangkan visi-misi sehingga lebih tertarik kepada kita dan meninggalkan mereka.

Prinsip dasar kebersamaan atau ukhuwah, yaitu siap tetap bersama dalam perbedaan. Bersama walau berbeda dalam hal-hal taktis ataupun strategis. Perbedaan pendapat tidak saling memosisikan sebagai lawan, tidak kemudian saling menjatuhkan dan bermusuhan. Pertanyaannya adalah apakah bisa perbedaan pendapat akan menambah ilmu dan hikmah kita? Apakah bisa perbedaan memperkaya wawasan kita? Apakah bisa perbedaan menguji kesabaran dan justru memperkokoh persatuan kita?
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar