Kamis, 23 Agustus 2012

Membuka Akal


Membuka Akal
Azhari Aziz Samudra ;  Guru Besar FISIP-UI,
Direktur Pascasarjana Universitas Ngurah Rai
REPUBLIKA, 22 Agustus 2012


Andaikan kalangan intelektual Muslim berkeinginan agar Islam kembali berkembang seperti masa jayanya maka jalan terbaik ialah dengan membuka seluas-luasnya pintu akal umat, tidak menutupnya, dan tidak kaku untuk dikritisi. Ironisnya, sebagian kalangan umat memandang akal sebagai hal yang tidak boleh diutamakan, tapi cukup dengan keyakinan belaka--mengingatkan kita pada taktik Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) seorang orientalis Belanda untuk membodohi bangsa Aceh.

Secara tidak sadar, di antara ulama dan umara juga melarang umat mengkaji Alquran. Hal ini tidak boleh lagi terjadi. Karena itu, pintu akal untuk memahami Alquran oleh setiap umat harus dibuka. Dengan demikian, jayanya Islam bukanlah karena faktor ekonomi semata, tapi euforia tentang akal, ahli, dan cerdas untuk menjelaskan sesuatu.

Sebagai catatan, lebih dari 65 ayat pada Alquran yang menjelaskan tentang kemurkaan Allah bagi orang yang tidak mempergunakan akal di dalam memahami Alquran. Saya sempat tertawa ketika ada di antara ulama (dan umara) yang melarang umat menggunakan akalnya untuk memahami Alquran. Mereka menganggap itu tabu dan hanya boleh dipahami oleh yang berhak, yaitu yang menguasai nahwu sharaf.

Ini kesalahan mendasar, sebab Nabi SAW itu tidak pernah diajarkan oleh seorang guru nahwu sharaf, dan lagi Alquran sudah diterjemahkan oleh pakar-pakar agama Islam dan terjemahannya itu benar. Walaupun hampir 80 persen dari ayat-ayat Alquran adalah mutasyabihaat, tetapi Allah menjelaskan dalam firman-Nya agar setiap orang mempelajari Alquran dengan akalnya, bukan dengan tiba-tiba yakin atau dengan perasaan.

Akal, Alquran, dan paham materialisme dalam konteks akal perlu dijelaskan. Kata “akal“ berasal dari bahasa Arab, yaitu aqli. Semua orang mengetahui tentang akal. Akal menjadi kata sehari-hari. Kita mendengar bahasa-bahasa yang berkaitan dengan akal. Falsafah yang pendek-pendek, seperti “pergunakanlah akalmu“, “coba pikir kan“, “janganlah marah, gunakan pikiranmu“, “mari kita renungkan“, dan banyak bahasa lain yang menggunakan kata-kata akal atau kata yang bernuansa akal sebagai inti kalimat.

Dari kalimat yang pendek hingga kalimat yang panjang, semua disusun dengan menggunakan kata akal. Alquran pun demikian, menyoroti akal dengan saksama dan menghendaki orang-orang beriman menggunakan akal sebaik-baiknya. Akal menjadi pokok bahasan utama.

Akal disoroti karena berbagai sebab. Karena akal bergerak dan berpikir maka dalam perilaku sehari-hari sebenarnya jasad ini diperintah oleh akal. Dengan akal pula kita mencari dunia dan dengan akal pula kita mencari akhirat. Dengan akal kita shalat, berpuasa, membenarkan, dan menyalahkan sesuatu, kita khusyuk, kita membaca artikel ini, berasumsi, menyampaikan alasanalasan, berdoa kepada Allah, sampai kepada mendekati Allah, dan tentu saja karena akal itu pula seseorang `menjauh' dari Allah. 
Semua ini haruslah dijawab dengan hakikat dan tentu saja tidak bisa dijawab dengan ilmu fikih.

Aliran positivisme logis-empirisme logis yang lahir di Kota Wina dan masyhur pada awal abad ke-20, yang sangat tergila-gila dengan akal, yang materialistis ialah paham yang meyakini hal-hal yang riil tanpa mempertimbangkan unsur metafisis di dalam berpikir (akal). Padahal, dalam berpikir itu terkandung makna ide yang abstrak, yang metafisis. Itu artinya, positivisme logis memberi batasan atas kebebasan berpikir pada akal.

Positivisme-logis dipersalahkan dan gugur karena terlalu materialistis dan meyakini hal-hal yang riil saja. Dampak dari aliran filsafat positivisme logis-empirisme logis itu banyak orang tidak lagi percaya pada yang gaib termasuk menyembah Allah. Banyak orang yang menghakimi bahwa ilmu filsafat patut disingkirkan.

Kenal Batas

Sampai sekarang, pengaruh aliran filsafat positivisme logis-empirisme logis tersebut masih terasa. Untuk menguak tabir akal maka sebaiknya uraian diarahkan terlebih dulu pada akal dan kebesarannya; sejauh mana kebesaran akal dan di mana batas akal?

Pada makna akal terkandung pula makna mengetahui. Kata “mengetahui tentang sesuatu“ berarti menjelaskan tentang ilmu, yaitu ilmu untuk mengetahui tentang sesuatu. Sekarang timbul pertanyaan, dari mana datangnya ilmu? Semua orang memiliki otak dan otak bukanlah akal.

Akal adalah daya kerja otak atau energi otak. Akal tidak pernah diam, selalu dinamis, beraktivitas. Proses kerja akal disebut dengan berpikir. Apabila manusia berpikir maka buah dari berpikir disebut ilmu. Ilmu sinonim dengan mengetahui. Secara kebendaan, otak itu ialah makhluk yang patuh. Bila melawan hukum Tuhan (sunatullah) maka matilah jaringannya. Secara ilmiah, disebut syaraf-syaraf otak putus atau gila.

Tetapi, secara akal (energi), sekalipun tadi disebutkan akal ialah energi otak, tetapi di dalam aktivitasnya akal punya kecenderungan patuh, taat, tunduk, runduk, disiplin, welas asih, juga punya potensi untuk melawan, membantah, mengikuti kesenangan duniawi, bermegah-megahan, bangga, sombong, dan liar. Al-Ghazali menyebut akal seperti kuda liar yang perlu dikendalikan.

Coba saja perhatikan ketika seseorang sedang menghadap (shalat) kepada Allah. Bukankah selama menjalankan ibadah tersebut banyak lintasan yang masuk dan berputar-putar di akalnya? Alquran telah menjelaskan dalam surah sebagai berikut, “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.“ (al-Mauun [4-5]).

Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya akal dalam mengendalikan aktivitas ibadah agar selalu lurus kepada Allah. Dapat dibayangkan andaikan akal kita dicabut sementara kita disuruh taat melakukan shalat atau ibadah lainnya, mungkinkah dia dapat melakukannya dengan benar?

Jangankan akal dicabut, akal masih ada dalam otak saja, belum tentu mampu melakukan ibadah dengan khusyuk dan ikhlas. Demikianlah, mudah-mudahan jelas sudah tentang pentingnya akal dan kita bersyukur yang sedalam-dalam kepada Allah SWT atas pemberiannya yang sangat berharga itu. Marilah kita mensyukuri pemberian Allah yang paling utama ini dan mendekatkan diri kepada Allah dengan akal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar