Membuka Akal
Azhari Aziz Samudra ; Guru Besar FISIP-UI,
Direktur Pascasarjana
Universitas Ngurah Rai
|
REPUBLIKA,
22 Agustus 2012
Andaikan kalangan intelektual Muslim berkeinginan agar Islam
kembali berkembang seperti masa jayanya maka jalan terbaik ialah dengan membuka
seluas-luasnya pintu akal umat, tidak menutupnya, dan tidak kaku untuk
dikritisi. Ironisnya, sebagian kalangan umat memandang akal sebagai hal yang
tidak boleh diutamakan, tapi cukup dengan keyakinan belaka--mengingatkan kita
pada taktik Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) seorang orientalis Belanda
untuk membodohi bangsa Aceh.
Secara tidak sadar, di antara ulama dan umara juga melarang umat
mengkaji Alquran. Hal ini tidak boleh lagi terjadi. Karena itu, pintu akal
untuk memahami Alquran oleh setiap umat harus dibuka. Dengan demikian, jayanya
Islam bukanlah karena faktor ekonomi semata, tapi euforia tentang akal, ahli,
dan cerdas untuk menjelaskan sesuatu.
Sebagai catatan, lebih dari 65 ayat pada Alquran yang menjelaskan
tentang kemurkaan Allah bagi orang yang tidak mempergunakan akal di dalam
memahami Alquran. Saya sempat tertawa ketika ada di antara ulama (dan umara)
yang melarang umat menggunakan akalnya untuk memahami Alquran. Mereka
menganggap itu tabu dan hanya boleh dipahami oleh yang berhak, yaitu yang
menguasai nahwu sharaf.
Ini kesalahan mendasar, sebab Nabi SAW itu tidak pernah diajarkan
oleh seorang guru nahwu sharaf, dan
lagi Alquran sudah diterjemahkan oleh pakar-pakar agama Islam dan terjemahannya
itu benar. Walaupun hampir 80 persen dari ayat-ayat Alquran adalah mutasyabihaat, tetapi Allah menjelaskan
dalam firman-Nya agar setiap orang mempelajari Alquran dengan akalnya, bukan
dengan tiba-tiba yakin atau dengan perasaan.
Akal, Alquran, dan paham materialisme dalam konteks akal perlu
dijelaskan. Kata “akal“ berasal dari bahasa Arab, yaitu aqli. Semua orang mengetahui tentang akal. Akal menjadi kata
sehari-hari. Kita mendengar bahasa-bahasa yang berkaitan dengan akal. Falsafah
yang pendek-pendek, seperti “pergunakanlah akalmu“, “coba pikir kan“,
“janganlah marah, gunakan pikiranmu“, “mari kita renungkan“, dan banyak bahasa
lain yang menggunakan kata-kata akal atau kata yang bernuansa akal sebagai inti
kalimat.
Dari kalimat yang pendek hingga kalimat yang panjang, semua
disusun dengan menggunakan kata akal. Alquran pun demikian, menyoroti akal
dengan saksama dan menghendaki orang-orang beriman menggunakan akal
sebaik-baiknya. Akal menjadi pokok bahasan utama.
Akal disoroti karena berbagai sebab. Karena akal bergerak dan
berpikir maka dalam perilaku sehari-hari sebenarnya jasad ini diperintah oleh
akal. Dengan akal pula kita mencari dunia dan dengan akal pula kita mencari
akhirat. Dengan akal kita shalat, berpuasa, membenarkan, dan menyalahkan
sesuatu, kita khusyuk, kita membaca artikel ini, berasumsi, menyampaikan
alasanalasan, berdoa kepada Allah, sampai kepada mendekati Allah, dan tentu
saja karena akal itu pula seseorang `menjauh' dari Allah.
Semua ini haruslah
dijawab dengan hakikat dan tentu saja tidak bisa dijawab dengan ilmu fikih.
Aliran positivisme logis-empirisme logis yang lahir di Kota Wina
dan masyhur pada awal abad ke-20, yang sangat tergila-gila dengan akal, yang
materialistis ialah paham yang meyakini hal-hal yang riil tanpa
mempertimbangkan unsur metafisis di dalam berpikir (akal). Padahal, dalam
berpikir itu terkandung makna ide yang abstrak, yang metafisis. Itu artinya,
positivisme logis memberi batasan atas kebebasan berpikir pada akal.
Positivisme-logis dipersalahkan dan gugur karena terlalu
materialistis dan meyakini hal-hal yang riil saja. Dampak dari aliran filsafat
positivisme logis-empirisme logis itu banyak orang tidak lagi percaya pada yang
gaib termasuk menyembah Allah. Banyak orang yang menghakimi bahwa ilmu filsafat
patut disingkirkan.
Kenal Batas
Sampai sekarang, pengaruh aliran filsafat positivisme
logis-empirisme logis tersebut masih terasa. Untuk menguak tabir akal maka
sebaiknya uraian diarahkan terlebih dulu pada akal dan kebesarannya; sejauh
mana kebesaran akal dan di mana batas akal?
Pada makna akal terkandung pula makna mengetahui. Kata “mengetahui tentang sesuatu“ berarti menjelaskan
tentang ilmu, yaitu ilmu untuk mengetahui tentang sesuatu. Sekarang timbul
pertanyaan, dari mana datangnya ilmu? Semua orang memiliki otak dan otak
bukanlah akal.
Akal adalah daya kerja otak atau energi otak. Akal tidak pernah
diam, selalu dinamis, beraktivitas. Proses kerja akal disebut dengan berpikir.
Apabila manusia berpikir maka buah dari berpikir disebut ilmu. Ilmu sinonim
dengan mengetahui. Secara kebendaan, otak itu ialah makhluk yang patuh. Bila
melawan hukum Tuhan (sunatullah) maka
matilah jaringannya. Secara ilmiah, disebut syaraf-syaraf otak putus atau gila.
Tetapi, secara akal (energi), sekalipun tadi disebutkan akal ialah
energi otak, tetapi di dalam aktivitasnya akal punya kecenderungan patuh, taat,
tunduk, runduk, disiplin, welas asih, juga punya potensi untuk melawan,
membantah, mengikuti kesenangan duniawi, bermegah-megahan, bangga, sombong, dan
liar. Al-Ghazali menyebut akal seperti kuda liar yang perlu dikendalikan.
Coba saja perhatikan ketika seseorang sedang menghadap (shalat)
kepada Allah. Bukankah selama menjalankan ibadah tersebut banyak lintasan yang
masuk dan berputar-putar di akalnya? Alquran telah menjelaskan dalam surah
sebagai berikut, “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya.“ (al-Mauun [4-5]).
Ayat ini menunjukkan betapa
pentingnya akal dalam mengendalikan aktivitas ibadah agar selalu lurus kepada
Allah. Dapat dibayangkan andaikan akal kita dicabut sementara kita disuruh taat
melakukan shalat atau ibadah lainnya, mungkinkah dia dapat melakukannya dengan
benar?
Jangankan akal dicabut, akal
masih ada dalam otak saja, belum tentu mampu melakukan ibadah dengan khusyuk
dan ikhlas. Demikianlah, mudah-mudahan jelas sudah tentang pentingnya akal dan
kita bersyukur yang sedalam-dalam kepada Allah SWT atas pemberiannya yang
sangat berharga itu. Marilah kita mensyukuri pemberian Allah yang paling utama
ini dan mendekatkan diri kepada Allah dengan akal. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar