Masyarakat
Anti-Hoax
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 13 Januari
2017
Pada
awalnya hoax adalah penyebaran berita bohong yang dilakukan dengan sengaja
karena motif kebencian.
Akibat
lebih jauh yang diharapkan bisa saja untuk mempermalukan atau pembunuhan
karakter seseorang di depan publik. Hoax ini begitu cepat tersebar dengan
munculnya media sosial (medsos) dan sikap masyarakat yang tidak kritis atau
memang senang dengan berita sensasi, lalu dengan mudah meneruskan (forward)
lewat Facebook, Twitter atau WhatsApp tanpa berpikir panjang dan rasa empati,
bagaimana andaikan hoax itu tertuju pada dirinya atau keluarganya.
Fenomena
hoax ini tampaknya semakin akut, telah menghinggapi masyarakat kita, bagaikan
penyebaran pornografi atau narkoba. Orang menjadi addicted atau kecanduan mengonsumsi dan melakukan sesuatu yang
dirasakan mengasyikkan, namun merusak diri dan masyarakat. Siklus penyebaran
virus hoax ini terjadi biasanya setiap menjelang pemilu dan pilkada. Diluar
itu, juga sering kita dengar terjadi di lingkaran dunia bisnis dan selebriti
akibat persaingan yang tidak sehat.
Mereka
menyebarkan kebohongan, antara lain dengan memutarbalikkan fakta, karena
motif cemburu dan kebencian. Namun yang menonjol dalam persaingan politik
untuk memperebutkan jabatan kekuasaan, sejak dari jabatan presiden, gubernur,
bupati, atau wali kota. Akibat hoax, masyarakat bisa terbelah saling curiga
dan mencaci yang lain gara-gara berbeda pilihan politiknya.
Suasana
batin masyarakat semakin panas ketika penyebaran hoax dibumbui atau sengaja
dikemas dengan melibatkan emosi dan simbol keagamaan, termasuk ayat-ayat
kitab suci. Padahal sangat mungkin itu sengaja dibuat oleh buzzers yang motifnya hanya cari uang.
Mereka tega mengadu domba dan membodohi masyarakat, bukannya mendidik dan
mencerdaskan masyarakat. Kita mesti membela dan menjunjung tinggi martabat
agama dengan cara yang juga bermartabat. Kita wajib memuliakan ajaran agama
dengan cara yang mulia dan terhormat.
Melihat
perkembangan hoax yang sudah memprihatinkan, Minggu, 8 Januari 2017 lalu, di
tujuh kota Indonesia secara serentak dilakukan deklarasi masyarakat antihoax
. Saya ikut hadir dan mendukung gerakan ini bersama Menteri Kominfo
Rudiantara dan para relawan aktivis sosial. Deklarasi ini atas inisiatif
masyarakat, dan selanjutnya perlu agenda atau program yang jelas serta
terencana dengan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, pendidik,
serta pemilik media massa.
Bahkan
para penceramah agama perlu diajak, karena mereka yang kesehariannya aktif
melakukan pendidikan publik (public
education) lewat forum ceramah keagamaan. Bagi para ustad sangat mudah
menemukan dalil-dalil ayat Alquran maupun Hadis bahwa menyebarkan hoax sangat
tercela. Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, Rasulullah bersabda, tak akan
masuk surga orang yang suka menyebarkan berita bohong untuk mengadu domba. Laa yadkhulul jannata nammamun.
Dalam
Alquran (49:12) Allah membuat perumpamaan, orang yang suka bergunjing dan
mengungkit-ungkit kesalahan orang dari belakang itu ibarat makan bangkai
saudaranya sendiri. Sungguh keras dan menjijikkan contoh yang dikemukakan
Alquran. Dikatakan bangkai karena yang digunjingkan tidak tahu dan tidak
berdaya untuk melawannya.
Mengapa
hoax begitu digemari? Mungkin ini juga pertanda masyarakat yang sakit, malas
berpikir, malas membaca buku, senang ngobrol, dan cemburu pada orang yang sukses.
Mereka
yang menulis di medsos gaya bertuturnya umumnya bahasa lisan. Bahasa obrolan.
Atau sekadar meneruskan (forwarding)
dan copy paste. Mereka mungkin
sadar atau mungkin tidak sadar, bahwa yang di-copy dan diteruskan itu berita
sampah yang beracun. Lebih bahaya lagi jika dibungkus dengan istilah-istilah
agama, seakan menyebarkannya dianggap sebagai ibadah. Sebagai amal saleh.
Sungguh ini merupakan kekonyolan yang berbisa.
Rasulullah
mengingatkan, salah satu ciri orang munafik yang dibenci Allah adalah jika berbicara
berdusta. Dusta dan hoax itu memanipulasi kebenaran, yang benar dipelintir
agar terlihat salah, yang salah dipelintir agar terlihat benar. Jika
dibiarkan maka semakin merosot standar moral masyarakat kita yang ujungnya
akan menghancurkan bangunan kehidupan itu sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar