Selasa, 10 Desember 2019

Reformasi Pencegahan Korupsi

PENCEGAHAN KORUPSI
Reformasi Pencegahan Korupsi

Oleh :  ADNAN PANDU PRAJA

KOMPAS, 10 Desember 2019


Melemahnya fungsi penindakan KPK seyogianya diimbangi dengan penguatan pencegahan korupsi melalui pemberdayaan audit internal, khususnya penerapan manajemen risiko.

Hal ini sejalan dengan prioritas Presiden Jokowi dalam memperbaiki manajemen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Bercermin dari reformasi di Amerika pasca-skandal Watergate (1972) yang mengakibatkan mundurnya presiden Nixon sebelum dilengserkan, yang pertama dilakukan dalam mencegah korupsi adalah mereformasi inspektorat jenderal dengan membentuk Office of Inspectorate General tahun 1976. Setelah itu baru mereformasi penindakan korupsi melalui undang-undang FCPA (Foreign Corrupt Practice Act) pada tahun 1977.

Mengapa perlu mereformasi inspektorat jenderal (irjen), karena hampir seluruh permasalahan keuangan bisa terlacak oleh irjen seperti penggelembungan (mark up) anggaran, rekayasa tender sejak perencanaan dan proyek dadakan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya. Kasus dana haji tidak akan terbongkar oleh KPK tanpa peran irjen ketika itu.

Berbagai modus korupsi sesungguhnya dapat dimitigasi sejak awal bila laporan keuangan telah meliputi pula manajemen risiko, sebagaimana telah diterapkan puluhan tahun di Australia Barat di bawah kendali Office of Auditor General.

Kendati Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah sudah mengatur soal mitigasi risiko korupsi tersebut, tetapi hal itu belum bisa efektif karena beberapa hal berikut.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlalu fokus pada urusan mikro yang sesungguhnya cukup diurus oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di Australia, Inspektorat Jendral (Auditor General) yang berada di bawah kendali Office of Inspectorate General atau Office of Auditor General mengelola urusan mikro seperti audit instansi pemerintah.

Sedangkan BPK Amerika yang disebut Government Accountability Office melakukan audit terhadap program nasional yang bersifat makro, lintas instansi horizontal dan vertikal. Kendati berskala nasional, tetapi cukup dikepalai oleh seorang CEO saja. Sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia.

Laporan hasil audit keuangan instansi pemerintah di Indonesia bersifat post factum dan belum termasuk manajemen risiko seperti di Australia. Setidaknya butuh waktu tiga tahun bagi Auditor General di Australia dalam merencanakan audit keuangan berikut mitigasi risikonya sampai tahap akhir. Dengan demikian nampak jelas peran signifikan pengendalian oleh audit internal di Australia.  Audit internal kurang steril dari campur tangan eksekutif maupun legislatif. Kriteria independensi audit internal di Amerika: tidak bertanggung jawab kepada dan tidak diangkat oleh pimpinan instansinya (pejabat pengguna anggaran).

Jalan pintas

Sambil menunggu reformasi struktural reposisi audit internal, berikut 3 Quick Wins sebagai jalan pintas yang segera dapat dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah korupsi dan mitigasi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Pertama, lelang jabatan inspektorat jenderal. Manfaat lelang jabatan bila dilaksanakan secara transparan oleh panitia yang kredibel adalah: (1) hanya pelamar yang bersih yang akan ikut lelang jabatan, sedangkan yang reputasinya sudah tercemar akan urung melamar karena akan dipermalukan di depan publik, (2) yang lolos seleksi akan menjaga reputasinya selama menjabat sementara atasannya pun enggan melakukan intervensi, (3) manfaat yang paling signifikan akan mengangkat marwah inspektorat jendral bukan lagi sebagai tempat pembuangan staf.

Kedua, manajemen risiko dalam laporan audit. Audit keuangan yang terintegrasi dengan manajemen risiko jauh lebih sistemik dalam mencegah terjadinya salah kelola termasuk risiko korupsi karena bersifat pre-emptive dan tingkat risikonya terukur dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko yang meliputi sistem, prosedur, kualitas personel, biaya dan jangka waktu.

Aspek yang paling menonjol dari manajemen risiko adalah adanya tiga lapis pertahanan (three line of defence) dengan audit internal di lini terakhir. Prinsipnya, seluruh komponen instansi akan terlibat dalam mitigasi terjadinya risiko.

Perpanjangan periode perencanaan audit dari satu tahun menjadi tiga tahun akan membuat proses pematangan (maturity level) audit internal lebih terencana dengan baik. Menurut Richard F Chamber, presiden Institute of Internal Auditors dalam bukunya Trusted Advisor, menjadi auditor terpercaya tak cukup hanya paham konsep GRC (Governance, Risk Management dan Compliance) tetapi juga harus dapat menjabarkan implementasinya.

Setidaknya ada tiga atribut utama menjadi trusted advisor: atribut personal, atribut komunikasi dan atribut profesional. Atribut personal antara lain standar etik yang tinggi dan open mindedness. Auditor harus terbuka terhadap perbedaan pendapat dan memiliki cukup empati terhadap kepribadian yang sulit (difficult personality). Atribut komunikasi harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar dapat merangsang inisiatif di lingkungan kerja, bukan yang akan menjatuhkan motivasi seseorang. Atribut profesional, harus memiliki pola pikir kritis agar dapat menemukan akar masalah.

“Peer review”

Peer review adalah instrumen kontrol antar sesama institusi yang lazim berlaku di dunia. Antar institusi KPK di seluruh dunia saling me-review secara berkala namun tak resiprokal dengan mengacu implementasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Tahun ini KPK bersama Honduras mereview Vietnam, sementara KPK kita di-review Yaman dan Ghana.

Manfaat peer review adalah pertama, akan menyingkap lorong-lorong gelap yang selama bertahun-tahun telah menjadi zona nyaman KKN yang luput dari pantauan internal audit, sehingga akibatnya segera tercipta zona-zona bebas KKN. Kedua, terjadi proses pembelajaran dan pematangan institusi (maturity level) antar sesama audit internal dalam satu area, misalnya peer review antar audit internal di lingkungan pemda di bawah Kementerian Dalam Negeri. Atau peer review di lingkungan BUMN di bawah Menteri Negara BUMN.

Ketiga, audit vendor oleh audit internal yang telah diatur dalam Panduan Praktis Auditing External Business Relationships oleh The Institute of Internal Auditors tahun 2009 dapat diterapkan untuk membongkar zona nyaman KKN dengan vendor selama ini.


(Adnan Pandu Praja, Mantan Komisioner KPK dan Komisaris Independen serta Ketua Komite Audit PT MRT Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar