Rabu, 18 Desember 2019

Bersih-bersih BUMN

ANALISIS EKONOMI
Bersih-bersih BUMN

Oleh :  ENNY SRI HARTATI

KOMPAS, 17 Desember 2019


Langkah Menteri BUMN membereskan persoalan di tubuh BUMN sebaiknya berdasarkan cetak biru. Upaya bersih-bersih yang dilakukan demi mewujudkan tata kelola ini akan menumbuhkan kepercayaan publik.

Indonesia memiliki sekitar 114 BUMN yang aktif di beragam bidang usaha, mulai dari bidang energi, pangan, dan air, yang tentu merupakan sektor vital dan sangat strategis. BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti itu tidak hanya sepenuhnya dimiliki negara, tetapi juga tata kelolanya harus eksklusif diprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat. Demikian juga BUMN yang bergerak di bidang pelayanan umum seperti rumah sakit dan transportasi umum, indikator kinerja utamanya adalah pelayanan yang dinikmati masyarakat. Di luar bidang-bidang itu, mestinya BUMN merupakan entitas bisnis yang tata kelolanya tetap harus memenuhi pertimbangan bisnis. Apalagi BUMN yang bergerak di bidang usaha bisnis komersial, seperti perhotelan dan pariwisata, mestinya keuntungan menjadi tolok ukur kinerjanya.

Artinya, tolok ukur kinerja BUMN tidak boleh hanya berdasarkan keuntungan finansial. Namun, sebagai entitas bisnis, tetap harus mempunyai kontribusi mendorong perekonomian. Kendati tidak mencetak laba besar, jika mampu menghasilkan energi yang efisien, maka menjadi daya tarik investasi. Investasi yang banyak masuk dan berdaya saing akan memiliki dampak berganda yang lebih luas terhadap perekonomian, baik secara langsung terhadap penerimaan negara dalam bentuk pajak maupun dalam menciptakan nilai tambah dan penciptaan lapangan kerja.

Demikian juga BUMN yang bertanggung jawab memberi pelayanan umum akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Ketersediaan air bersih yang memadai merupakan syarat mutlak upaya preventif. Dengan kualitas kesehatan masyarakat yang meningkat, tenaga kerja lebih produktif dan beban rumah sakit dapat diminimalkan. Adapun transportasi publik yang efisien akan mengurangi beban hidup masyarakat, kemudian meningkatkan daya beli masyarakat.

Begitu juga BUMN yang bergerak di bidang ekonomi seperti perbankan. Bagaimanapun ada standar baku dalam tata kelola sektor perbankan yang harus pruden dan cukup ketat. Namun, tidak perlu bertentangan dengan perannya sebagai agen pembangunan, hanya perlu keberpihakan dan dukungan kebijakan afirmatif pemerintah untuk memprioritaskan sektor-sektor unggulan.

Jika perbankan swasta bebas menyalurkan pembiayaan ke konglomerasi dan jaringan bisnisnya, mestinya BUMN juga bisa fokus membiayai sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah terbesar bagi perekonomian. Sektor itu, misalnya, sektor produktif dan menciptakan lapangan kerja yang luas, seperti industri, pertanian, serta usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pada 2019 diperkirakan kontribusi laba BUMN kurang lebih Rp 210 triliun. Nyatanya, 80 persen laba itu hanya disumbang 20 persen BUMN. Ironisnya, justru BUMN yang bergerak di sektor strategis, pelayanan umum, dan agen pembangunan yang justru selalu di target berkontribusi dari sisi laba perusahaan. Sebut saja Pertamina dan sektor perbankan yang selalu jadi andalan untuk meraup laba/dividen yang harus disetor ke negara. Sementara BUMN yang justru bergerak di sektor bisnis murni tak jarang memiliki keuangan dan bisnis tak sehat, bahkan terus mengalami kerugian.

Di sisi lain, kendati banyak BUMN yang rugi, ekspansi perusahaan terus dilakukan. Jumlah BUMN induk yang menyusut dari lebih dari 140 menjadi tinggal 114, tetapi anak cucu BUMN lebih dari 800 perusahaan.

Secara agregat kontribusi BUMN terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 1,5 persen. Sebagai perbandingan, rasio laba bersih perusahaan induk BUMN Singapura Temasek terhadap PDB 4,64 persen. Padahal, rasio aset Temasek terhadap PDB Singapura 10,52 persen. Adapun total aset BUMN Indonesia diperkirakan sekitar Rp 8.500 triliun.

Persoalan

Sejumlah persoalan yang membelit BUMN itu yang mendasari Menteri BUMN Erick Tohir ingin ”bersih-bersih” untuk memperbaiki tata kelola BUMN. Beberapa aksi yang akan dilakukan meliputi, pertama, efisiensi birokrasi. Kementerian BUMN telah memangkas tujuh deputi menjadi hanya tiga deputi. Aksi restrukturisasi birokrasi ini sebagai komitmen mengubah budaya kerja yang kental dengan administratif birokratis menjadi kerja profesional dan kompetitif.

Namun, menteri BUMN juga mengangkat empat staf khusus dari kalangan akademisi dan profesional. Hal ini juga harus diantisipasi agar menghilangkan kesan dan penilaian bahwa yang dirombak hanya personalnya, bukan kinerjanya.

Kedua, menata ulang pembentukan anak dan cucu usaha BUMN. Pola ekspansi BUMN melalui pembentukan anak dan cucu perusahaan terbilang kebablasan. Banyaknya anak dan cucu usaha yang berbeda dan tidak mendukung inti bisnis induk. Kementerian BUMN akan membenahi secara komprehensif dengan menerbitkan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan BUMN. Beberapa anak-cucu yang memiliki lini bisnis serupa bakal digabung, bahkan jika tidak ada gunanya, dibubarkan. Penataan ini sekaligus agar rencana kebijakan pembentukan holding dan superholding menghasilkan sinergi memperkuat inti bisnis masing-masing BUMN.

Ketiga, tata kelola perusahaan bersih. Menteri BUMN langsung memberhentikan Direktur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk karena kasus penyelundupan barang mewah. Skandal ini menjadi pintu masuk untuk membenahi tata kelola BUMN secara keseluruhan tanpa tebang pilih.

Keempat, menghilangkan rangkap jabatan. Praktik yang jamak terjadi adalah rangkap jabatan direksi BUMN sebagai komisaris pada anak-cucu usahanya.

Kelima, penguatan jajaran manajemen. Tata kelola BUMN ibarat fenomena gunung es. Perbaikan dari tata kelola perusahaan yang buruk tidak sekadar membuka kotak pandora. Hal terpenting harus menempatkan profesional yang kompeten, kredibel, dan memiliki pengalaman mumpuni. Ditambah melakukan penguatan fungsi komisaris sebagai pengawasan perusahaan. Komisaris tidak sekadar bagi-bagi jatah kursi untuk orang-orang yang memiliki dukungan politik.

Keenam, optimalisasi core bisnis dan penyehatan. Sejumlah lini bisnis anak usaha BUMN tidak memiliki arah yang jelas. Pertamina di luar sektor energi memiliki lini bisnis mulai dari rumah sakit, hotel, bandara, maskapai penerbangan, properti, asuransi, hingga minimarket. Sementara terkait salah satu inti bisnis utama Pertamina, yakni penyediaan avtur, pemerintah justru akan mengundang swasta dalam produksi dan distribusi. Demikian juga PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mempunyai utang hampir Rp 40 triliun. Namun, perusahaan ini memiliki 60 anak perusahaan.

Ketujuh, membangun etika korporasi. Menteri BUMN mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor SE-9/MBU/12/2019 tentang Penerapan Etika dan atau Kepatutan dalam rangka pengurusan dan pengawasan perusahaan. Isinya, antara lain, melarang BUMN membagikan atau memberikan suvenir dalam setiap penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Tujuannya untuk efisiensi dan perwujudan budaya korporasi, serta profesionalisme prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Bagi pejabat BUMN yang rugi diimbau menggunakan kelas ekonomi untuk perjalanan dinas.

Berbagai gebrakan tersebut terutama harus ditujukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik, meningkatkan tata kelola yang baik, profesionalisme, dan memperbaiki kinerja BUMN. Tidak sekadar membuat gaduh yang justru bisa kontraproduktif.

Kuncinya, upaya bersih-bersih harus memiliki cetak biru yang jelas, dilakukan secara konsisten, transparan, akuntabel dan tidak tebang pilih. Dengan demikian, akan menumbuhkan kepercayaan publik dan berujung pada optimalisasi kinerja BUMN.


Enny Sri Hartati -- Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance

Tidak ada komentar:

Posting Komentar