Senin, 09 Desember 2019

Berterima kasih

Berterima kasih

Oleh :  SAMUEL MULIA

KOMPAS, 8 Desember 2019


Tepat satu minggu yang lalu saya turut serta dalam perayaan Thanksgiving. Kalau Anda mau tahu soal perayaan itu, Anda bisa mencarinya sendiri. Karena hari ini saya mau ngomel tentang banyak hal, maka sayang halaman yang terbatas ini dihabiskan untuk menjelaskan soal perayaan yang datangnya satu tahun sekali itu.

Perayaan itu hanya punya satu tujuan, yaitu berterima kasih atas panen dan berkah yang diterima pada tahun sebelumnya. Satu minggu yang lalu, saya hanya ikut dalam keriaan perayaan itu, tanpa berniat berterima kasih atas berkat yang telah diterima, baik itu dari tahun sebelumnya maupun sampai saat Anda membaca tulisan ini.

Kekesalan saya sudah bertumpuk untuk mampu berterima kasih. Kalau dihitung, mungkin kejadian buruk lebih banyak terjadi daripada kejadian yang menyenangkan hati. Setahu saya, perayaan ini berterima kasih untuk berkat dan hasil panen yang bagus.

Yang saya tak tahu apakah yang dimaksud dengan berkat atau panen itu termasuk juga panen kesusahan hidup yang kata banyak orang, juga harus disyukuri, karena kita bisa naik kelas melalui pengalaman seburuk apa pun itu.

Saya sendiri juga diajari berpuluh tahun lamanya untuk mengucap syukur di dalam segala hal dan di dalam segala keadaan. Kalau kalimat di dalam segala hal itu diterjemahkan lebih lanjut, maka itu berarti saya harus mengucap syukur, berterima kasih, atas kejadian buruk dan kejadian baik apa pun bentuknya itu.

Saya tak tahu apakah orangtua, yang anaknya diperkosa beramai-ramai kemudian dibuang ke kali, harus mengucap syukur dan berterima kasih atas kejadian itu. Atau seorang bapak melihat istrinya dibunuh harus bersyukur atas kejadian itu, sama persis seperti kebahagiaan yang saya rasakan ketika panen saya berlimpah.

Atau melihat seorang anak kecil sudah mampu memutuskan untuk bunuh diri dengan sejuta alasan yang mengenaskan. Saya tak tahu apakah orangtua yang mengalami itu harus berterima kasih dalam segala hal. Sungguh saya tak tahu. Saya belum pernah mengalami kejadian itu. Membayangkan saja saya tak berani.

Dalam kenyataannya, saya hanya bisa mengomel dan tak bisa berterima kasih atas penyakit yang saya derita, atas usaha yang berjalan seperti seorang pelari yang baru menyelesaikan lari cepat, dan terengah-engah karenanya. Meski itu tak seberapa dibandingkan kejadian seperti yang saya tulis di atas.

Buruk 100, baik 100

Teman-teman saya, terutama mereka yang hidupnya sangat saleh dibandingkan saya, tetapi belum pernah mengalami cerita seperti yang saya tulis di atas, dengan mudah mengkhotbahi saya agar saya tak boleh lupa menghitung berkat yang saya terima sampai di masa sekarang ini.

Mereka mengatakan kepada saya, kalaupun sekarang perut saya berair atau bahasa kerennya asites, karena sebuah penyakit yang belum diketahui, selain penyakit lainnya yang telah saya dapati, saya harus menghitung berkah bahwa saya bisa bangun pagi selama ini dalam keadaan sehat walafiat.

Mendengar nasihat semacam itu, saya hanya tertawa sinis di dalam hati. Nasihat itu sama sekali tak menggairahkan untuk saya ikuti. Mereka tak tahu kalau saya justru semakin frustrasi dan jengkel gara-gara berhitung.

Berhitung justru membuat saya keder, membuat saya iri hati. Karena saya berhitung, saya jadi tahu kalau berkat orang lain lebih banyak dari saya. Jadi, buat saya berhitung itu telah menggagalkan saya untuk berbesar hati menerima keadaan hidup dengan apa adanya. Entah mengapa, saya merasa menghitung berkat itu sebuah kepengecutan, sebuah pelarian untuk menghibur diri dari sebuah keadaan yang meluluhlantahkan jiwa raga.

Contohnya, saya sakit, tetapi berkat yang saya terima di tengah kesakitan itu adalah dengan melihat bahwa saya ini masih bisa bangun pagi sampai sekarang dengan kondisi yang baik. Kalau misalnya sakit dan dapat bangun pagi dengan sehat diterjemahkan dengan angka 100, hidup saya seperti membuat balance sheet: baik 100, buruk 100.

Apakah mereka berpikir kalau saya seimbang, itu membuat saya lebih bahagia? Saya tak bahagia dengan mencari keseimbangan antara kejadian buruk dan berkat yang saya terima. Mungkin harusnya saya diajari sejak lahir ke bumi ini bahwa berterima kasih atas berkat itu, atas panen itu, adalah termasuk panen negatif yang saya terima, tanpa harus mencari alasan positif.

Sejatinya, saya berniat berterima kasih untuk kejadian baik dan kejadian buruk, bukan membuat perayaan yang penuh perhitungan. Saya mau merayakan hari panen itu dengan menjadi jujur bahwa saya tak bisa menerima anak saya diperkosa ramai-ramai tanpa harus perlu mencari alasan yang positif.

Saya harus merasakan keterpurukan sampai titik yang paling rendah sebelum saya bangkit. Maka, ketika saya mampu berdiri lagi, saya berdiri karena saya mengerti dan merasakan keterpurukan tanpa harus mencari keseimbangan dengan menghitung berkat lainnya.


Saya berdiri lagi karena perayaan ucapan syukur saya itu juga untuk sebuah panen yang penuh kesengsaraan. Mungkin, itu adalah perayaan berterima kasih yang sesungguh-sungguhnya. ***

2 komentar:

  1. ayo daftarkan diri anda di a*g*e*n*3*6*5 :D
    WA : +85587781483

    BalasHapus
  2. ===Agens128 Bandar Judi Online Free Coin===

    Pakai Pulsa Tanpa Potongan
    Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
    Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
    Game Populer:
    =>>Sabung Ayam S1288, SV388
    =>>Sportsbook,
    =>>Casino Online,
    =>>Togel Online,
    =>>Bola Tangkas
    =>>Slots Games, Tembak Ikan
    Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
    || Online Membantu 24 Jam
    || 100% Bebas dari BOT
    || Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA

    WhastApp : 0852-2255-5128
    Agens128 Agens128

    BalasHapus