Menata Kembali Sistem Registrasi Obat
Oleh : SAMPURNO
KOMPAS, 4 Desember 2019
Menteri
Kesehatan Dr Terawan baru-baru ini menyatakan bahwa izin edar obat dan obat
tradisional yang selama ini berada di Badan POM akan dikembalikan ke
Kementerian Kesehatan. Ide dasar Dr Terawan untuk mempercepat proses izin edar
obat perlu diapresiasi karena memang dirasakan masih birokratif dengan
durasi yang lama.
Namun, upaya
percepatan izin edar obat harus tetap dalam koridor kesatuan sistem pengawasan,
tak boleh terfragmentasi antara pre dan
post- market control. Dalam kaitan ini, Peraturan Presiden No/2017 tentang
Badan POM Pasal 3 (1) menyatakan,
kewenangan pre dan post-market diberikan
kepada Badan POM. Demikian juga Pasal 4 huruf a perpres itu menyebutkan:
memberikan kewenangan kepada Badan POM untuk menerbitkan izin edar.
Kata kunci
utama dalam masalah registrasi obat ini yang mesti dilakukan adalah memangkas
birokrasi yang berbelit yang menimbulkan
kerugian dan inefisiensi.
Pengawasan ”pre-market”
Sistem
pengawasan obat terdiri dari dua subsistem, yaitu pengawasan pre-market dan post-market.
Pengawasan pre dilakukan melalui evaluasi terhadap keamanan, khasiat, dan
kualitas obat. Evaluasi ini untuk memastikan bahwa obat sebelum diizinkan untuk
diproduksi dan diedarkan di masyarakat harus benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan soal keamanan, khasiat, dan mutunya agar tak berisiko
pada kesehatan konsumennya.
Di sinilah
pangkal permasalahan di Indonesia. Implementasi sistem evaluasi obat menjadi ruwet dan berbelit, memakan waktu lama sampai
dua tahun. Padahal, obat itu sudah cukup
lama beredar di luar negeri, terutama di negara-negara maju yang sistem
evaluasinya diakui WHO.
Lembaga
otoritas pengawasan obat Singapura, HSA
(Health Sciences Authority), akan merilis obat-obat yang telah disetujui oleh
EMA (European Medicine Agency) dan US FDA (Food and Drug Administration) pada
bulan berikutnya. Artinya, Singapura hanya berselang waktu satu bulan dengan
negara maju dalam merilis obat-obat baru. Indonesia harus menunggu 1-2 tahun,
yang karena itu masyarakat kita harus membeli obat itu ke Singapura.
Hasil
evaluasi obat yang diregistrasi di negara-negara maju yang dipublikasi di EMA
dan EPAR (European Public Assesment Report) dapat digunakan sebagai referensi
untuk melakukan evaluasi obat yang akan
beredar di negeri ini. Selain itu, Indonesia seharusnya memiliki
hubungan langsung G-to-G dengan beberapa negara, seperti halnya Singapura
memiliki nota kesepahaman (MoU) dengan US FDA, EMA, Australian TGA dan
lain-lain. Indonesia mesti membangun jaringan lebih luas dengan banyak negara
untuk mempercepat sistem evaluasi obat di Indonesia.
Registrasi obat produksi nasional
Pertumbuhan
industri farmasi dalam negeri saat ini tercatat terendah selama 20 tahun
terakhir. Meski demikian, kontribusi industri farmasi domestik/nasional masih
sekitar 75 persen. Menghadapi situasi yang sangat sulit ini, pemerintah sudah
seharusnya memberi kemudahan, termasuk dalam registrasi obat dengan
menyederhanakan mata rantai sistem evaluasinya.
Untuk
perusahaan manufaktur farmasi yang telah memiliki sertifikat CPOB (Cara-cara
Pembuatan Obat yang Baik) dan bahan baku serta bahan-bahan yang lain telah
dikenal berkualitas internasional yang baik mestinya registrasinya dapat dilakukan
dengan cepat. Apalagi, registrasi obat generik oleh perusahaan farmasi yang
telah memiliki izin edar branded generic mestinya bisa disetujui dalam waktu
lima hari kerja.
Dalam
konteks percepatan pemberian izin edar obat yang menjadi lebih penting adalah
pengawasan post-market-nya. Audit implementasi CPOB dalam semua proses produksi
obat adalah kunci penting untuk menjamin kualitas dan keamanan obat-obat yang
beredar. Dalam audit komprehensif yang dilakukan Badan POM itu akan dapat
ditelusuri secara saksama apakah proses yang ada dalam dokumen registrasi
dilaksanakan secara konsisten atau tidak.
Produsen akan ketahuan oleh auditor Badan POM jika melakukan
penyimpangan yang dapat merugikan publik secara luas.
Berdasar
uraian di atas, dapat disimpulkan registrasi obat sesungguhnya dapat dipercepat,
baik untuk obat inovasi baru maupun obat kopi (me too product). Perbaikan dalam
registrasi obat mesti memerhatikan dua hal. Pertama, konsistensi dan kepastian
penerapan ketentuan yang berlaku: tidak ada lagi ”kebijakan operasional”.
Kedua, kepastian dari janji time line yang ada dalam peraturan. Kepastian time
line ini umumnya tidak dapat dipenuhi
dan karena itu proses registrasi obat dirasakan
lamban oleh kalangan industri farmasi.
Untuk kosmetika
di Indonesia sudah ada perbaikan dengan sistem notifkasi online, tetapi
durasinya masih relatif lama, sekitar 2-3 bulan. Untuk produk kosmetika yang
sama di Thailand, jika mendaftar di pagi hari, maka pada sore hari telah
disetujui notifikasi untuk beredar di Thailand. Prosesnya sederhana dan sangat
cepat, kurang dari 12 jam, tetapi tetap
dapat melindungi masyarakat. Dalam hal notifikasi online kosmetika, kita juga dapat menerapkan percepatan seperti
di Thailand itu.
Sampurno, Apoteker ; Mantan Dirjen POM 1998-2001 dan Kepala Badan
POM RI 2001-2006
numpang promote ya min ^^
BalasHapusHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di tunggu lo ^_^
BalasHapus===Agens128 bagi uang Tunai===
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128Agens128