Menyelamatkan Tiga Orbit Satelit
Oleh : ARRNOLD DJIWATAMPU
KOMPAS, 14 Desember 2019
“Indonesia berhasil menyelamatkan
tiga orbit satelitnya, yang akan habis waktu regulasi atau sah sebelum
meluncurkan satelit penggantinya dalam Konferensi Radiokomunikasi Sedunia 2019
(WRC-19) di Mesir.”
Indonesia
menghadiri Konferensi Radiokomunikasi Sedunia 2019 (WRC-19), 28 Oktober-22
November 2019 lalu dengan tantangan besar, menyelamatkan tiga orbit satelitnya,
yang akan habis waktu regulasi atau sah sebelum meluncurkan satelit
penggantinya.
Dalam sidang
pertama Sub-Kelompok Kerja 5B3 (SWG 5B3) yang berada di bawah Kelompok Kerja 5B
yang diserahi tugas oleh Komite 5, usul Indonesia yang pertama terkait
perpanjangan batas waktu regulasi orbit jaringan satelit PALAPA C1-B di orbit
satelit 113 BT (113 derajat Bujur Timur) dapat diterima sidang, dengan tak
adanya keberatan resmi dari negara anggota ITU lain. Slot orbit 123 BT ini
berada tepat di atas Sulawesi, dan diperpanjang dari 6 Agustus 2019 menjadi 31
Juli 2020.
Tak demikian
halnya dengan kedua usul perpanjangan batas waktu orbit satelit PSN di orbit
satelit 146 BT yang diusulkan diperpanjang dari 25 oktober 2019, menjadi
tanggal 31 Maret 2023 dan satelit GARUDA-2 di orbit satelit 123 E, diusulkan
diperpanjang dari 1 November 2020,
menjadi 1 November 2024. Dalam sidang awal setelah Indonesia menyampaikan
pengantar makalah usulannya dalam dokumen nomor 35 Addendum 35 tersebut,
Australia dan Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan keberatannya.
Sesuai usul
ketua yang disetujui sidang, Indonesia harus menyelesaikan proses koordinasi,
sebelum diterima sidang. Yaitu, mencari kompromi spesifikasi kedua satelit yang
berkoordinasi, sehingga tidak saling mengganggu.
Strategi hadapi negara yang
berkeberatan
Ada juga
keberatan dari beberapa negara lain, yang tidak dinyatakan secara resmi dalam
sidang, agar tidak menyulitkan Indonesia, meski mereka meminta penyelesaian
koordinasi sebelum diterima konferensi. Koordinasi dengan negara lain, misalnya
China, berhasil dengan baik dengan ditandatanganinya perjanjian antara kedua
pihak.
Untuk
menghadapi koordinasi dengan Australia dan UEA khususnya, Indonesia menyusun
suatu strategi sehingga pada akhirnya kedua negara dapat menerima. Pertama,
delegasi RI mengusahakan dukungan negara lain yang bersimpati dan/atau
membutuhkan dukungan imbalan mengenai agenda lain dari konferensi, misalnya
soal perlindungan layanan satelit mereka terhadap pemakaian bersama (berbagi
atau sharing) pita yang sama dengan layanan terestrial atau terhadap layanan
satelit lainnya.
Hal ini
dilakukan khususnya dengan negara-negara Afrika, yang memiliki sejarah saling
mendukung, dan wakil-wakilnya dikenal vokal serta kebetulan membutuhkan
dukungan terkait usulan Africa Telecommunication Union (ATU) untuk
mempertahankan warisan ITSO (International Telecommunication Satellite
Organization) atau ITSO Heritage. Dalam hal ini, Indonesia bahkan diundang
menghadiri rapat koordinasi anggota-anggota ATU. Afrika Selatan kemudian
menyatakan dukungan imbal baliknya pada Indonesia.
Dubes RI
untuk Mesir secara khusus menemui ketua dan delegasi Iran yang vokal. Mereka
menyatakan bahwa kementerian luar negerinya memerintahkan delegasi Iran
mendukung usul Indonesia. Sebelum keberangkatan delegasi RI, Menkominfo (saat
itu) Rudiantara mengundang beberapa duta besar negara bersahabat untuk meminta
dukungan mereka. Wakil delegasi Samoa, negara berpengaruh di Pasifik, juga
bersedia mendukung atas dasar imbal balik usul perlindungan layanan satelitnya.
Kedua, dalam
koordinasi, perlu memupuk saling kepercayaan, sehingga ada kesediaan
menyelesaikan koordinasi setelah konferensi, meningkatkan hubungan kerja sama
lebih harmonis antara kedua operator dan administrasi. Indonesia akan menjamin
hak labuh (landing right) layanan satelit mereka di wilayah Indonesia
Ketiga,
Indonesia memberikan laporan usaha koordinasi bersama, dalam setiap sidang,
saat ketua sidang melaporkan ke sidang induk di atasnya. Ini untuk menunjukkan
kesungguhan Indonesia berkoordinasi. Apresiasi atas kerja sama dengan operator
yang diajak koordinasi juga perlu diberikan, sekaligus untuk raih simpati
peserta sidang. Tujuannya agar mereka terdorong percepat proses koordinasinya.
Perundingan dengan Australia
Dalam
kesempatan koordinasi dengan salah satu pihak yang berkeberatan, yakni NBNco,
operator Australia itu meminta berbagai data tambahan spesifikasi satelit
Pasifik Satelit Nusantara (PSN), selain yang sudah pernah diberikan sebelumnya
saat berkoordinasi di Bali. Mereka minta beberapa data spesifikasi yang sedang
dikembangkan pabrik pembuatnya. PSN
mengusulkan kemungkinan mengadakan konferensi jarak jauh lewat video atau tim
Indonesia bersama wakil pembuat satelit datang ke Australia setelah konferensi
selesai.
Akhirnya,
setelah berunding dari pertengahan minggu pertama hingga akhir minggu ketiga
dari konferensi yang berlangsung empat minggu, NBNco mengendurkan tuntutannya
dengan menyatakan akan mengirimkan konsep perjanjian ke PSN untuk
ditandatangani bersama. Perjanjian antara NBNco dan PSN itu kemudian dilaporkan ke ketua Komite 5. Dalam sidang
pleno ke-10, setelah ketua Komite 5 melaporkan semua permintaan perpanjangan
batas waktu dari sejumlah negara yang telah diterima sidang, termasuk usul
Indonesia tentang PALAPA C1-B, Indonesia langsung melaporkan keberhasilan
koordinasinya dengan Australia, dan tak menyebut sama sekali perkembangan
koordinasi dengan UEA.
Delegasi
Australia meneguhkan keberhasilan tersebut. Peristiwa yang ikut menentukan
sejarah ini, terjadi, hanya dua hari sebelum konferensi ditutup. Keberhasilan
ini secara tak langsung memberi tekanan pada UEA untuk berkompromi. Pada akhir
sidang pleno, ketua delegasi Australia sependapat dengan delegasi Indonesia,
bahwa keberhasilan kedua administrasi dalam mencapai kesepakatan, ikut
menyumbang hubungan baik kedua negara.
Perundingan dengan UEA
Perundingan
dengan operator Uni Emirat Arab (UEA), Yahsat, lebih rumit dan menjengkelkan
daripada perundingan dengan pihak NBNco Australia, oleh karena mereka
mendaftarkan satelit yang akan diluncurkannya pada orbit satelit yang tepat
sama dengan orbit satelit Indonesia yang dikelola oleh operator satelit Dini
Nusa Kusama (DNK), di 123 BT.
Nampaknya
mereka berantisipasi, apabila usulan Indonesia gagal, maka merekalah yang akan
menggantikannya. Suatu pendaftaran (filing) yang tidak biasa, karena umumnya
pendaftaran yang baru dilakukan di orbit di dekatnya, misalnya berjarak satu
derajat lebih.
Mereka
mengetahui kelemahan Indonesia, apalagi UEA mempunyai seorang anggota di Badan
Regulasi Radiokomunikasi (RRB) ITU yang ikut menentukan keabsahan pendaftaran
orbit satelit. Usul DNK untuk meminta perpanjangan pengunduran waktu regulasi
selama empat tahun dianggap berlebihan oleh Yahsat. Kelemahan di pihak DNK ini
antara lain karena belum adanya pendanaan, sehingga ada keraguan yang
berpengaruh pada pemesanan satelit pengganti yang diambil alih oleh DNK sebagai
operator.
Pada
awalnya, Yahsat mengusulkan suatu perjanjian yang sangat berat sebelah. Mereka
meminta perlindungan dari jaringan satelitnya. Di sisi lain, DNK tidak dapat
meminta perlindungan terhadap satelitnya. Padahal, mereka berkepentingan untuk
juga memperoleh hak labuh bagi layanan satelitnya di wilayah Indonesia. DNK
berpendapat bahwa lebih baik menarik diri daripada menandatangani perjanjian
yang akan mengikat kebebasannya.
Yahsat mulai
mengendur dalam tuntutannya setelah usul Indonesia yang kedua diterima dalam
sidang pleno ke-10 seperti diulas di atas. Wakil Yahsat dan administrasi UEA
mendatangi ketua delegasi Indonesia dalam sidang pleno, dan mengusulkan
penandatangan perjanjian antara kedua administrasi, kemungkinan agar lebih aman
karena DNK adalah operator yang masih baru.
Setelah
memperoleh laporan keberhasilan koordinasi antara Indonesia dan UEA, ketua
Komite 5 memasukkan laporannya ke sidang pleno ke-12, dan akhirnya sidang pleno
ke-12 yang diselenggarakan hanya satu hari sebelum konferensi selesai, akhirnya
mengesahkan laporan Komite 5 yang mengusulkan diterimanya kedua usul Indonesia
yang terakhir dikoordinasikan, yakni berturut-turut dengan Australia dan UEA.
Lengkaplah sudah ketiga usul Indonesia untuk perpanjangan batas watu regulasi
diterima sidang pleno dan dengan demikian oleh WRC-19.
Jaringan
satelit PSN 146 (146 E) yang diperjuangkan perpanjangan batas waktu regulasinya
tersebut, sangat menentukan (crucial) bagi proyek Satelit Multi Fungsi (SMF)
yang sedang dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Proyek
SMF ini dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (BAKTI)
untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah terpencil dengan
akses satelit yang lebih baik, dengan integrasi dengan jaringan Palapa Ring
yang telah menjangkau seluruh ibukota kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Arnold Djiwatampu, Anggota Delegasi RI
pada Konferensi Radiokomunikasi Sedunia 2019 (WRC-19)
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 8 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66 (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856