KURIKULUM PENDIDIKAN
Penyederhanaan Kurikulum
Oleh : SUYANTO
KOMPAS, 20 Desember 2019
Ada wacana
untuk melakukan perombakan kurikulum secara total. Sangat bisa dipahami
munculnya wacana itu mengingat betapa saratnya beban belajar para siswa dan
juga betapa rumitnya bagi guru untuk melaksanakan kurikulum yang sedang berlaku
saat ini.
Namun,
merombak kurikulum secara total harus hati-hati karena perombakan kurikulum
secara total membawa implikasi dan ikutan yang sangat rumit pada tataran
implementasinya. Perombakan kurikulum secara total memerlukan waktu yang
panjang, harus serial bersiklus, bukan paralel tersegmentasi. Perombakan total
kurikulum memerlukan tahapan demi tahapan agar kurikulum baru lebih baik
daripada yang dirombak.
Oleh karena
itu, kegiatan itu memerlukan waktu paling tidak lima tahun sebagaimana juga
dilakukan oleh negara-negara maju dengan tahapan-tahapan paling tidak meliputi
evaluasi kurikulum yang sedang berlaku, merencanakan perubahan, menyusun isi
dan struktur, uji coba, menelaah umpan balik, perbaikan draf awal, sosialisasi,
implementasi terbatas, baru implementasi secara menyeluruh secara nasional.
Terlebih
lagi dalam ekologi pendidikan kita ini di samping masif juga belum semua
pemangku kepentingan (stakeholder) memiliki
kultur perubahan, mampu bertindak sebagai inovator bidang pendidikan
dengan cepat dan otonom sehingga hampir setiap perubahan memerlukan proses
sosialisasi yang lebih intensif. Jangan mengulang pengalaman pahit pengembangan
Kurikulum 2013 yang dilakukan secara paralel tersegmentasi terhadap semua
tahapan dan penyiapan perangkat kurikulum sehingga terjadi ketidakpastian dalam
perencanaan dan implementasinya.
Narasi
penulis ini bukan bermaksud menakut-nakuti, melainkan hanya ingin mengajak
berpikir jernih berbasis teori dan praksis terhadap dampak dan ikutan yang akan
dan pasti terjadi ketika kita akan merombak kurikulum secara total. Bersyukur
Mendikbud Nadiem Makarim telah menyampaikan bahwa kurikulum kita akan hanya
disederhanakan. Artinya, tidak jadi dirombak secara total. Lalu pertanyaannya
haramkah menyederhanakan kurikulum? Jawab singkatnya tentu tidak dan bahkan
harus dilakukan agar pendidikan kita tetap relevan dengan tantangan zaman.
Prinsip penyederhanaan
Tujuan utama
menyederhanakan kurikulum adalah untuk membuat pendidikan lebih relevan
sehingga kompetensi lulusan semua satuan pendidikan sesuai dengan tuntutan
zaman, kini dan mendatang. Kita mempersiapkan para siswa untuk kehidupan masa
depan, bukan kehidupan masa lampau. Oleh karena itu, penyederhanaan kurikulum
harus berorientasi dan bervisi masa depan yang semakin disruptif di semua lini
kehidupan.
Nadiem
berencana akan memperkuat kompetensi lulusan siswa supaya relevan dengan
tuntutan Revolusi Industri 4.0 dengan memasukkan mata pelajaran baru: Coding,
Statistik, Psikologi, dan memperkuat pelajaran lama yang sudah ada Bahasa
Inggris. Bahkan, Bahasa Inggris diminta supaya diberikan sejak sekolah dasar,
kalau penulis tidak salah tangkap. Memasukkan mata pelajaran baru itu ke dalam
kurikulum yang disederhanakan sangat mudah jika kita berpikir kurikulum hanya
sebagai produk dan dokumen semata, tidak berpikir kurikulum sebagai proses, program dan praksis pendidikan dan
pemelajaran.
Cara berpikir
pertama cukup dengan tindakan pangkas mata pelajaran yang lama yang dianggap
tidak perlu lalu ganti dengan yang baru. Sangat mudah bukan. Akan tetapi, cara
berpikir yang kedua memerlukan kajian yang komprehensif agar mata pelajaran
baru itu tidak saja menjanjikan kompetensi masa depan yang benar-benar relevan,
tetapi kita juga harus berencana bagaimana semua mata pelajaran yang dimasukkan
bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah secara efektif dan berdaya guna bagi
siswa.
Narasi
penulis ini bukan bermaksud menakut-nakuti, melainkan hanya ingin mengajak
berpikir jernih berbasis teori dan praksis terhadap dampak dan ikutan yang akan
dan pasti terjadi ketika kita akan merombak kurikulum secara total.
Untuk
keperluan itu mungkin kita perlu mempertimbangkan resep Ralph Tyler dalam
mengembangkan kurikulum untuk pemelajaran. Ada empat pesan substantif dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab, yaitu (1) apa tujuan pendidikan yang
sekolah harus memiliki dan mencapainya?, (2) pengalaman belajar apa saja yang
harus dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah itu?, (3) bagaimana
pengalaman belajar itu harus diorganisasikan (dikemas) untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan?, dan (4) teknik evaluasi dan penilaian (assessment)
seperti apa yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan pemelajaran
dalam mencapai tujuan?
Ketika kita
harus menjawab pertanyaan itu, persoalan SDM pendidikan kita (guru) sangat
penting peranannya. John Goodlad dalam bukunya Looking Behind the Classroom
Door mengatakan ketika kelas sekolah telah ditutup pintunya oleh guru,
keberhasilan proses pemelajaran di kelas dalam mencapai tujuannya akan
ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, ketika kurikulum kita nanti
disederhanakan, guru harus siap dan disiapkan untuk melaksanakan dengan
profesional.
Adopsi inovasi
Bahasa
Nadiem, penyederhanaan kurikulum. Namun, dari segi perencanaan dan
implementasi, ungkapan itu sebenarnya merupakan inovasi. Oleh karena itu, suka
tidak suka apa yang akan dilakukan akan berhadapan dengan karakter guru yang
akan melaksanakannya.
Menurut
teori difusi inovasi Rogers, tidak semua orang siap menerima dan mengadopsi
inovasi. Yang siap benar dan langsung mengadopsi hanya 2,5 persen. Kelompok ini
disebut inovator. Kemudian yang mengadopsi pada kesempatan pertama 13,5 persen,
disebut early adaptors. Kelompok berikutnya sebanyak 34 persen adalah
orang-orang yang menunggu bukti hebatnya sebuah inovasi, baru mau
mengadopsinya, disebut early majority. Kemudian disusul kelompok late majority
sebanyak 34 persen. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang skeptis terhadap
perubahan. Mereka baru mau mengadopsi inovasi ketika mayoritas orang lain telah
melakukannya. Akhirnya, dalam sebuah inovasi akan dijumpai kelompok yang susah
diajak berubah, sangat konservatif, sebanyak 16 persen, yang kemudian
disebutnya dengan laggards.
Dalam
implementasi penyederhanaan kurikulum nanti, guru dan tenaga kependidikan kita
juga kurang lebih memiliki karakteristik, seperti teori difusi inovasi itu.
Apalagi ketika mereka bertanya mengenai sertifikat pendidik untuk mata
pelajaran baru, akan ada bahaya mereka masuk ke kelompok laggards atau late
majority. Mengapa begitu? Karena terkait dengan pengakuan beban mengajar oleh
UU Guru dan Dosen yang mengharuskan minimum beban mengajar 24 jam/minggu sesuai
sertifikasinya.
Ketika
mereka mengajar tanpa legitimasi sertifikat profesi, jam mengajar mereka tidak
diakui untuk mendapatkan tunjangan profesi. Solusinya perlu diterbitkan
peraturan menteri mengenai ekuivalensi beban mengajar agar guru-guru mau
mengajar mata pelajaran baru di mana mereka belum memiliki sertifikat pendidik
sebagai guru mata pelajaran. Solusi lainnya bisa juga aspek legal ini dijadikan
sebagai agenda untuk dimasukkan ke dalam materi pembentukan omnibus law yang
akan dibuat oleh pemerintah untuk menghindari tumpang tindihnya aturan.
Di samping
itu, tentu Nadiem akan menggunakan teknologi digital untuk mempercepat proses
sosialisasi, edukasi, dan afirmasi bagi implementasi penyederhanaan kurikulum.
(Suyanto, Guru Besar Universitas
Negeri Yogyakarta; Dirjen Mandikdasmen Kemdiknas 2005-2013; Anggota Badan
Standar Nasional Pendidikan 2019-2023)
admin numpang promo ya.. :)
BalasHapuscuma di sini tempat judi online yang aman dan terpecaya di indoneisa WA : +85587781483
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny