Memantapkan
dan Merawat Keberagaman
Imam Syafei ; Direktur PAI Ditjen Pendis Kementerian Agama
RI
|
KORAN SINDO, 14 Januari
2017
Kebersamaan
adalah bagian yang tak terpisahkan dari pergulatan perjuangan bangsa
Indonesia meraih kemerdekaan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, bangsa kita
telah hidup rukun dan tenteram dalam kebersamaan yang bernuansa keberagaman.
Bhinneka Tunggal Ika, yang sekarang menjadi semboyan bangsa kita, adalah
penanda yang sangat jelas, betapa sesungguhnya keberagaman yang ada di
Indonesia tak pernah menjadi persoalan. Justru keberagaman adalah anugerah
Tuhan yang sangat besar bagi Indonesia karena dari keberagaman ini kita bisa
memahami arti dan makna dari persaudaraan.
Indonesia
yang dihuni beragam suku, ras, agama, budaya, bahasa, dan segenap perbedaan
lainnya adalah jalan sejati yang harus kita lalui sebagai jalan masa depan
merajut tenun kebangsaan kita. Bila tidak, riak-riak perpecahan bukan sesuatu
yang tidak mungkin bakal membesar. Belakangan ini kita semakin riuh diberi
tontonan berbagai fakta yang bisa menjadi pemicu retaknya tenun kebangsaan
kita.
Salah
satu penyebabnya adalah berita hoax yang menjadi viral di media sosial
merupakan fakta nyata yang bisa mengancam ikatan persaudaraan kita sebagai
bangsa yang besar. Mari kita menyelami lebih jauh akar filosofis falsafah
kebangsaan kita, yakni Pancasila. Dari sana kita akan menemukan bangunan
nilai kemanusiaan sebagai jangkar yang menjadi perekat persaudaraan kita.
Itulah mengapa Bung Karno dalam rumusan Pancasilamenjadiinternasionalisme
sebagai dasar negara kita. Internasionalisme atau perikemanusiaan merupakan
bangunan nilai yang harus menjadi pijakan bersama bagi kita sebagai sebuah
bangsa.
Internasionalisme
bukanlah kosmopolitanisme yang bakal menggerus adanya kebangsaan atau
nasionalisme. Internasionalisme adalah jalan bersama bagi kita bukan hanya
dalam konteks kebangsaan, namun juga dalam upaya ikut serta menjaga
perdamaian dunia seperti amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Kita sadar betul, dalam satu dunia kita berbeda bangsa dan negara. Dalam satu
bangsa dan negara kita berbeda suku dan bahasa.
Dalam
satu suka dan bahasa kita berbeda keyakinan dan agama. Dalam satu keyakinan
dan agama kita berbeda paham dan aliran. Dalam satu paham dan aliran kita
berbeda pemahaman. Dalam satu pemahaman kita berbeda pengamalan. Dalam satu
pengamalan kita berbeda penghayatan. Dalam satu penghayatan kita berbeda
keikhlasan. Dalam satu keikhlasan inilah kita seharusnya satu dalam
pengabdian.
Artinya,
hal mendasar yang harus kita bangun dalam diri adalah keikhlasan menerima
pelbagai keberagaman yang ada di hadapan kita sebagai bangsa. Keikhlasan ini
bakal tumbuh dalam diri kita, kalau kita bisa memahami dengan baik nilainilai
kemanusiaan yang menjadi jangkar terwujudnya persaudaraan kita sebagai bangsa
yang besar. Membangun Indonesia bukan hal yang mudah, keberagaman yang begitu
banyak akan menjadi ancaman bila tak bisa dikelola dengan baik.
Sebaliknya,
jika kita bisa memaknai keberagaman ini, akan menjadi anugerah yang sangat
besar bagi kita sebagai sebuah bangsa. Founding fathers kita telah
membuktikan keberhasilannya merekatkan persaudaraan sebangsa senegara melalui
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, falsafah Pancasila, dan konstitusi UUD 1945.
Akar kebangsaan kita yang dimulai dari hadirnya Sarekat Islam 1905, Budi
Utomo1908, SumpahPemuda 1928, hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945 adalah
sejarah panjang perjuangan founding fathers dalam menegakkan kedaulatan kita
sebagai bangsa yang besar.
Ketika
muncul riak-riak keinginan merusak tenun kebangsaan kita, baik dari motif
agama, suku, daerah ataupun motif yang lainnya, kita seperti menyaksikan
tangis bumi pertiwi Indonesia Raya yang dibangun dari peluh dan darah para
pahlawan. Tiba-tiba saja, seenaknya mereka berkuasa seperti pemilik tunggal
republik ini ingin mengacaukan rekatnya persaudaraan kita meski berbeda latar
ras, suku, bahasa, agama, budaya, dan daerah.
Kasus-kasus
yang mengarah ke separatisme baik atas nama agama, suku, serta pelbagai
kepentingan yang sampai kini kadang-kadang masih muncul ke permukaan menjadi
penanda retaknya persaudaraan kita. Belum lagi serangkaian fanatisme buta
keberagamaan yang senantiasa menghantui kehidupan kita. Beberapa kali
penangkapan rencana terorisme yang muncul belakangan ini sering menjadikan
agama sebagai tameng tindakan brutalnya.
Mereka
melecehkan nilai-nilai ketuhanan demi tegaknya ego politik keberagamaan yang
dianutnya. Mereka mungkin lupa, kalau beragama sejatinya adalah belajar
menjadi manusia yang sesungguhnya. Menjadi manusia yang sesungguhnya adalah
menjalankan kodrat hidup, bahwa setiap orang ingin dihargai. Karena itu, bila
kita ingin dihargai oleh orang lain maka kita harus menghargai orang lain.
Termasuk menghargai kodrat hidup setiap manusia.
Kita
tak pernah berkesempatan memilih dan meminta kepada Tuhan, hendak dijadikan
ras, suku, dan bangsa apa pun. Begitu pun kita tak berkesempatan meminta lahir
di daerah mana, budaya, dan bahasa apa pun. Itulah kodrat hidup. Kita
tiba-tiba saja lahir dan harus menjalankan hidup penuh syukur dan menghargai
keberagaman ini. Pada sisi lain, ada kebebasan manusia yang diberikan oleh
Tuhan, sebagai tanggung jawab yang harus dijalankannya.
Termasuk
di dalamnya adalah memilih keyakinan dan agama. Manusia memiliki kebebasan
penuh untuk menganut keyakinan apa pun. Kebebasan ini pun adalah kodrat
manusia yang diberikan Tuhan. Karena itu, apa pun pilihan orang lain itu adalah
hak mereka. Kita tak bisa memaksa siapa pun berkeyakinan dan beragama sama
dengan kita. Kalau kita sadar hak dan kewajiban ini, niscaya bentrok dan
konflik yang mengganggu harmoni kebangsaan kita tak akan terjadi.
Selama
ini kita sering sangat egois, hendak menjadikan dunia satu wajah; sedangkan
Tuhan telah menggariskan keberagaman ini sebagai jalan bersama yang harus
dikelola dan disyukuri dengan baik. Indonesia adalah keberagaman yang banyak.
Tanpa perbedaan itu bukan Indonesia. Kita hanya perlu ikhlas untuk mengabdi
bahwa kita memang dilahirkan berbeda. Dari perbedaan ini kita bisa
menyaksikan hadirnya Indonesia Raya yang warna-warni, sebagai simbol
keagungan dan kekayaan Tuhan. Kita saudara, bangsa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar