Kamis, 03 Desember 2015

Selamat Datang Renminbi!

Selamat Datang Renminbi!

Rene L Pattiradjawane  ;  Wartawan Senior Kompas
                                                      KOMPAS, 02 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Uang rakyat yang disebut renminbi (RMB) atau yuan, yang digunakan di daratan Tiongkok, akhirnya menjadi uang dunia. RMB akan setara dengan mata uang global lain, seperti dollar AS, euro, yen Jepang, dan pound Inggris, ke dalam keranjang mata uang Dana Moneter Internasional (IMF) yang bisa digunakan sebagai aset cadangan internasional.

Keputusan ini layak disambut karena kini ada dua negara di dalam keranjang mata uang Asia. Namun, perlu diingat, keputusan IMF ini belum memberikan dampak karena baru berlaku pada 1 Oktober 2016.

Masuknya RMB ke dalam SDR akan memberikan bobot bagi mata uang RRT ini sebesar 10,92 persen dalam keranjang mata uang IMF. Memang bobot ini lebih rendah daripada dollar AS dan euro yang masing-masing memiliki bobot 41,73 persen dan 30,93 persen. Namun, terhadap mata uang lain, seperti yen Jepang yang berbobot 8,33 persen ataupun pound Inggris sebesar 8,09 persen, masih lebih tinggi.

Banyak pengamat memperkirakan, mata uang RMB akan melemah karena nilainya masih terlalu tinggi. Diperkirakan, dimulainya RMB dalam SDR, maka pelemahan mata uang RRT mencapai 2-9 persen tahun depan.

Mata uang RMB pantas untuk dijadikan acuan sebagai mata uang dunia. Tiongkok adalah negara dengan ekonomi bernilai 10 triliun dollar AS, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 7 persen selama dekade terakhir. Laporan IMF sendiri menyebutkan, berdasarkan perhitungan PPP (purchasing power parity), kekuatan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 sudah melampaui Amerika Serikat sebagai ekonomi terbesar di dunia.

Pada tahun 2022, lebih setengah rumah tangga di perkotaan Tiongkok akan berada di kelas menengah ke atas (dengan pendapatan tahunan sebesar 20.000-40.000 dollar AS menurut nilai tukar saat ini). Terjadi peningkatan lebih dari 100 juta rumah tangga selama dekade mendatang, dari 14 persen pada tahun 2012. Ini berarti, sekitar 630 juta orang di daratan Tiongkok memiliki daya beli yang sangat besar.

Bagi negara-negara Asia Tenggara, khususnya dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, masuknya RMB dalam SDR akan menjadi faktor penting peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan Tiongkok-ASEAN. Pertama, Tiongkok akan menjadi pasar yang tumbuh sangat masif. Kelas menengahnya secara bertahap akan banyak membeli buah-buahan tropis, sayuran, sereal, minyak sayur, ataupun karet.

Kedua, perdagangan dua arah Tiongkok dan ASEAN akan menjadi semakin rumit ketika neraca perdagangan kedua pihak, baik secara regional maupun bilateral, akan berfluktuasi secara drastis. Diperlukan mekanisme bersama bagi ASEAN dan Tiongkok memanfaatkan ketersediaan RMB dalam mengelola kerja sama pembangunan bagi kepentingan bersama.

Bagi Indonesia, penggunaan RMB memberikan keuntungan menarik, terutama terkait berbagai proyek infrastruktur yang sudah bisa menggunakan perhitungan dalam RMB. Memang, ada persoalan defisit perdagangan yang harus segera dirundingkan antara RI dan RRT agar tidak meluas menjadi persoalan liar yang tidak tertangani. Selamat datang RMB!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar