Perang "Antargeng"
Adi Andojo Soetjipto ; Mantan Ketua Muda Mahkamah Agung
|
KOMPAS,
10 Desember 2015
Perang
"antargeng" yang dimaksud Rizal Ramli saya prediksi pasti bakalan
berlangsung seru. Namun, tentu berbeda dengan "perang" sesungguhnya
dengan menggunakan mesin perang yang menimbulkan kehancuran hebat dan
mengakibatkan ratusan ribu orang mati ataupun hidup jutaan rakyat jadi
sengsara. Perang antargeng hanya mengakibatkan singgasana emas orang tertentu
ambruk.
Masih ada perbedaan
lain. Perang sungguhan memunculkan jenderal-jenderal legendaris, seperti
Dwight Eisenhower dan Jenderal Douglas MacArthur dalam Perang Dunia II, dan
Panglima Besar Sudirman dalam Perang Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sementara perang antargeng hanya memunculkan cecunguk-cecunguk penjual negara
dan bangsa.
Sungguh jauh perbedaan
antara kedua macam perang itu. Lebih jauh lagi perbedaan itu dapat dilihat
dari penampilan pelaku-pelakunya. Jenderal-jenderal itu berwajah bersih dan
berwibawa, sedangkan wajah pelaku perang antargeng kelihatan kotor dan penuh
keserakahan akibat pencerminan jiwa yang kotor pula.
Lebih dari itu,
anak-anak mereka juga tidak ada yang berwajah bersih. Pasti ada
"guratan" noda yang tebersit secara jelas. Entah mengapa hal itu
bisa terjadi. Saya hanya menganalisis dari faktor genetik, mungkin karena dia
dulu disusui oleh ibunya dan dibesarkan oleh bapaknya dengan uang yang
didapat melalui jalan tidak halal. Kasihan mereka sebetulnya, anak-anak
tersebut tidak ikut berdosa.
Menurut pendapat saya
lagi, orang-orang yang ikut dalam perang antargeng itu tentu mereka yang
kelahiran sesudah zaman revolusi atau setidak-tidaknya pada waktu revolusi
baru dimulai. Mereka belum merasakan suara desingan peluru yang menakutkan,
belum merasakan sulitnya hidup. Sekarang dia hidup enak, jadi pejabat yang
punya kekuasaan besar. Namun, karena keserakahan dan tidak pernah mengalami
hidup sengsara, dia lupa sampai-sampai menjual negara dan bangsa.
Perang yang akan ramai
ini disebabkan rebutan harta kekayaan dan kepentingan pribadi. Karena
pelaku-pelakunya berkedudukan sudah tinggi, dia mengajak dan memengaruhi
kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama dengan cara yang kotor pula.
Caranya bisa
bermacam-macam: kekerasan, kebohongan, dan kelicikan. Pokoknya menghalalkan
segala cara. Kalau perlu dengan cara membunuh. Mengingat si pelaku punya
kekuasaan besar, dia mampu menggerakkan pengikut-pengikutnya untuk membuat
apa saja.
Rakyat hanya bisa
melongo. Kekayaan yang dimiliki negara jadi rebutan. Akibatnya, bisa terjadi
dua hal. Rakyat akan menang karena hartanya terselamatkan atau menjadi
sengsara karena harta negaranya dicaplok negara lain akibat ulah para pejabat
negara bangsa ini sendiri yang ikut menghancurkannya.
Kita pasti mengharap
akibat yang menguntungkan bagi rakyat, yaitu kekayaan negara jadi milik penuh
bangsa sehingga rakyat bisa hidup makmur dan sejahtera: tidak ada kemiskinan
di negara kita. Semua rakyat hidup makmur secara merata, tidak ada orang kaya
terlalu kaya dan tidak ada orang miskin terlalu miskin.
Kita sebenarnya sudah
diberi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam yang sangat melimpah untuk
kemakmuran rakyat Indonesia. Hanya, akibat salah kelola, keadaan kita jadi
begini. Pendidikan dan moral masih rendah, kesehatan rakyat memprihatinkan,
keamanan belum terjamin, dan perdagangan masih bergantung pada impor.
Padahal, produksi kita sebenarnya melimpah, tetapi terbatasi peraturan demi
kepentingan-kepentingan suatu golongan.
Hal-hal ini kita
harapkan akan menjadi lebih baik di masa depan. Momentum perang antargeng ini
biarlah terjadi demi memperbaiki keadaan untuk kebaikan dan kemakmuran rakyat
Indonesia. Bukan sebaliknya! Juga bukan untuk golongan tertentu (geng),
apalagi untuk negara lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar