Kamis, 10 Desember 2015

Perang "Antargeng"

Perang "Antargeng"

Adi Andojo Soetjipto  ;  Mantan Ketua Muda Mahkamah Agung
                                                      KOMPAS, 10 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Perang "antargeng" yang dimaksud Rizal Ramli saya prediksi pasti bakalan berlangsung seru. Namun, tentu berbeda dengan "perang" sesungguhnya dengan menggunakan mesin perang yang menimbulkan kehancuran hebat dan mengakibatkan ratusan ribu orang mati ataupun hidup jutaan rakyat jadi sengsara. Perang antargeng hanya mengakibatkan singgasana emas orang tertentu ambruk.


Masih ada perbedaan lain. Perang sungguhan memunculkan jenderal-jenderal legendaris, seperti Dwight Eisenhower dan Jenderal Douglas MacArthur dalam Perang Dunia II, dan Panglima Besar Sudirman dalam Perang Kemerdekaan Republik Indonesia. Sementara perang antargeng hanya memunculkan cecunguk-cecunguk penjual negara dan bangsa.

Sungguh jauh perbedaan antara kedua macam perang itu. Lebih jauh lagi perbedaan itu dapat dilihat dari penampilan pelaku-pelakunya. Jenderal-jenderal itu berwajah bersih dan berwibawa, sedangkan wajah pelaku perang antargeng kelihatan kotor dan penuh keserakahan akibat pencerminan jiwa yang kotor pula.

Lebih dari itu, anak-anak mereka juga tidak ada yang berwajah bersih. Pasti ada "guratan" noda yang tebersit secara jelas. Entah mengapa hal itu bisa terjadi. Saya hanya menganalisis dari faktor genetik, mungkin karena dia dulu disusui oleh ibunya dan dibesarkan oleh bapaknya dengan uang yang didapat melalui jalan tidak halal. Kasihan mereka sebetulnya, anak-anak tersebut tidak ikut berdosa.

Menurut pendapat saya lagi, orang-orang yang ikut dalam perang antargeng itu tentu mereka yang kelahiran sesudah zaman revolusi atau setidak-tidaknya pada waktu revolusi baru dimulai. Mereka belum merasakan suara desingan peluru yang menakutkan, belum merasakan sulitnya hidup. Sekarang dia hidup enak, jadi pejabat yang punya kekuasaan besar. Namun, karena keserakahan dan tidak pernah mengalami hidup sengsara, dia lupa sampai-sampai menjual negara dan bangsa.

Perang yang akan ramai ini disebabkan rebutan harta kekayaan dan kepentingan pribadi. Karena pelaku-pelakunya berkedudukan sudah tinggi, dia mengajak dan memengaruhi kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama dengan cara yang kotor pula.

Caranya bisa bermacam-macam: kekerasan, kebohongan, dan kelicikan. Pokoknya menghalalkan segala cara. Kalau perlu dengan cara membunuh. Mengingat si pelaku punya kekuasaan besar, dia mampu menggerakkan pengikut-pengikutnya untuk membuat apa saja.

Rakyat hanya bisa melongo. Kekayaan yang dimiliki negara jadi rebutan. Akibatnya, bisa terjadi dua hal. Rakyat akan menang karena hartanya terselamatkan atau menjadi sengsara karena harta negaranya dicaplok negara lain akibat ulah para pejabat negara bangsa ini sendiri yang ikut menghancurkannya.

Kita pasti mengharap akibat yang menguntungkan bagi rakyat, yaitu kekayaan negara jadi milik penuh bangsa sehingga rakyat bisa hidup makmur dan sejahtera: tidak ada kemiskinan di negara kita. Semua rakyat hidup makmur secara merata, tidak ada orang kaya terlalu kaya dan tidak ada orang miskin terlalu miskin.

Kita sebenarnya sudah diberi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam yang sangat melimpah untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Hanya, akibat salah kelola, keadaan kita jadi begini. Pendidikan dan moral masih rendah, kesehatan rakyat memprihatinkan, keamanan belum terjamin, dan perdagangan masih bergantung pada impor. Padahal, produksi kita sebenarnya melimpah, tetapi terbatasi peraturan demi kepentingan-kepentingan suatu golongan.

Hal-hal ini kita harapkan akan menjadi lebih baik di masa depan. Momentum perang antargeng ini biarlah terjadi demi memperbaiki keadaan untuk kebaikan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Bukan sebaliknya! Juga bukan untuk golongan tertentu (geng), apalagi untuk negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar