Daulat Anggota Parpol
Ridho Imawan Hanafi ; Peneliti di Pusat Penelitian Politik LIPI
|
KOMPAS,
10 Desember 2015
Salah satu hal yang kerap luput menjadi
perhatian partai politik adalah menjaga kedaulatan anggota mereka. Dari
perspektif parpol, anggota merupakan sumber daya penting dalam memberikan
kontribusi positif bagi fungsi sistemik parpol (Haute dan Gauja, 2015).
Namun, sejauh ini sebagian parpol masih belum menjadikan anggotanya sebagai
pihak yang berdaulat.
Selama ini peran anggota baru terbatas pada
saat parpol sedang berhadapan dengan momentum politik tertentu, seperti
pemilu maupun pilkada. Pada momentum itu, peran anggota parpol lebih
diperlukan untuk upaya memobilisasi dukungan.
Daulat elite
Di luar itu, anggota parpol tak cukup
berdaulat. Dalam mekanisme pengambilan keputusan-seperti soal penentuan
kepengurusan maupun penentuan nama calon anggota parlemen pusat maupun
daerah; pasangan calon presiden dan wakil presiden; juga penentuan kebijakan
strategis parpol-lebih banyak didominasi oleh pengurus pusat dan daerah
daripada oleh gelaran rapat-rapat umum anggota. Pengurus parpol di tingkat
lokal mungkin bisa saja mengusulkan, tetapi tidak saja harus berdasarkan
panduan yang ditetapkan pengurus pusat, lebih jauh lagi kata akhir ada pada
pengurus pusat (Surbakti dkk, 2011).
Padahal, dalam perundangan mengenai parpol
disebutkan, kedaulatan parpol berada di tangan anggota. Anggota parpol juga
punya hak dalam menentukan kebijakan-kebijakan parpol. Hal ini menandaskan
bahwa sesungguhnya peran anggota parpol sangatlah krusial. Bukan semata
ditempatkan sebagai pihak yang perannya hanya diperlukan sewaktu-waktu.
Keengganan parpol mengelola keanggotaan mereka
inilah salah satu yang ikut mendorong parpol pada kondisi dikuasai segelintir
elite politik parpol atau dikendalikan secara personal. Dengan kata lain, di
parpol kedaulatan bukan berada di tangan anggota, melainkan di tangan elite.
Mengapa peran anggota cukup signifikan dalam
meningkatkan partisipasi dan demokrasi sehingga parpol wajib mengelola
keanggotaan mereka dengan baik? Lynn Bennie dalam Party Membership Matters
(2013) menyebut setidaknya tiga peran kunci yang bisa jadi sorotan.
Pertama, dukungan pemilih atau legitimasi.
Anggota jadi pendukung setia yang bisa diandalkan untuk memilih partai mereka
dalam pemilu. Anggota juga bisa menyebarkan pesan-pesan partai dan berpotensi
menarik dukungan pemilih. Dengan cara ini, anggota bertindak sebagai
"duta" parpol di masyarakat, yang berujung pada perolehan
legitimasi dari anggota.
Kedua, dukungan keuangan dan kampanye. Anggota
parpol bisa menyediakan dana melalui iuran keanggotaan yang disumbangkan
secara teratur. Selain itu, anggota juga bisa memberikan bantuan penting
dalam kampanye pemilu.
Ketiga, dukungan organisasi atau pemeliharaan
infrastruktur partai. Dalam hal ini anggota parpol berpotensi membentuk
kebijakan, yang di masing-masing partai bisa variatif, dengan cara
menyumbangkan ide baik langsung atau tidak, yang bisa memengaruhi kebijakan.
Anggota dapat menjadi sumber dari ide-ide kebijakan. Selain itu, anggota bisa
membantu menjaga infrastruktur parpol sehari-hari bisa berjalan, serta dapat
menyediakan pasokan calon bagi pejabat parpol dan pemimpin lain.
Peranan anggota tersebut mendorong parpol
untuk tidak cukup mereduksinya terbatas pada cara mengelola keanggotaannya
pada level administrasi. Taruhlah seperti hanya mencatat dan menyimpan daftar
anggota, lalu juga menarik iuran keanggotaan, dan kemudian memberdayakannya
pada peristiwa politik tertentu. Namun, yang seharusnya dilakukan adalah
mendorong ditegakkannya kedaulatan anggota agar terlibat dalam proses
munculnya kebijakan-kebijakan parpol.
Proses ini sekaligus sebagai bahan uji akan
berlakunya demokratisasi di internal parpol. Sebab, sebagai salah satu
institusi penting demokrasi, parpol diharuskan mampu mengelola dirinya secara
demokratis. Ketika parpol tidak sanggup mengelola dirinya sendiri secara
demokratis, sulit diharapkan parpol bisa dipercaya publik akan mampu
berdemokrasi pada level lainnya.
Proses seperti itu akan jadi pertaruhan parpol
tersendiri karena menegakkan kedaulatan anggota bisa menggerus
kedaulatan-kedaulatan personal yang ada di parpol. Dalam hal peran anggota
mengenai pendanaan, misalnya, seperti dicatat Legowo (2015), iuran anggota
merupakan hal fundamental. Iuran adalah wujud nyata dari saham yang
ditanamkan anggota dalam parpolnya. Dengan saham tersebut, anggota
mendapatkan kedaulatan berupa hak bersuara di dalam proses-proses pembuatan
kebijakan. Tantangannya terletak pada kesediaan para pendiri dan penyandang
dana utama membagi "kedaulatan" mereka kepada para anggota parpol.
Demokratis vs
oligarkis
Sebagai institusi politik, pengelolaan parpol
juga memiliki kecenderungan dikelola secara tidak demokratis, tetapi
oligarkis. Kecenderungan seperti itu sudah diingatkan Robert Michels dalam
Iron Law of Oligarchy. Bagi Michels, kecenderungan parpol yang dikelola
secara oligarkis menjadikan kepentingan sendiri lebih diutamakan daripada
kepentingan organisasi. Hal ini yang kemudian membuat anggota parpol kesulitan
memperoleh akses terkait bagaimana keputusan-keputusan krusial parpol
dikeluarkan. Pemimpin atau elite parpol lebih mengontrol proses pengambilan
keputusan dan juga saluran informasi, bahkan bisa memanipulasi dukungan
anggota yang kurang informasi (Heidar, 2006).
Oleh karena itu, kedaulatan anggota parpol
menjadi penting ketika dimaknai sebagai salah satu langkah tangkal untuk
meminimalkan kecenderungan oligarki di tubuh parpol. Parpol harus memastikan
setiap anggotanya untuk aktif dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan di parpol.
Langkah ini mensyaratkan adanya keterbukaan
atau komunikasi yang transparan sesuai dengan kerangka yang sudah disepakati
bersama di internal. Ketertutupan komunikasi politik di antara internal
parpol hanya menawarkan celah terbukanya dominasi di sebagian elite parpol,
yang ujungnya menghasilkan praktik-praktik kesewenangan dalam pengelolaan
parpol.
Selain sebagai upaya mendorong demokratisasi
internal parpol, menegakkan kedaulatan anggota diharapkan memunculkan ikatan
politik yang erat antara parpol dan anggotanya. Ikatan yang dimaksud adalah
peneguhan akan identifikasi diri terhadap parpol. Lemahnya identifikasi
tersebut bisa membuat dukungan kepada parpol kerap mencair atau berubah tiap
pemilu dan berpotensi menurunkan dukungan perolehan suara.
Tidak hanya itu, anggota parpol yang berada di
akar rumput merasa memiliki kesenjangan lebar akan ketersambungannya dengan
parpol, yang sering diidentikkan hanya dikuasai sebagian orang. Akibatnya,
parpol sering abai terhadap aspirasi yang muncul dari masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar