Minggu, 06 Desember 2015

Pelanggaran Etika...

Pelanggaran Etika...

James Luhulima  ;  Wartawan Senior Tempo
                                                      KOMPAS, 05 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan anggota DPR yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Mahkamah Kehormatan Dewan, 16 November 2015.

Dalam kesempatan itu, Sudirman menyampaikan bahwa seorang anggota DPR bersama seorang pengusaha terkenal telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pemimpin PT Freeport Indonesia (PT FI). Dan, dalam pertemuan ketiga, 8 Juni 2015, anggota DPR itu menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan PT FI dan meminta PT FI memberikan saham, yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Walaupun kepada media nama kedua orang itu tak diungkap, di luar sudah beredar bahwa kedua orang itu adalah Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. Masalah tersebut pertama kali muncul ke permukaan dalam acara Satu Meja di KompasTV, 3 November 2015, ketika Sudirman Said mengungkapkan ada beberapa tokoh politik, yang sangat berkuasa, yang menjual nama Presiden dan Wakil Presiden.

Sudirman kemudian menyebutkan akan berkonsultasi dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum mengadukan anggota DPR itu. Namun, 13 November 2015, Wakil Ketua MKD dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang mengatakan, kalau seseorang mengetahui ada anggota DPR yang menyalahgunakan fungsi, sesuai bukti-bukti yang ada, silakan saja melapor ke MKD, tidak perlu konsultasi dulu. Itu sebabnya pada 16 November lalu Sudirman mendatangi MKD.

Namun, ternyata, setelah Sudirman melapor ke MKD, prosesnya seperti berjalan di tempat. Padahal, transkripsi pembicaraan antara Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin, dan Muhammad Riza Chalid sudah beredar secara luas.

Beberapa manuver dilakukan untuk menyelamatkan muka Setya Novanto, termasuk melemahkan kredibilitas Sudirman Said. Setya sendiri mengaku pernah bertemu dengan pejabat PT FI, tetapi membantah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Akhirnya, 3 Desember lalu, MKD memanggil Sudirman untuk didengar keterangannya sebagai pengadu. Pukul 13.15, sidang MKD dimulai. Sudirman minta agar sidang dilangsungkan secara terbuka dan permintaan itu disetujui. Setelah diambil sumpahnya, pimpinan MKD meminta Sudirman menyerahkan rekaman berikut transkripsinya. Anggota MKD, Ridwan Bae, menggugat keabsahan Sudirman sebagai pengadu.

Anggota MKD, Syarifuddin Sudding, meminta agar rekaman diperdengarkan, tetapi ditolak oleh Ridwan Bae dengan alasan pertanyaannya soal legalitas Sudirman belum dijawab. Setelah itu, sidang MKD lebih banyak didominasi pertanyaan-pertanyaan soal legalitas dan motif Sudirman Said. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dengan cara seakan-akan tengah mengadili Sudirman Said. Sudirman dicoba untuk dipojokkan.

Permintaan beberapa anggota MKD untuk memutar rekaman bolak-balik dilawan oleh anggota MKD yang lain. Bahkan, ada yang meminta agar pemutaran rekaman dilakukan pada hari lain. Akhirnya, pukul 19.27, enam jam setelah sidang dibuka, dilakukan voting untuk memutar rekaman itu. Dalam voting, 4 dari 10 anggota MKD menolak rekaman diputar. Empat anggota MKD yang menolak itu adalah Ridwan Bae dan Adies Kadir dari Partai Golkar serta Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman dari Gerindra. Kalah dalam jumlah, akhirnya pemutaran rekaman dilakukan.

Masyarakat cukup pandai

Pukul 19.34, rekaman pembicaraanSetya Novanto, Muhammad Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin diperdengarkan. Anggota MKD dan masyarakat yang mengikutisiaran langsung sidang MKD melalui televisi mencocokkan isi rekaman dengan transkripsinya.

Sempat ada permintaan untuk menghentikan rekaman, tetapi permintaan itu tidak digubris. Pemutaran rekaman isi pembicaraan itu berlangsung 1 jam dan 38 menit. Masyarakat yang mendengar isi rekaman itu secara lengkap tidak memerlukan pendapat pakar atau orang pintar untuk mengetahui bahwa Ketua DPR Setya Novanto melakukan pelanggaran etika.

Anggota MKD sempat mencecar Sudirman soal tidak adanya kata permintaan saham dalam rekaman itu, yang langsung dijawab oleh anggota MKD lain, ada. Namun, semua itu tidak penting lagi. Masyarakat sudah cukup pandai untuk memahami pembicaraan apa saja yang dilakukan ketiga orang itu.

Dan, ketika rekaman asli milik Maroef Sjamsoeddin diperdengarkan keesokan harinya, masyarakat semakin yakin ada pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR. Apalagi, Maroef yang ikut serta dalam pembicaraan itu pun menegaskan adanya pelanggaran etika yang dilakukan Setya Novanto.

Perdebatan bisa saja digiring ke arah mempersoalkan legalitas rekaman, atau ancaman hukuman terhadap orang yang melakukan perekaman, tetapi semua itu tidak dapat meniadakan pelanggaran etika yang dilakukan Setya Novanto. Masyarakat sudah mendengar sendiri.

Dan, orang-orang yang namanya disebut-sebut oleh Setya Novanto dan Muhammad Riza Chalid dalam pembicaraan dengan Maroef Sjamsoeddin tahu akan apa yang dilakukan kedua orang itu di belakang mereka dan tentunya akan membuktikan diri bahwa mereka tidak seperti yang disebut-sebut oleh kedua orang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar