Minggu, 06 Desember 2015

Kesepakatan Perubahan Iklim

Kesepakatan Perubahan Iklim

Doddy S Sukadri  ;  Co-Coordinator Pokja MRV; Dewan Pengarah Perubahan Iklim; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
UN CC-Learn Climate Change Ambassador
                                                      KOMPAS, 05 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim yang dikenal sebagai COP 21 sedang berlangsung pekan ini di Paris, Perancis. Sepanjang 30 November-11 Desember, pertemuan diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan global yang adil antara negara maju dan negara berkembang dalam mengatasi masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Pertemuan itu dihadiri sekitar 40.000 peserta—termasuk para pemimpin negara—yang mewakili 195 negara. Dalam menyelesaikan isu yang sudah muncul sejak 20 tahun lalu, penerapan prinsip Common but Differentiated Reponsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC) menjadi salah satu tujuan.

Prinsip lain adalah ”aplicable to all”, artinya kewajiban penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) akan berlaku mulai tahun 2020 untuk setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Karena itu, sebelum November 2015, setiap negara diminta menyampaikan kontribusi penurunan GRK Nasional yang disebut: Intended Nationally Determined Contribution (INDC). Indonesia telah menyampaikan INDC ke Sekretariat United Nations Framework-Convention on Climate Change‎ (UNFCCC) pada 24 September 2015.

Kesepakatan Paris pada dasarnya akan menggantikan kesepakatan global sebelumnya, yaitu Protokol Kyoto, yang lebih menuntut kewajiban penurunan emisi GRK negara-negara maju. Begitu revolusi industri, mereka banyak menggunakan bahan bakar fosil dan memicu pemanasan global. Bagi negara berkembang, penurunan emisi GRK bersifat sukarela, dan kerja sama penurunan emisi dengan negara-negara maju dilakukan dalam bentuk Clean Development Mechanism (CDM).

Dari segi waktu, Protokol Kyoto terbagi dalam dua bagian. Periode pertama tahun 2008-2012 dan periode kedua 2013-2020. Tidak seperti KP-1, KP-2 ditandai dengan kurangnya dukungan negara anggota dan keluarnya Jepang, Kanada, dan Rusia. Ini gara-gara dua negara kontributor terbesar emisi GRK global, Amerika Serikat dan Tiongkok, tidak mau berkomitmen dalam menyikapi isu perubahan iklim global.

Menuju rendah emisi

Kesepakatan Paris akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap mekanisme dan cara-cara pembangunan ekonomi dunia yang rendah emisi. Masyarakat dunia modern yang selama ini dininabobokan penggunaan bahan bakar fosil harus mengubah kebiasaan dengan penggunaan energi baru dan terbarukan. Penggunaan bahan bakar fosil tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi mungkin hanya dikurangi saja. Tugas COP 21 adalah berusaha memperoleh komitmen semua negara mengikis emisi GRK.

Sejak tahun 2011, para negosiator perubahan iklim telah bekerja keras menyusun draf kesepakatan mengikat (legally binding) tentang hak dan kewajiban setiap negara dalam pertemuan Paris. Sampai saat ini, kesepakatan dimaksud hanyalah Protokol Kyoto, yang sudah diratifikasi Indonesia sejak 2004.

Namun, kecepatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara berkembang beberapa tahun terakhir cukup merisaukan dari sudut pandang perubahan iklim. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu variabel emisi GRK. Semakin tinggi PDB suatu negara, semakin tinggi pula emisi GRK-nya dengan tahun 2013 tercatat sebagai tahun emisi GRK tertinggi. Konsentrasi emisi gas karbon dioksida di atmosfer telah melewati ambang batas psikologis 400 parts per million (ppm) sejak dimulainya pengukuran di Mauna Loa Observatory Hawaii tahun 1958.

Tahun 2014 tercatat sebagai tahun terpanas di dunia, tetapi rata-rata temperatur tahun 2015 diduga lebih panas lagi. Kenaikan temperatur yang terus terjadi akan berdampak buruk terhadap sektor-sektor pertanian, kesehatan, perikanan, dan kelautan. Kenaikan temperatur global akan mempercepat melelehnya lapisan es di wilayah kutub sehingga menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil.

Menurut para ahli, kenaikan permukaan air laut akan mencapai 1 meter tahun 2100. Bagi Indonesia, ini merupakan ancaman serius mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Di sektor pertanian, produk-produk pertanian akan menurun akibat musim panas yang ekstrem. Selain itu, musim hujan yang singkat dengan intensitas curah hujan yang tinggi berpotensi memicu banjir dan erosi.

Belajar dari COP 15 tahun 2009 di Kopenhagen, Denmark, yang kurang memperoleh dukungan negara-negara berkembang, COP 21 di Paris diharapkan dapat menyatukan harapan negara maju dan negara berkembang. Apabila ini terwujud, kesepakatan perubahan iklim global yang berlaku mulai 2020 akan mengubah platform pertumbuhan ekonomi, politik, sosial komunitas global.

Struktur ekonomi

Ekonomi hijau akan berubah dari sekadar konsep dan hipotesis menjadi implementasi. Penggunaan ”energi hijau” akan menyediakan beragam alternatif pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang rendah emisi dengan biaya murah.

Awal tahun ini, mantan Menteri Perubahan Iklim Inggris, Greg Barker, menyampaikan keyakinannya bahwa hal ini segera menjadi kenyataan. Sebagai contoh, biaya pembangkit energi dari sinar matahari telah turun 80 persen sepuluh tahun terakhir. Jika pada tahun 2009 energi solar hanya menyumbang 23 gigawatts of capacity (GW), maka saat ini telah jauh melejit menjadi 177 GW, dengan tambahan 40 GW dalam tahun 2014.

Selanjutnya, investasi dalam energi terbarukan dan biofuels naik 270 miliar dollar AS, atau 17 persen tahun 2014 dibandingkan tahun 2013. Yang cukup mengagetkan, Tiongkok yang selama ini dianggap sebagai penyumbang emisi GRK terbesar telah menyisihkan investasi untuk pembangunan energi terbarukan 31 persen tahun 2014, seiring penurunan energi yang berasal dari batubara.

Kecenderungan pergeseran global dalam peningkatan penggunaan energi terbarukan ini dituangkan dalam laporan studi oleh International Energy Agency tahun 2014 yang menyampaikan sembilan kata kunci sebagai simpulan apa yang terjadi saat ini: ”Fossil fuels still dominate, but alternatives are now emerging”.

Struktur politik

Dua negara raksasa penyumbang emisi GRK terbesar, Amerika Serikat dan Tiongkok, sejak November 2014, telah bertemu dan menunjukkan niat baik untuk menyelesaikan isu perubahan iklim. Tiongkok menyampaikan akan menurunkan emisi puncaknya (peak emission rate) pada tahun 2030; sementara AS menetapkan target reduksi emisi 26-28 persen dibandingkan tingkat emisi tahun 2005.

Walaupun masih jauh dari harapan, kedua negara tersebut sudah menunjukkan niat baik memberikan perhatian terhadap masalah perubahan iklim global. Selanjutnya, Juni 2015, UE dan Tiongkok telah bersepakat mencapai target penurunan emisi bersama melalui mekanisme perdagangan karbon dan teknologi hijau. Kemudian, melalui pertemuan G7, Kanada dan Jepang sepakat tidak menggunakan bahan bakar fosil paling lambat 2100.

Pertemuan G20 diharapkan akan menyinggung risiko finansial berkenaan dengan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil. Diharapkan Arab Saudi, AS, Rusia, India, Australia, dan Tiongkok mengambil bagian dalam kesepakatan ini. Dari sisi keagamaan, Paus Paulus telah menyampaikan bahwa perubahan iklim adalah masalah moral dan etika. Kegagalan dalam melindungi bumi dan alam semesta sama dengan membiarkan generasi mendatang hidup dalam kotoran.

Tampaknya COP 21 Paris akan berakhir dengan kesepakatan baru tentang arsitektur penanganan perubahan iklim pasca 2020. Namun, pertanyaan besarnya adalah bagaimana ambisi untuk mereduksi emisi akan dicapai?

Jangan terlalu berharap bahwa kesepakatan Paris menjadi satu-satunya solusi perubahan iklim. Upaya ini akan memakan waktu lama untuk mencapai harapan kita semua. Yang terpenting adalah bagaimana membuat semua pihak terus bergerak maju pada arah yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar