Deregulasi Aturan Tambang
Ima Mayasari ; Doktor Bidang Hukum Pertambangan Fakultas
Hukum UI;
Pengajar pada Departemen Ilmu
Administrasi FISIP UI
|
KOMPAS,
11 Desember 2015
Deregulasi aturan
tambang, khususnya yang berkaitan dengan Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 77
Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,
menjadi salah satu agenda dalam paket kebijakan ekonomi jilid I.
Masalah perpanjangan
kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia (PT FI) menjadi fokus pertimbangan
pemerintah menderegulasi aturan, utamanya terkait jangka waktu pengajuan
permohonan perpanjangan KK.
Sebagaimana
diperbincangkan di media massa, yaitu rekaman percakapan antara Presiden
Direktur PT FI dan Ketua DPR yang dilaporkan Menteri ESDM kepada Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD) juga surat Menteri ESDM kepada James R Moffett (Chairman of the Board Freeport-McMoran Inc)
tanggal 7 Oktober 2015, ada isyarat bahwa kepentingan PT FI terhadap
kepastian perpanjangan KK tidak terakomodasi dengan batasan jangka waktu
paling cepat dua tahun sebelum KK berakhir.
Menurut Pasal 112B
Ayat (2) PP No 77/2014, "Untuk
memperoleh IUPK Operasi Produksi Perpanjangan sebagaimana dimaksud angka 1,
pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara
harus mengajukan permohonan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu
dua tahun dan paling lambat dalam jangka waktu enam bulan sebelum kontrak
karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara berakhir".
Masa pengajuan
Poin utama yang akan
diubah dalam beleid Pasal 112B Ayat (2) PP No 77/2014 berkaitan dengan masa
pengajuan permohonan IUPK Operasi Produksi Perpanjangan dari dua tahun
menjadi lima tahun sebelum berakhirnya KK bagi mineral nonlogam. Sementara
untuk KK mineral logam, masa pengajuan permohonan IUPK Operasi Produksi
Perpanjangan dapat dilakukan sepuluh tahun sebelum berakhirnya KK.
Menteri ESDM
menyatakan bahwa perubahan Pasal 112B Ayat (2) memberikan jaminan kepada
pelaku usaha sektor pertambangan, seperti PT FI, yang jangka waktu KK
berakhir pada 2021. Pernyataan Menteri ESDM berbeda dengan Presiden bahwa
tidak akan mengubah PP No 77/2014.
PT FI telah mengajukan
surat permohonan perpanjangan operasi pada 9 Juli 2015 dan 7 Oktober 2015,
sedangkan menurut Pasal 112B Ayat (2) permohonan perpanjangan baru dapat
dilakukan tahun 2019.
Selanjutnya, berkaitan
dengan isi surat Menteri ESDM kepada Freeport tanggal 7 Oktober 2015
khususnya pada poin 3, bahwa: "Pemerintah
Indonesia akan menyelesaikan penataan ulang regulasi bidang mineral dan
batubara agar lebih sesuai dengan semangat menarik investasi bidang sumber
daya alam di Indonesia. PT Freeport Indonesia dapat segera mengajukan
permohonan perpanjangan operasi pertambangan, setelah penataan peraturan
perundang-undangan diimplementasikan. Lebih lanjut dipahami bahwa persetujuan
atas permohonan akan memberikan kepastian dalam aspek keuangan dan hukum yang
sejalan dengan isi kontrak yang berlaku."
Mengacu substansi
surat di atas, kebutuhan untuk menderegulasi aturan tambang, khususnya revisi
PP No 77/2014, adalah untuk memberikan kepastian hukum dan keuangan bagi PT
FI dalam perpanjangan operasi pertambangan.
Tidak tepat
Kalimat pada poin 4 justru
menurut hemat saya tidak tepat diberikan Menteri ESDM, yaitu
"...persetujuan perpanjangan kontrak PT FI akan diberikan segera setelah
hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara
diimplementasikan. Sebagai konsekuensinya, PT FI berkomitmen menginvestasikan
dana tambahan 18 miliar dollar AS untuk kegiatan operasi selanjutnya".
Ini artinya sebelum
adanya deregulasi aturan tambang, Menteri ESDM telah memberikan kepastian
persetujuan perpanjangan KK PT FI. Tindakan ini belum tentu mencerminkan
sikap masyarakat Indonesia yang tidak ingin perpanjangan KK.
Awal November 2015,
pemerintah menunda revisi PP No 77/2014 dengan alasan sesuai saran Panitia
Kerja (Panja) UU Minerba, deregulasi aturan tambang seyogianya dimulai dari
undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Artinya,
deregulasi aturan tambang harus menyeluruh. Persoalannya, masyarakat ingin
melihat keseriusan pemerintah profesional mengelola tambang. Belum lagi soal
divestasi saham hingga 51 persen kepada pemerintah.
Diharapkan deregulasi
aturan tambang dari undang-undang hingga aturan di bawahnya tidak untuk
kepentingan perusahaan swasta semisal PT FI semata, tetapi mengutamakan
kepentingan masyarakat (civil society)
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) di antara ketiga pemangku kepentingan, yaitu
pemerintah (state), swasta (private sector), dan masyarakat (civil society organization).
Kebijaksanaan
deregulasi aturan tambang yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan mampu
memperbaiki kinerja ekonomi nasional. Tindakan deregulasi yang ditempuh
menyangkut pemberian peluang yang lebih besar kepada swasta dengan
menyederhanakan sistem perizinan sekaligus memberikan kepastian hukum dalam
berinvestasi, khususnya di sektor tambang.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar