Senin, 16 Februari 2015

Pro-Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Pro-Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Faisal Ismail  ;  Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
KORAN SINDO, 13 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Ide islamisasi ilmu pengetahuan digelindingkan oleh Ismail Raji al-Faruqi (sarjana muslim asal Palestina) di era 1980-an. Lahir di Jaffa pada 1 Januari 1921, al-Faruqi pernah menjabat sebagai gubernur Galilee saat Palestina masih di bawah kekuasaan Inggris. Ketika Zionis-Israel mencaplok tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi pada 1948, al- Faruqi berimigrasi ke Libanon dan masuk di Universitas Amerika di Beirut. Dia melanjutkan studinya ke Universitas Indiana (Amerika Serikat) dan kemudian belajar di Universitas al-Azhar selama empat tahun (1954-1958).

Pernah mengajar di beberapa universitas di Amerika utara, termasuk di Universitas McGill (Montreal, Kanada). Pada 1963 al-Faruqi kembali ke AS dan mengajar di Universitas Temple dan dia diberikan kepercayaan untuk merancang program studi Islam di universitas tersebut. Pada 1980 al-Faruqi bersama Sheikh Taha Jabir al-Alwani, Dr Abdul Hamid Sulaiman (mantan rektor Universitas Islam Antarbangsa Malaysia), dan Anwar Ibrahim mendirikan International Institute of Islamic Thought di Kuala Lumpur, Malaysia.

Al-Faruqi dan keluarganya mengalami nasib tragis. Seorang laki-laki pembegal membunuh al-Faruqi, Lois Lamya (istrinya), dan Anmar al- Zein (putrinya) di rumahnya di Philadelphia pada 27 Mei 1986. Motif pembunuhan ini diduga karena al-Faruqi banyak melancarkan kecaman dan kritik keras terhadap politik Zionis-Israel. Sampai sekarang Badan Intelijen Amerika (FBI) belum berhasil menangkap si pembunuh.

Dalam menyebarluaskan gagasannya, al-Faruqi menulis buku bertajuk Islamization of Knowledge. Beberapa kalangan sarjana muslim menyatakan pro dan setuju dengan gagasan islamisasi ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh al-Faruqi. Di pihak lain, ada beberapa kalangan sarjana muslim yang kontra dan tidak setuju dengan ide islamisasi ilmu pengetahuan yang digagas al-Faruqi.

Masih menjadi pertanyaan saya, mengapa al-Faruqi tidak menggagas tentang Islamization of Sciences ? Saya berpendapat, kwowledge (pengetahuan) dan science (ilmu pengetahuan) itu berbeda. Misalnya, kita mengetahui ada hujan turun dari langit. Itu namanya pengetahuan. Kajian kita tentang sebab-sebab turunnya hujan bermula dari terjadi penguapan air laut, lalu menjadi awan menggumpal, dan dari gumpalan awan ini akhirnya terjadi hujan. Itulah yang disebut ilmu pengetahuan.

Al-Faruqi menggagas islamisasi pengetahuan atau islamisasi ilmu pengetahuan? Buku al-Faruqi Islamization of Knowledge diterjemahkan oleh Anas Mahyudin ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Gagasan islamisasi sains yang digulirkan al-Faruqi tampaknya dimotivasi oleh kegelisahannya saat melihat ilmu pengetahuan Barat yang semakin “sekuler”.

Di Barat, dikotomi dan separasi ilmu-ilmu agama (religious sciences) dan ilmu-ilmu sekuler (secular sciences) sudah lama terjadi yaitu sejak sekularisme dianut oleh masyarakat Barat sekitar abad ke-17 M. Sejak itu ihwal duniawi (termasuk ilmu pengetahuan umum/sekuler) dibedakan dan dipisahkan dari ihwal agamawi.

Di sekolah Barat murid-murid dilarang berdoa di ruang kelas sebelum pelajaran dimulai. Jika pun ada program studi agama (termasuk Islam) di universitas Barat, itu dimaksudkan sebagai kajian akademik murni dan tidak ada kaitannya dengan peningkatan ketakwaan dan penguatan iman. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi kedokteran misalnya banyak “disalahgunakan” untuk praktik aborsi dan euthanasia dalam masyarakat Barat.

 Berbagai fenomena di Barat itulah tampaknya yang menggerakkan al-Faruqi mencetuskan ide islamisasi ilmu pengetahuan. Kita memahami kegelisahan al-Faruqi. Dia ingin mengembalikan sains dan teknologi serta penggunaannya ke jalan sesuai ajaran agama (Islam). Perlu ditanyakan: sejauh manakah ide islamisasi sains yang dicanangkan oleh al- Faruqi itu mencapai target dan sasaran?

Sudah terwujudkah ide islamisasi ilmu pengetahuan dambaan al-Faruqi itu? Jika sudah terwujud, elemen-elemen sekuler manakah dari ilmu pengetahuan Barat itu yang sudah diislamisasi? Sebagaimana disinggung di atas, gagasan islamisasi ilmu pengetahuan yang dilontarkan oleh al-Faruqi menuai kontroversi di kalangan sarjana muslim. Ada yang pro dan ada yang kontra.

Seorang sarjana muslim Indonesia yang kontra terhadap gagasan islamisasi sains versi al-Faruqi adalah Munawir Sjadzali (menteri agama era 1990-an). Menurut Munawir, ilmu pengetahuan itu bersifat universal, tidak ada ilmu pengetahuan Islam, ilmu pengetahuan Barat, dan ilmu pengetahuan bukan Islam. Saya tidak melihat ada substansi materi ilmu pengetahuan sekuler Barat yang telah diislamisasi.

Para sarjana Barat tidak merasa ada elemen-elemen ilmu pengetahuan mereka yang telah diislamisasi. Ilmu pengetahuan sekuler Barat tetap dan terus berkembang dan dikembangkan secara modern dan canggih oleh para ilmuwan Barat seiring perkembangan zaman. Menurut saya, para pakar muslim memakai teori-teori tertentu ilmu pengetahuan Barat kemudian mengembangkan teori-teori tadi dengan menggunakan rujukan ajaran Islam.

Atau, para sarjana muslim tadi sudah menguasai teori-teori ilmu keislaman dan mengayakannya dengan ilmuilmu Barat modern yang mereka nilai sesuai dengan Islam. Dengan cara demikian, lahirlah ilmu pengetahuan yang bercorak islami. Misalnya ahli-ahli ekonomi muslim menggunakan teoriteori tertentu ilmu ekonomi sekuler Barat yang menurut penilaiannya tidak bertentangan dengan Islam. Lalu dia mengembangkan dan menciptakan sendiri ilmunya itu dengan memakai rujukan ajaran Islam.

Atau, dia sendiri sudah menguasai beberapa teori ekonomi Islam dan mengayakannya dengan teori dan kajian ilmu ekonomi sekuler Barat yang dia nilai sesuai dengan ajaran Islam. Dari studinya itu, lahirlah ilmu ekonomi Islam (syariah). Dalam konteks ini, sarjana muslim tadi hanya mengambil teori, materi, dan substansi ilmu ekonomi sekuler Barat yang ia nilai tidak bertentangan dengan Islam.

Sedangkan teori, materi, dan substansi ilmu ekonomi sekuler Barat (bercorak kapitalistik) yang dia nilai berlawanan dengan Islam tidak diadopsi. Jadi tidak ada materi-materi ilmu pengetahuan sekuler Barat yang diislamisasi. Hasil-hasil teknologi Barat (AS) juga sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kerajaan Arab Saudi dan negara-negara Arab-muslim sudah terbiasa menggunakan teknologi perminyakan ciptaan AS untuk mengeksplorasi hasil minyak mereka.

Apa yang salah dengan teknologi perminyakan AS? Apanya yang perlu diislamkan? Ilmu matematika di Barat mengatakan bahwa 2+2=4. Ilmu matematika di dunia Islam juga mengatakan bahwa 2+2= 4. Apa yang salah dengan ilmu matematika di dunia Barat? Apanya yang perlu diislamkan? Yang berbeda antara Barat dan Islam terletak pada filsafat dan pandangan hidup antara keduanya.

Barat bertumpu pada sekularisme-antroposentrisme, sedangkan Islam (muslim) berpangkal pada teosentrisme. Akibat itu, ilmu pengetahuan di Barat terlepas dari agama (dengan segala implikasi dan konsekuensinya), sedangkan dalam Islam tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar