Selasa, 10 Februari 2015

Mimpi Menuju PT Kelas Dunia

Mimpi Menuju PT Kelas Dunia

Jejen Musfah   ;   Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
MEDIA INDONESIA, 09 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

SELASA (6/1), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melantik lima rektor dan lima ketua perguruan tinggi agama Islam negeri (PTAIN). Tantangan PT kita tidak mudah karena masih tertinggal jauh dari PT di Asia apalagi Barat. Mungkin visi semua PT secara eksplisit atau implisit mengarah ke PT kelas dunia. Masalahnya, apa yang dilakukan sering tidak sejalan dengan visi yang telah ditetapkan.

Di antara kriteria PT kelas dunia ialah riset-riset unggulan. Jika PT kita tidak mampu mencapai kriteria tersebut--meski berkali-kali ganti pimpinan--tak salah jika dikatakan bahwa kita bukan individu atau komunitas pembelajar. 

Mewujudkan PT kelas dunia butuh kerja keras dan waktu yang lama.
Di samping mutu penelitian, kriteria PT kelas dunia ialah mutu dosen. Pemerintah sudah membuat standar mutu dosen dan mutu penelitian (Permendikbud No 49 Tahun 2014) yang kompatibel dengan standar PT kelas dunia. Pimpinan dan dosen PT sudah tahu hal tersebut, tetapi terlalu banyak faktor penghambat untuk mewujudkan kerja-kerja idealnya.

Kita memang terkenal dengan banyak peraturan tetapi lemah dalam tindakan nyata. Kelemahan umum PT kita ialah kekurangan profesor dan doktor. Minimnya jumlah profesor karena dosen doktor kita tidak memiliki artikel ilmiah yang dimuat di jurnal internasional. Standar hasil penelitian dosen kita tidak sesuai dengan standar penelitian di luar negeri. Sulitnya menembus jurnal internasional disebabkan dosen kita lemah dalam bahasa Inggris.

Survei Scientific American di 1994 menunjukkan kontribusi ilmuwan Indonesia pada khazanah pengembangan dunia ilmu setiap tahunnya hanyalah sekitar 0,012%, jauh di bawah Singapura yang berjumlah 0,179%, apalagi kalau dibandingkan dengan AS yang lebih dari 20%.

Menurut data Bloomberg Rankings, negara yang paling inovatif di dunia pada 2014 ialah Korea Selatan dan Swedia di urutan satu dan dua. Kemudian urutan ketiga sampai sepuluh ialah AS, Jepang, Jerman, Denmark, Singapura, Swiss, Finlandia, dan Taiwan. Hong Kong urutan ke-26 dan Malaysia ke-34. Indonesia tidak masuk 50 besar, dan hanya urutan ke67 dari aspek manufacturing capability.

Program strategis

Data tersebut tidak menggembirakan. Kunci mutu PT ada pada pimpinan lembaga yang bersangkutan. Mereka mestinya langsung bekerja dengan membuat program-program strategis. Pertama, pelatihan bahasa asing yang intensif di dalam/ luar negeri akan membantu dosen mendapatkan beasiswa S-3 di luar negeri, menulis artikel ilmiah dalam bahasa asing, atau beasiswa postdoctoral. Dalam jangka waktu tertentu, PT di Indonesia harus menggunakan bahasa Inggris dalam perkuliahan, menulis makalah, website, dan aspek-aspek lainnya. Sangat aneh dosen dituntut bisa go international tapi tak pandai bahasa asing, baik lisan maupun tulisan. Di pesantren modern saja diwajibkan berbahasa asing dalam percakapan seharihari.

Kedua ialah beasiswa S-3 yang akan mendorong dosen segera kuliah karena ada kepastian biaya. Dosen dengan status single income akan merasa berat jika harus kuliah dengan biaya sendiri. Belajar membutuhkan ketenangan dan fokus. Fokus mahasiswa pascasarjana terbelah antara studi dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Keterlambatan atau kegagalan banyak dosen dalam menyelesaikan kuliah merupakan kesalahan dosen dan PT.

Ketiga ialah pelatihan menulis karya ilmiah. Tidak semua dosen terampil menulis karya ilmiah. Kendala bahasa membuat mereka tak bisa menikmati karya ilmiah di jurnal internasional. Jika banyak dosen memublikasikan karyanya di jurnal internasional, jumlah profesor akan bertambah.

Pertanyaannya, benarkah semua dosen harus bisa menulis karya ilmiah? Orang yang bisa menulis belum tentu cara mengajarnya lebih baik jika dibandingkan dengan orang yang tidak bisa menulis. Mungkin diperlukan pembagian dosen yang tugasnya mengajar dan dosen dengan tugas utama meneliti. Dosen pertama memiliki keterampilan mengajar dan dosen kedua memiliki keterampilan menulis karya ilmiah. Dosen pertama disebut dosen pengajar dan yang kedua disebut dosen peneliti.

Tuntutan tugas dosen sebagai pengajar dan peneliti tidak bisa mendorong PT kita menjadi kelas dunia. Di luar negeri, dosen bisa menghasilkan karya ilmiah karena mengajarnya sedikit, atau dibebaskan mengajar untuk sementara waktu untuk menulis (sabbatical leave). Faktanya, tidak semua orang bisa menjadi pengajar yang bagus, sebagaimana tidak semua orang bisa menulis karya ilmiah. Setahu saya, syarat untuk menjadi dosen (saat perekrutan) tidak harus pandai menulis dan pandai mengajar. Tiba-tiba, PT mewajibkan dosen menulis dan meneliti tanpa memberikan pelatihan khusus dan ter struktur, jelas tidak akan berhasil.

Keempat ialah post-doctoral ke luar negeri. Penyegaran sangat penting bagi dosen yang doktor atau profesor. Prioritas program tersebut ialah dosen lulusan dalam negeri. Tujuannya agar mereka berwawasan internasional. Kerja sama penelitian antara dosen dalam dan luar negeri akan berhasil jika menguasai bahasa dan budaya akademik mereka.

Tidak perlu merasa rendah diri untuk belajar kepada PT barat karena faktanya PT kita jauh tertinggal. Kita memiliki apa yang mereka tidak miliki, demikian juga sebaliknya. Misalnya budaya dan sumber daya alam yang kita miliki merupakan hal yang menarik bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Keempat program tersebut sudah ada di Kemenag dan Kemendikbud, tetapi kuota per tahunnya sangat terbatas. PT harus membuat sendiri program pengembangan dosen melalui dana pemerintah atau dana mandiri. Jika dosen dibiarkan bersaing sendiri untuk mendapatkan beasiswa di kementerian, akan dibutuhkan waktu lama untuk peningkatan mutunya.

Kelima ialah pembukaan program magister dan doktor. Jika jumlah dosen bergelar doktor dan profesor sudah memadai, pembukaan program S-2 dan S-3 akan berjalan mulus. Ciri PT kelas dunia ialah program pascasarjananya lebih besar daripada program sarjananya. Keenam ialah menambah jumlah dosen. Jumlah dosen harus mencukupi sehingga proses belajar dan penelitian di PT akan berjalan sesuai yang diharapkan.

Inilah enam program prioritas yang harus dilaksanakan pimpinan PT. Pengembangan aspek pendidikan lainnya tidak bisa diabaikan karena semuanya saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Mutu dosen akan berpengaruh terhadap kinerja pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat.

Masalah akreditasi

Mutu dosen juga terkait erat dengan sistem dan strategi akreditasi PT. Kebijakan
akreditasi pada PT idealnya memicu sivitas akademik produktif dan kreatif. Misalnya, dosen didorong studi S-3, dosen aktif meneliti, dosen rajin menulis artikel, dosen menerbitkan buku, dan dosen giat mengikuti seminar internasional. Akreditasi memastikan terjaminnya mutu pendidikan oleh pemerintah.

Akreditasi merupakan evaluasi eksternal kinerja seluruh sivitas akademika PT.Problemnya ialah, jika terhadap PT yang memiliki akreditasi dan standar nasional saja masih kurang memenuhi harapan, apakah mungkin BAN PT mampu melakukan akreditasi terhadap PT internasional? Masalah ini harus segera diselesaikan BAN PT karena kinerjanya sangat penting bagi mutu pendidikan bangsa ini. BAN PT bisa memulainya dari dua hal.

Pertama ialah pola anggaran diubah, yaitu berdasarkan maksimal perkiraan jumlah jurusan dan PT yang mengajukan akreditasi setiap tahunnya. Mungkin persoalannya bukan di BAN PT, melainkan di Kementerian Keuangan atau Kemendikbud. Ketiganya harus duduk bersama agar persoalan tidak semakin besar.

Pola anggaran lainnya ialah dengan melibatkan PT yang jurusannya diakreditasi untuk menanggung biaya (cost sharing) akreditasi. Namun, yang perlu diwaspadai dari pola tersebut ialah profesionalitas jurusan dan objektivitas asesor. Karena sudah membayar bukan berarti nilainya harus bagus.

Kedua, BAN PT bersama Kemendikbud segera membentuk atau memprakarsai terbentuknya Lembaga Administrasi Mandiri (LAM) sesuai dengan UU PT No 12 Tahun 2012. Terbentuknya LAM akan mengurangi beban BAN PT yang sangat besar karena nantinya ada pembagian tugas yang jelas. BAN PT mengelola akreditasi PT, sedangkan LAM mengelola akreditasi Jurusan. Secara struktural, LAM berada dalam bimbingan dan pengawasan BAN PT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar