Sabtu, 07 Februari 2015

Gaji Fantastis PNS DKI

Gaji Fantastis PNS DKI

Abraham Fanggidae  ;  Widyaiswara Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial
KORAN JAKARTA, 06 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Idealisme Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), untuk menyejahterahkan sekitar 76.000 PNS DKI Jakarta beserta keluarganya tercapai.

Ahok pernah mengatakan ingin membuat orang bangga bekerja di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ahok bercita-cita gaji PNS lebih besar dari swasta. Caranya dengan memacu efisiensi APBD.

Cita-cita Ahok terwujud tahun 2015. Di sinilah letak kehebatan kepemimpinan seorang Ahok, menyemangati pegawai agar bekerja lebih giat karena memperoleh tunjangan fantastis, disertai membersihkan aparatur dari korupsi. Yang terakhir ini tidak cukup dengan mendatangani MoU antara Pemprov DKI Jakarta dan KPK (2014), tetapi memberikan gaji besar agar pegawai tidak mencari-cari “uang rokok”.

Mulai Januari 2015, Pemprov DKI menerapkan sistem penggajian (remunerasi) baru terkait pemberian tunjangan kinerja daerah (TKD) yang statis dan dinamis. Besaran TKD statis disusun berdasarkan tingkatan jabatan dan pangkat/golongan. Sementara TKD dinamis dihitung berdasarkan capaian penilaian kinerja (SKP).

Keduanya berbasis poin dengan mengalikan indeks harga. Sistem pemberian TKD merupakan satu-satunya di instansi pemerintah kementerian/ lembaga negara (K/L) dan pemerintah daerah (pemprov, pemkab/ pemkot). Sistem pembayaran tunjangan tersebut, tidak hanya mewujudkan idealisme Ahok, tapi sebagian PNS DKI Jakarta pun menjadi terperangah. Mereka tidak percaya atas kenaikan gaji yang begitu tinggi.

Akankah sistem penggajian Pemprov DKI Jakarta diadopsi K/L dan pemda tergantung pada kemampuan anggaran negara APBN terutama penerimaan negara, jumlah PNS/ASN, serta ketentuannya.

Dengan kondisi sekarang bisa dikatakan sulit bagi negara menaikkan gaji seluruh PNS/ASN secara fantastis. Pemerintah perlu bekerja keras memperbesar penerimaan negara melalui pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), penerimaan Bea Cukai, dan penghasilan lain.

Pemerintah pun harus bisa menekan angka kebocoran APBN yang masih berjumlah triliunan rupiah tiap tahun. Dana APBN yang diperkirakan bocor berkisar sampai dengan angka fantastis antara 20 hingga 30 persen dari APBN setiap tahun.

Pantasan setiap tahun ada saja PNS/ASN serta bupati/walikota aktif maupun yang sudah purnatugas ditahan oleh KPK dan berstatus tersangka, dan sekitar 350 orang pejabat berjabatan gubernur, bupati/walikota terindikasi korupsi. Gubernur, bupati/ walikota teridikasi korupsi tidak mungkin mengikuti langkah Ahok untuk menyejahterahkan pegawai mereka.

Maka, sistem penggajian dengan jumlah besar tunjangan Pemprov DKI terbaik saat ini pada birokrasi nasional. Ini diharapkan berdampak kinerjanya menjadi terbaik pula. Mereka yang bekerja pada sektor produktif/sumber penerimaan daerah harus mampu menggenjot.
                             
Pemprov harus mampu menekan kebocoran melalui pemberantasan korupsi sebagai penyakit kronis yang membuat pejabat tertentu dalam jabatan eselon II, dan III memiliki “rekening gendut.”

Rekayasa

Dasar hukum acuan TKD adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 217 Tahun 2014. Besaran “take home pay/THP” per bulan dari beberapa jenis jabatan membuat iri karena jauh melebihi THP PNS lain. Hitungannya, total THP lurah (jabatan eselon IVa) 33.732.000.

Ini di atas eselon IIIa, bahkan beda tipis dengan eselon IIa K/L. Wali kota menerima gaji 75.642.000, jauh di atas THP eselon Ia (sekjen, dirjen, sekda provinsi). Prediksi besaran THP fungsional/pelaksana yang akan diberikan Pemprov DKI, antara lain tenaga operasional (13.606.000), administrasi (17.797.000), teknis (22.625.000).

Maka, seorang PNS/ASN dengan golongan/ruang gaji IIa tanpa jabatan menerima gaji 13 jutaan. Guru atau perawat/bidan sebagai tenaga teknis menerima gaji maksimal 22 jutaan. CPNS golongan/ ruang gaji IIIa pada K/L, pemda gaji belum sampai 3 jutaan/bulan.

Jumlah tersebut gaji maksimal yang diterima setiap pejabat. Menerima lebih dari jumlah maksimal tidak mungkin, menerima lebih kecil bisa, tergantung pada kinerja PNS bersangkutan. Perubahan jumlah (berkurang) tergantung pada TKD dinamis setiap PNS.

Butir kinerja PNS tiap jam, hari, sudah ditentukan. Butir kinerja tersebut yang harus diisi PNS untuk dinilai pejabat kepegawaian. Persoalannya, butir kinerja bisa diatur pejabat kepegawaian dengan PNS bersangkutan. Ada kebijakan setiap unit, “barangnya”, maksudnya butir kinerja sudah jadi/ rapi diketik, tinggal ditandatangani PNS bersangkutan.

Jadi kemungkinan jumlah THP berubah lebih kecil dari tiap PNS, me- mang mungkin, tetapi secara persentase amat kecil perubahan tersebut. Artinya jumlah THP memang bisa berkurang, namun kemungkinan tersebut kecil terjadi dalam praktik. Persoalan krusial, yaitu apakah pejabat kepegawaian membaca/menilai tiap butir kinerja setiap PNS dengan objektif? Terus terang ini pekerjaan berat.

Jumlah PNS DKI 65.000. Mampukah pegawai di bidang kepegawaian membaca butiran kinerja dari 65.000 PNS untuk menilai dan menentukan fluktuasi THP? Pengawasan terhadap PNS di bidang kepegawaian menjadi penting. Longgar dalam pengawasan, maka fluktuasi butir kinerja tidak akan/sulit diangkat ke permukaan secara massal yang memengaruhi besar kecilnya dana pemprov yang harus dibayarkan tiap bulan.

Diperkirakan persentase fluktuasi memang ada, tetapi kemungkinan hanya kecil. Maka, penilaian bisa menjadi sebuah perekayasaan/pemalsuan yang sulit dihindari. Di sini soal moralitas dan mentalitas jujur amat penting dimiliki PNS DKI Jakarta. Jangan ada perekayasaan, tahu sama tahu dalam menilai butir kinerja tiap PNS.

Kalau seperti itu realitanya, maka sia-sia menaikkan gaji yang fantastis karena tidak ada kemajuan kinerja. Sulit mengubah mentalitas malas bekerja yang sudah membudaya. Berat sekali mengubahnya dalam waktu dekat menjadi aktif bahkan super aktif. Diperlukan waktu lama.

Tapi peningkatan kerja keras tak bisa ditawar lagi. Mereka harus mengubah diri secara cepat. Jika tidak, maka akan gagal tujuan menaikkan gaji PNS DKI tersebut. Pemprov DKI akan dinilai memboroskan dana dengan memanjakan PNS.

Ahok memang berani dan konsekuen mendisiplinkan pegawai melalui penggajian yang fantastis. PNS yang baik memperoleh promosi/kepercayaan, sedangkan yang tidak becus distafkan. Tetapi kebijakan penggajian PNS Pemprov DKI Jakarta yang mulai direalisasikan pembayaran TMT Februari 2015 sudah pasti menimbulkan iri PNS lain.

Mereka pun bekerja sungguh-sungguh, memberikan pelayanan prima kepada publik. Mengapa gaji tidak sefantastis PNS DKI Jakarta? Tuntutan PNS K/L, pemda lain agar bisa memperoleh gaji setara sesuatu yang wajar.

Maka berlomba- lombalah meningkatkan kinerja agar gajinya pantas dinaikkan secara fantastis asal kinerja juga fantastis bagusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar