Senin, 07 Desember 2015

Serakah

Serakah

Arswendo Atmowiloto  ;  Budayawan
                                             KORAN JAKARTA, 05 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Serakah, mungkin saja mengawali tindak korupsi. Atau korupsi itu sendiri. Secara bahasa serakah diartikan sebagai sifat yang selalu ingin memiliki lebih dari yang bisa dimiliki. Dalam kamus Bahasa Indonesia bahkan diberi contoh : Meskipun sudah kaya, ia masih serakah, hendak mengangkangi harta saudaranya. Serakah, sama dengan loba, tamak, rakus, menjadi sifat atau sikap tercela mana kala dijalankan melalui cara-cara yang jahat, yang melanggar aturan.

Tapi masalahnya kadang perlu memperdebatkan apakah serakah yang salah, atau sebaliknya dianggap “serakah yang gagah.”. Ungkapan melegenda itu dalam dialog, greed is good, yang terkenal dalam film Wall Street, yang disutradarai Oliver Stone, 1987. Sedemikian ngetopnya, hingga tahun 2010 ada lanjutan cerita, dengan pemeran masih Michael Douglas sebagai Gordon Gekko. Gekko, konon diinspirasikan oleh ayah sang sutradara, adalah tokoh yang bersemboyan “serakah itu gagah.” Apa saja halal dilakukan untuk menggarong, mengelabui kawan atau lawan, dan gaya hidup super mewah adalah tanda sukses. Moral, etika, sopan santun tak masuk perhitungan selama sukses dalam segi harta.

Dalam hal cerita, kisah-kisah tradisional tentang serakah lebih jelas garis dan batasnya. Pada cerita rakyat yang berjudul Uthak-uthak Ugel, tokoh ini digambarkan sangat serakah. Ia menggelikan tingkahnya, agak menjijikkan, karena kerakusannya. Segala apa yang ditemui dimakan. Termasuk hutan dan isinya, termasuk laut dan isinya.

Uthak-uthak Ugel tak mengenal puas, tak mengenal kenyang. Meskipun sudah dinasehati untuk berhenti, ia nekad terus. Sampai akhirnya perutnya meletus karena kekenyangan, karena ada kepiting yang tertelan menjapit pusarnya dari dalam. Raksasa yang sakti, berkuasa, tak terkalahkan sebelumnya terkapar. Ia tak menyangka bahwa ternyata ada kelemahan dalam perut di balik segala kekuatan yang dimiliki. Uthak-uthak Ugel lebih sederhana keserakahannya, lebih hitam putih. Juga ketika oleh sang empunya cerita dikalahkan oleh seekor kepiting. Namun kenyataan sehari-hari, barang kali lebih menampilkan Gekko. Yang tak serta merta dianggap salah, dan mudah dibuat kalah. Dalam dunia kapitalis, dunia yang memuja harta dan mengabaikan apa saja, Gekko adalah pahlawan, adalah tokoh besar, menguasai tuntutan zaman. Dan masih bisa dihidupkan dalam sekual lanjutan.

Hari-hari ini Mahkamah Kehormatan Dewan, MKD, DPR RI, kini tengah bersidang panjang mendudukan persoalan etika apakah ada yang dilanggar atau tidak. Tokoh yang diadukan adalah Ketua DPR, Setya Novanto, dengan pengadu Menteri ESDM, Sudirman Said. Namun dalam persidangan yang disiarkan langsung oleh sedikitnya lima stasiun siar televisi yang berjam-jam itu terkesan kuat pertikaian kubu-kubu politik. Ada kubu pro dan ada kubu kontra. Ada yang ngotot dan ada yang sangat ngotot.

Ada keluhan dan ada kengototan. Dan pendapat yang berbenturan di media, khususnya media sosial yang bisa lebih terus terang dan nakal. Tontonan di layar televisi seakan sebuah sinetron horor karena kengerian akibat yang terjadi sangat menakutkan, namun juga tersaji dalam pendekatan komedi. Ada humor langsung, dan humor yang tercipta dari istilah penyebutan Yang Mulia misalnya.

Bagian terberat sebagai penonton adalah menahan diri atau ikut berkomentar. Bagian yang lebih berat lagi terasakan kalau menginginkan ada penyelesaian. Bukan hanya kasus ini, atau kasus etika, melainkan kasus keserakahan dalam bentuk yang lain, yang terasa menekan di banyak bidang.

Adakah kita bisa menghibur diri dengan mengandaikan bahwa sebenarnya sekarang ini kepiting sedang bekerja? Atau sebaliknya, menjadi terbiasa dan merasa gagah ketika melakukan serakah.? Entahlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar